BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa lepas dari bermu’amalah
antara satu dengan yang lainnya. Mu’amalah sesama manusia senantiasa mengalami perkembangan dan perubahan sesuai
kemajuan dalam kehidupan manusia. Oleh karena
itu aturan Allah yang terdapat dalam al-Qur’an tidak mungkin menjangkau seluruh segi pergaulan yang berubah
itu. Itulah sebabnya ayat-ayat al-Qur’an
yang berkaitan dengan hal ini hanya bersifat prinsip dalam mu’amalat dan dalam bentuk umum yang mengatur secara
garis besar. Aturan yang lebih khusus
datang dari Nabi. Hubungan manusia satu dengan manusia berkaitan dengan harta diatur agama islam salah satunya dalam
jual beli. Jual beli yang didalamnya
terdapat aturan-aturan yang seharusnya kita mengerti dan kita pahami. Jual beli seperti apakah yang dibenarkan oleh
syara’ dan jual beli manakah yang tidak
diperbolehkan.
B.
RUMUSAN MASALAH
1. Apa Pengertian
Jual Beli?
2. Bagaimana syarat-syarat
jual beli?
3. Bagaimana Rukun
Jual Beli?
4. Bagaimana macam-macam
jual beli?
5. Apa pengertian
khiyar?
6. Bagaimana macam-macam
jual beli terlarang?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN JUAL BELI
Jual beli dalam bahasa arab disebut ba’i yang secara bahasa
adalah tukar menukar, sedangkan menurut istilah adalah tukar menukar atau peralihan kepemilikan dengan cara pergantian
menurut bentuk yang diperbolehkan oleh
syara’ atau menukarkan barang dengan barang atau barang dengan uang, dengan jalan melepaskan hak milik dari
seseorang terhadap orang lainnya atas
kerelaan kedua belah pihak. Hukum melakukan jual beli adalah boleh (جواز) atau (مباح), sesuai dengan firman
Allah dalam surat al-Baqarah ayat 275:
وأحل الله البيع وحرم الربا
“Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba.”
Dan hadist Nabi
yang berasal dari Rufa’ah bin Rafi’ .Menurut riwayat al- Bazar
yang disahkan oleh al-Hakim:
أن النبى صلى الله عليه وسلم سئل أى الكسب أطيب
قال عمل الرجل بيده وكل بيع مبرور
Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW, pernah
ditanya tentang usaha
apa yang paling baik; nabi berkata: “Usaha seseorang dengan tangannya dan
jual beli yang mabrur”.
B.
SYARAT-SYARAT JUAL BELI
Agar jual beli sah, harus memenuhi syarat-syaratnya sebagai berikut :
1.
Syarat-Syarat
Pelaku Akad
a.
Baligh
(berakal)
وَلاتُؤْتُوْا السّفَهَاء اَمْوَالَـكُمُ الّتِى جَعَلَ اللهُ لَكُمْ قِيَامًا... (النساء: ٥(
“Dan
janganlah kamu berikan hartamu itu kepada orang
yang bodoh (belum sempurna akalnya) harta
(mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan.” (Q.S. an-Nisa: 5)
Ayat diatas menunjukkan bahwa orang yang bukan ahli tasaruf
tidak boleh melakukan jual beli dan melakukan akad (ijab qobul). Pelaku akad disyariatkan seorang yang berakal dan bisa
membedakan. Maka tidak sah akad jual beli oleh
orang gila dan orang mabuk serta anak
kecil yang tidak dapat membedakan. Apabila orang gila itu kadang sadar dan
kadang gila, maka akad ketika gila tidak sah.
Akad anak kecil yang bisa membedakan (tamyiz)
adalah sah dan tergantung pada izin wali.
Jika walinya mengizinkannya maka akadnya sah menurut syara’.
b.
Beragama
Islam, hal ini berlaku untuk pembeli (kitab suci al-Qur’an/budak muslim)
bukan penjual,
hal ini dijadikan syarat karena dihawatirkan jika orang yang membeli adalah orang kafir, maka mereka akan merendahkan atau
menghina islam dan kaum muslimin.
c.
Tidak
dipaksa
2.
Syarat-Syarat
Barang Yang Dijualbelikan
Ada enam syarat untuk barang yang dijualbelikan antara lain:
a.
Bendanya suci.
Haram menjual khamar, bangkai,
babi, dan tulang. Fuqaha Hanafi dan Dhahiri mengecualikan setiap benda yang bermanfaat dan hala menurut syara’.
Mereka menyatakan: boleh menjual kotoran hewan dan sampah yang najis, tetapi
yang sangat dibutuhkan untuk digunakan di
kebun-kebun dan dimanfaatkan sebagai bahan bakar
dan pupuk. Boleh menjual benda najis yang dimanfaatkan untuk selain makan
dan minum, seperti minyak yang najis dan
dimanfaatkan untuk bahan penerang dan zat,
bahan pewarna yang najis, lalu dijual untuk mewarnai dan sebagainya selama pemanfaatannya
tidak untuk dimakan.
b.
Dapat dimanfaatkan.
Tidak boleh menjual serangga, ular dan
tikus, kecuali bila dimanfaatkan. Diperbolehkan menjual
kucing, macan tutul dan singa serta binatang yang layak untuk diburu atau dimanfaatkan kulitnya dan boleh
menjual gajah untuk angkutan. Boleh
menjual burung kakak tua, merak dan burung yang indah bentuknya, meskipun
tidak dikalimatkan. Karena dapat menghibur
dengan suaranya dan memandang bentuknya
yang merupakan tujuan utamanya.
Tidak boleh menjual anjing, karena Rasulullah
Saw. Melarang hal itu, selain anjing
yang dilatih dan yang boleh dipelihara seperti anjing penjaga dan anjing
penunggu tanaman. Abu Hanifa mengatakan : boleh menjualnya.
c.
Milik penuh
penjualnya atau diizinkan menjual oleh
pemiliknya.
Jika berlangsung penjualan atau
pembelian sebelum mendapat izin, maka ini dianggap tindakan orang yang lancang.
Misalnya: suami menjual barang milik istri tanpa izinnya atau membeli barang tanpa izin darinya.
Misalnya seorang yang menjual barang milik
orang lain disaat orang itu tidak ada atau membeli sesuatu tanpa izin darinya seperti yang biasa terjadi. Akad orang yang
lancang dianggap sah.
d.
Kemampuan untuk
menyerahkannya.
Barang yang dijual dapat diserahkan secara
nyata menurut syara’. Maka barang yang tidak dapat diserahkan secara
nyata, tidak sah dijual seperti ikan di dalam air.
e.
Barangnya
diketahui.
Barang dan harganya harus diketahui,
karena Nabi Saw. Melarang menjual barang yang tidak jelas keadaannya. Dan untuk menghindari penipuan jual
beli, disyaratkan diketahui benda, jumlah
dan sifatnya.
f.
Barangnya dikuasai.
Barang yang dijual
harus dikuasai, jika telah diperoleh dengan pertukaran.
C.
RUKUN JUAL BELI
1.
Adanya ‘aqid (عاقد) yaitu penjual dan pembeli.
2.
Adanya ma’qud ‘alaih yaitu adanya harta
(uang) dan barang yang dijual.
3.
Adanya sighat (صيغة) yaitu adanya ijab dan qobul.
Ijab adalah penyerahan penjual kepada pembeli sedangkan qobul adalah penerimaan dari pihak pembeli.
Bagi orang yang melakukan akad disyaratkan cakap melakukan
akad. Maka tidak sah anak kecil dan orang gila serta orang bodoh melakukan akad jual beli. Dan juga disyaratkan suka
sama suka. Maka tidak sah jual beli orang
yang hanya dipaksa, kecuali dipaksa dengan cara yang benar.
Misalkan bila ia dipaksa untuk menjual harta guna melunasi hutang atau
membeli sesuatu
yang sudah disetujuinya. Maka penguasa boleh memaksanya untuk menjual atau membelinya. Adapun
sighat yaitu ijab dan kabul seperti perkataan penjual, “saya jual kepadamu atau saya serahkan kepadamu.” Dan perkataan
pembeli, “saya terima atau saya beli.” Tidak sah
serah terima sebagaimana yang bisa
berlangsung dikalangan masyarakat, karena tidak ada sighat (ijab kabul).
Ibnu Syurairah berkata, “serah terima adalah sah mengenai
barang-barang dagangan yang remeh (tak berharga) dan biasa dilakukan orang-orang. Ini adalah pendapat Ar-Ruyani dan
lainnya. Malik menyatakan, “sah jual beli
pada setiap barang yang dianggap orang
banyak sebagai jual beli. Ibnu Ash-Shabbaugh menyetujui pendapat ini.
An-Nawawi menegaskan, “yang disetujui oleh ibnu Ash-Shabbagh
itulah yang kuat dan terpilih sebagai dalil, karena syara’ tidak mensyaratkan lafal. Maka kita wajib kembali kepada
kebiasaan. Termasuk kebiasaan yang umum
terjadi ialah mengirim anak-anak kecil untuk membeli kebutuhan-kebutuhan. Kebiasaan ini berlangsung
dinegri-negri lain. Kebutuhan mendesak
menyebabkan terjadinya hal itu. Maka hal itu patut digolongkan dalam jenis serah terima. Apabila terdapat syarat sighat
untuk itu, maka jual belinya sah dengan
syarat barang itu dibeli dengan harga yang pantas. Mereka berdalil bahwa wanita-wanita yang mengenakan hijab menyuruh
anak-anak kecil di zaman Umar ra. Untuk
membeli kebutuhan-kebutuhannya dan Umar tidak menyalahkan.
D.
MACAM-MACAM JUAL BELI
Ada tiga macam jual beli:
1. Menjual barang yang
dapat dilihat. Hukumnya boleh jika barang yang dijual suci, bermanfaat dan
memenuhi rukun jual beli.
2. Menjual sesuatu yang
ditentukan sifatnya dan diserahkan kemudian. Ini adalah jenis “salam” (pembayarannya lebih jual beli ini tidak boleh dulu),
hukumnya boleh.
3. Menjual barang yang
tidak ada dan tidak dapat dilihat oleh penjual dan pembeli atau salah satu
dari mereka. Atau barangnya ada, tetapi tidak
diperlihatkan. Maka jual beli ini tidak
boleh, karena penjualan yang tersembunyi yang dilarang. Penjualan gharar
adalah penjualan yang tidak diketahui.
E.
KHIYAR
Khiyar adalah hak memilih bagi penjual dan pembeli untuk
meneruskan jual belinya atau membatalkannya
karena adanya suatu hal. Ada tiga jenis khiyar, yaitu sebagai
berikut :
1. Khiyar Majlis adalah hak memilih
bagi penjual dan pembeli untuk meneruskan atau membatalkan akad selama masih berada di tempat akad dan kedua belah pihak
belum berpisah.
2. Khiyar Syarat yaitu hak memilih
antara meneruskan jual beli atau membatalkannya dengan syarat
tertentu.
3. Khiyar’Aib yaitu hak memilih
antara meneruskan jual beli atau membatalkannya yang disebabkan
karena adanya cacat pada barang yang dijual.
F.
MACAM-MACAM JUAL BELI TERLARANG
1. Jual beli gharar adalah jual beli
yang mengandung unsur penipuan dan penghianatan. Hadist Nabi
dari Abi Hurairah yang diriwayatkan oleh Muslim:
نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم عن بيع الحصاة وعن بيع الغرر.
2. Jual beli mulaqih (الملاقيح)
adalah jual beli
dimana barang yang dijual berupa hewan yang masih dalam bibit
jantan sebelum bersetubuh dengan betina. Hadist dari Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh al-Bazzar:
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم نهى عن بيع
المضامين والملاقيح
3. Jual beli mudhamin (المضامين) adalah jual beli
hewan yang masih dalam perut induknya.
4. Jual beli muhaqolah (المحاقلة) adalah
jual beli buah buahan yang masih ada di tangkainya dan belum layak untuk
dimakan.
5. Jual beli munabadzah (المنابذة) adalah
tukar menukar kurma basah dengan kurma kering dan tukar menukar anggur basah dengan kering dengan menggunakan alat ukur
takaran.
6. Jual beli mukhabarah (المخابرة) adalah
muamalah dengan penggunaan tanah dengan imbalan bagian dari apa yang dihasilkan oleh tanah tersebut.
7. Jual beli tsunaya (الثنيا) adalah
jual beli dengan harga tertentu, sedangkan barang yang menjadi objek jual
beli adalah sejumlah barang dengan pengecualian
yang tidak jelas.
8. Jual beli ‘asb al-fahl (عسبالفحل) adalah
memperjual-belikan bibit pejantan hewan untuk dibiakkan dalam
rahim hewan betina untuk mendapatkan anak.
9. Jual beli mulamasah (الملامسة)
adalah jual beli
antara dua pihak, yang satu diantaranya menyentuh pakaian pihak
lain yang diperjual-belikan waktu malam atau siang.
10. Jual beli munabadzah (المنابذة)
adalah jual beli
dengan melemparkan apa yang ada padanya ke pihak lain tanpa mengetahui
kualitas dan kuantitas dari barang yang dijadikan jual beli.
11. Jual beli ‘urban (العربان) adalah
jual beli atas suatu barang dengan harga tertentu, dimana pembeli memberikan uang muka dengan catatan bahwa bila jual
beli jadi dilangsungkan akan membayar
dengan harga yang telah disepakati, namun kalau tidak jadi, uang muka untuk penjual yang telah menerimanya terlebih
dahulu.
12. Jual beli talqi rukban (الركبان) adalah
jual beli setelah pembeli datang menyongsong penjual sebelum ia sampai di pasar dan mengetahui harga pasaran.
13. Jual beli orang kota dengan orang desa (بيع حاضر لباد) adalah orang kota
yang tahu harga
pasaran menjual barang pada orang desa yang
belum mengetahui harga pasaran.
14. Jual beli musharrah (المصرة).
Musharrah adalah
nama hewan ternak yang diikat puting susunya sehingga kelihatan
susunya banyak, hal ini dilakukan agar harganya lebih tinggi.
15. Jual beli shubrah (الصبرة) adalah
jual beli barang yang ditumpuk yang mana bagian luar terlihat lebih baik
dari bagian dalam.
16. Jual beli najasy (النجش)
adalah jual
beli yang bersifat pura-pura dimana si pembeli menaikkan harga barang, bukan untuk membelinya, tetapi untuk menipu pembeli
lainnya agar membeli dengan harga yang
tinggi.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Menurut istilah adalah tukar menukar atau peralihan
kepemilikan dengan cara pergantian menurut
bentuk yang diperbolehkan oleh syara’ atau menukarkan barang dengan barang atau barang dengan uang, dengan jalan
melepaskan hak milik dari seseorang
terhadap orang lainnya atas kerelaan kedua belah pihak.
Syarat-syarat jual beli antara lain : (a) syarat-syarat pelaku akad;
serta (b) syarat-syarat yang dijual belikan
Rukun dalam Jual beli sebagai berikut:
1. Adanya ‘aqid (عاقد)yaitu
penjual dan pembeli.
2. Adanya ma’qud
‘alaih (معقودعليه) yaitu adanya harta (uang) dan barang yang dijual.
3. Adanya sighat
(صيغة)
yaitu adanya ijab dan qobul. Ijab adalah penyerahan
penjual kepada
Khiyar adalah hak memilih bagi penjual dan pembeli untuk
meneruskan jual belinya atau membatalkannya
karena adanya suatu hal. Khiyar dibagi atas tiga jenis, yaitu : (a) Khiyar Majlis;
(b) Khiyar Syarat;
serta (c) Khiyar’Aib.
Macam-macam jual beli terlarang antara lain : (a) Jual beli gharar; (b) Jual
beli mulaqih (الملاقيح); (c) Jual beli mudhamin (المضامين); (c) Jual beli muhaqolah (المحاقلة); (d) Jual
beli munabadzah (المنابذة); (e) Jual beli
mukhabarah (المخابرة); (f) Jual beli tsunaya (الثنيا);
(g) Jual beli ‘asb al-fahl (عسبالفحل); (h) Jual
beli mulamasah (الملامسة); (i) Jual beli
munabadzah (المنابذة); (j) Jual beli ‘urban (العربان);
(k) Jual beli talqi rukban (الركبان); (l) Jual beli orang kota dengan orang desa (بيع حاضر لباد);
(m) Jual beli musharrah (المصرة); (n) Jual beli shubrah (الصبرة); serta (o) Jual beli najasy (النجش).
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad, Ibrahim
Al-Jamal, Fiqih Muslimah, Jakarta: Pustaka Amani, 1999
http://makalahjualbeli.blogspot.com/
No comments:
Post a Comment