Abu Bakar (bahasa Arab: أبو بكر الصديق, Abu Bakr ash-Shiddiq) (lahir: 572 -
wafat: 23 Agustus 634/21 Jumadil Akhir 13 H) termasuk di antara mereka yang
paling awal memeluk Islam. Setelah Nabi Muhammad wafat, Abu Bakar menjadi
khalifah Islam yang pertama pada tahun 632 hingga tahun 634 M. Lahir dengan
nama Abdullah bin Abi Quhafah, ia adalah satu diantara empat khalifah yang
diberi gelar Khulafaur Rasyidin atau khalifah yang diberi petunjuk. .
Abu Bakar Ash-Shidiq Nama lengkapnya adalah
'Abd Allah ibn 'Utsman bin Amir bi Amru bin Ka'ab bin Sa'ad bin Taim bin
Murrah bin Ka'ab bin Lu'ay bin Ghalib bin Fihr al-Quraishi at-Tamimi'.
Bertemu nasabnya dengan nabi SAW pada kakeknya Murrah bin Ka'ab bin Lu'ai.
Dan ibu dari abu Bakar adalah Ummu al-Khair salma binti Shakhr bin Amir bin
Ka'ab bin Sa'ad bin Taim yang berarti ayah dan ibunya sama-sama dari kabilah
bani Taim.
Abu Bakar adalah ayah dari Aisyah, istri Nabi
Muhammad. Nama yang sebenarnya adalah Abdul Ka'bah (artinya 'hamba Ka'bah'),
yang kemudian diubah oleh Muhammad menjadi Abdullah (artinya 'hamba Allah').
Muhammad memberinya gelar Ash-Shiddiq (artinya 'yang berkata benar') setelah
Abu Bakar membenarkan peristiwa Isra Miraj yang diceritakan oleh Muhammad
kepada para pengikutnya, sehingga ia lebih dikenal dengan nama "Abu
Bakar ash-Shiddiq".
Kehidupan sebelum bersama Rasulullah
Abu Bakar dilahirkan di kota Mekkah dari
keturunan Bani Tamim (Attamimi), sub-suku bangsa Quraisy. Beberapa sejarawan
Islam mencatat ia adalah seorang pedagang, hakim dengan kedudukan tinggi,
seorang yang terpelajar serta dipercaya sebagai orang yang bisa menafsirkan
mimpi.
Era bersama Nabi
Ketika Muhammad menikah dengan Khadijah binti
Khuwailid, ia pindah dan hidup bersama Abu Bakar. Saat itu Muhammad menjadi
tetangga Abu Bakar. Sama seperti rumah Khadijah, rumahnya juga bertingkat dua
dan mewah. Sejak saat itu mereka berkenalan satu sama lainnya. Mereka berdua
berusia sama, pedagang dan ahli berdagang.
sahabat Rasulullah SAW yang bernama Abu Bakar
Ash-Shiddiq RA. Yang dari awal kehidupannya memang telah mencirikan pribadi
yang baik dalam kehidupannya. Seperti pernyataannya ketika ia di tanya apakah
pernah meminum khomr (minuman keras); ”Apakah engkau pernah meminum khomr di
masa jahiliyah?” Abu Bakar Ash-Shiddiq menjawab: “A’udzubillah (aku
berlindung kepada Allah)”. Kemudian ia di tanya lagi, “Kenapa?”. Abu Bakar
menjawab: “Aku menjaga dan memelihara muru’ah-ku (kehormatanku), apabila aku
minum khomr, maka hal itu akan menghilangkan kehormatanku.”
Sosok dan karakter Abu Bakar Ash-Shiddiq
Abdullah ibn Abi Quhafah ibn Amir ibn Ka`ab,
lahir di Makkah dan berasal dari kabilah Bani Tamim. Ia dikenal dengan nama
Abu Bakar dan mendapat julukan Ash-Shiddiq (yang membenarkan). Ia juga di
kenal dengan nama `Atiiq karena mendapat jaminan bebas dari api Neraka.
Sebagaimana sabda dari Rasulullah SAW berikut;
Dari ‘Aisyah RA, katanya: bahwa Rasulullah SAW
bersabda: “Barang siapa yang suka melihat orang yang dibebaskan (‘atiiq) dari
api Neraka, maka lihatlah Abu Bakar” (HR. Al-Hakim)
Abdullah Ibn Abi Quhafah atau Abu Bakar
Ash-Shiddiq adalah orang yang bertubuh kurus, berkulit putih. ‘Aisyah
putrinya yang juga istri dari Rasulullah SAW menerangkan karakter ayahnya;
“Abu Bakar Ash-Shiddiq berkulit putih, kurus, tipis kedua pelipisnya, kecil
pinggangnya (sehingga kainnya selalu turun dari ping-gangnya), wajahnya
selalu berkeringat, hitam warna matanya, berkening lebar, dan selalu mewarnai
jenggotnya dengan inai maupun katam.”
Persabatan sejati
Muhammad ibn Abdullah (Rasulullah) dan
Abdullah Ibn Abi Quhafah (Abu Bakar Ash-Shiddiq) telah bersahabat sejak
kecil. Mereka berdua tumbuh dalam lingkungan jahiliyah, di antara orang-orang
yang sangat gemar menembangkan syair-syair sesat, di antara orang-orang bodoh
yang telah menyembah tuhan berhala, bahkan memperjualbelikan tuhan-tuhan
mereka itu.
Karena proses alam telah mengaturnya, maka
kedua bocah ini pun akhirnya tumbuh dewasa. Meski hidup di tengah tradisi
jahiliyah, namun hati mereka tidak serta merta menerima hal itu. Allah SWT
menjaga hati keduanya dari berbagai dampak buruk kejahiliyahan bangsa
Quraisy, sehingga jiwa mereka jernih, tak ternodai kemusyrikkan dan
kejahatan.
Seperti kebanyakan penduduk Makkah, mereka
berdua memiliki keahlian mengembala dan berniaga. Suatu ketika, Abdullah ibn
Abi Quhafah ikut dalam kafilah niaga. Di tengah perjalanan, kafilah
menghentikan perjalanan untuk beristirahat. Abdullah memilih berteduh di
bawah pohon. Disana, ia tertidur. Dalam tidurnya, ia bermimpi melihat rembulan
yang meninggalkan langit dan mendekati bumi, kemudian pecah dan
kepingan-kepingannya tersebar di jalan-jalan kota Makkah. Setelah itu,
kepingan-kepingan tersebut menyatu seperti sedia kala dan kembali ke langit.
Mimpi menakjubkan itu membuat Abdullah ibn Abi Quhafah penasaran. Ia berusaha
menaksir makna mimpi itu. Ia tak menyadari jika mimpi itu sesungguhnya adalah
kabar gembira.
Abu Bakar sangat berbahagia ketika fajar Islam
telah terbit di kota Makkah saat Allah SWT mengangkat sahabatnya Muhammad sebagai
Rasul yang mengarahkan manusia kepada kebenaran dan imam. Mengajak manusia
menyembah hanya kepada Allah SWT dan meninggalkan berhala-berhala sembahan
mereka itu. Tujuan dari dakwah Rasulullah SAW adalah mengangkat tinggi
martabat dan menghargai akal manusia. Namun, penduduk Makkah justru menolak.
Bisikan syaitan masih terlalu nyaring di telinga mereka.
Setelah Rasulullah SAW menyampaikan
kerasulannya secara terbuka di bukit Shafa, Abu Bakar lebih berani membaca
Al-Qur’an dengan suara nyaring. Ada orang yang tersentuh dengan bacaan Abu
Bakar itu, hingga kemudian masuk Islam. Ada pula yang tidak suka, kemudian
marah dan memukulnya. Abu Bakar pingsan oleh pukulan itu. Ia telah siap
dengan segala kemungkinan dan tak gentar untuk selalu membaca Al-Qur’an dengan
suara nyaring. Saat siuman, yang pertama Abu Bakar katakan adalah, “Bagaimana
keadaan Rasulullah SAW”. Abu Bakar akan menolak makanan dan minuman yang
ditawarkan kepadanya, sampai ia telah yakin bahwa Rasulullah baik-baik saja.
Inilah persahabatan sejati yang di bangun atas dasar cinta dan pengorbanan
yang tulus.
Begitu pun ketika Rasulullah SAW menyatakan
tentang perjalanan Isra` mi`raj nya dari atas bukit Shafa, banyaklah
orang-orang yang menjadi bimbang dan ragu dengan pengakuan Rasulullah SAW tersebut,
termasuk kalangan umat Islam. Dan mereka yang ragu-ragu ini, akhirnya
mendatangi Abu Bakar Ash-Shiddiq yang saat itu tidak hadir mendengar
pengakuan tersebut. Sambil tersenyum, maka Abu Bakar Ash-Shiddiq menanggapi,
“Jika Muhammad yang mengatakan, berarti benar. Aku percaya pada kenabiannya
dan wahyu yang telah diturunkan kepadanya. Dan, aku juga percaya pada apa
yang ia katakan hari ini!”
Hijrah bersama Rasulullah SAW atas dasar cinta
Ketika peristiwa Hijrah, saat Rasulullah SAW
pindah ke Madinah (622 M), Abu Bakar adalah satu-satunya orang yang
menemaninya. Gelap menyelimuti Makkah. Mencekam. Malam itu orang-orang kafir
berkonspirasi untuk membunuh Rasulullah SAW. Sebelum semuanya terjadi, Allah
SWT telah lebih dulu mengabarkan rencan busuk itu kepada Rasulullah SAW, dan
memerintahkan segera hijrah.
Setelah Baiat ‘Aqabah kedua, kaum Muslim
Quraisy mulai banyak yang berhijrah. Di antara yang lebih dulu berangkat
adalah beberapa sepupu Nabi, sahabatnya Utsman dan Umar. Hampir semua sahabat
ter-dekat Rasulullah telah meninggalkan Makkah kecuali Ali bin Abu Thalib dan
Abu Bakar Ash-Shiddiq. Abu Bakar sebenarnya telah meminta izin kepada
Rasulullah untuk berangkat hijrah, namun beliau berkata: “Tidak usah
terburu-buru berangkat, karena mungkin Allah SWT akan memberimu seorang
teman,” Abu Bakar mengerti bahwa ia harus menunggu Rasulullah SAW.
Di pihak Quraisy, mereka merencanakan
pembunuhan terhadap Rasulullah. Jibril datang kepada Rasulullah dan
memberitahukan apa yang harus dilakukan. Waktu itu sore hari, Rasulullah
langsung pergi ke rumah Abu Bakar – waktu kunjungan yang tidak seperti
biasanya – beliau biasa berkunjung ke rumah Abu Bakar pada siang hari.
Rasulullah berujar, “Allah SWT telah mengizinkan aku untuk meninggalkan kota
ini dan berhijrah,”
“Bersama denganku?” Tanya Abu Bakar. “Ya,
bersamamu.” Jawab Rasulullah.
Setelah mereka selesai membuat rencana,
Rasulullah kembali ke rumahnya dan memberitahu Ali tentang keberangkatannya
ke Yastrib. Beliau menyuruh Ali untuk tetap tinggal di Makkah sampai semua
barang-barang yang dititipkan di rumahnya selesai dikembalikan. Rasulullah
SAW senantiasa dikenal sebagai Al-Amin, sehingga masih banyak dipercaya
orang-orang kafir untuk menjaga harta benda mereka, karena tidak menemukan
orang lain yang dapat dipercaya.
Para pemuda Quraisy yang dipilih untuk
membunuh Rasulullah telah sepakat untuk bertemu di luar gerbang rumah beliau
saat malam tiba. Namun ketika mereka sedang menunggu sampai jumlah mereka
lengkap, mereka mendengar suara wanita dari dalam rumah, hal itu membuat
mereka berpikir ulang untuk masuk ke dalam rumah. Jika mereka menerobos
masuk, maka nama mereka akan tercemar selamanya di kalangan bangsa Arab
karena telah melanggar privasi kaum wanita. Oleh karena itu mereka memutuskan
untuk menunggu sampai korbannya keluar rumah. Seperti biasanya, ia akan
keluar di waktu subuh atau sebelumnya.
Rasulullah SAW dan Ali mengetahui kehadiran
mereka. Rasulullah mengambil selimut yang biasa ia kenakan untuk tidur dan
memberikannya kepada Ali. Ali kemudian tidur di tempat tidur Rasulullah SAW
menggantikannya. Kemudian Rasulullah mulai membacakan surah yang diberi nama
dengan kalimat pembukanya, Yasin. Ketika sampai pada kalimat, “Dan Kami
adakan di hadapan mereka dinding dan dibelakang mereka dinding pula, dan Kami
tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat.” (QS. Yaasiin [36]
ayat 9), beliau keluar dari rumah. Allah menutup pandangan para pemuda
Quraisy itu hingga mereka tidak bisa melihat saat Rasulullah SAW keluar dari
rumahnya.
Malam sudah hampir berlalu dan fajar akan
menyingsing. Rasulullah SAW lantas bertemu dengan Abu Bakar. Abu Bakar
berpamitan kepada istrinya; Ummu Ruman, serta anak-anaknya; Abdullah, Asma
dan A`isyah, lalu tanpa membuang waktu mereka keluar dari rumah Abu Bakar
melalui jendela belakang rumahnya untuk segera berlalu menuju bukit Tsur
kemudian bersembunyi di dalam sebuah gua. Mereka menunggangi unta menuju
sebuah gua di gunung Tsawr agak selatan, yang sejalan di jalur ke arah Yaman.
‘Amir Ibn Fuhayra – pengembala yang telah dibeli
Abu Bakar sebagai budak dan sudah bebas serta ditugasi mengembala
domba-dombanya – mengikuti mereka di belakang bersama gembalanya untuk
menghilangkan jejak mereka.
Dari Hasan Al-Bishri; “Sesungguhnya malam itu
Abu Bakar RA berangkat bersama Nabi SAW ke gua. Kadang ia berjalan di depan
beliau SAW kadang-kadang dibelakangnya. Beliau SAW bertanya; ‘Kalau aku yang
teringat, aku yang mencari jalan dan harus di depan, tetapi kalau aku tidak
ingat, akupun harus dibelakangmu”
Beliau SAW bersabda; “Andaikan terjadi
sesuatu, apakah engkau lebih senang dibunuh untuk melindungi aku?”
“Benar.” Jawab Abu Bakar RA “Demi Tuhan yang
telah mengutusmu dengan haq!”
Dan ketika mereka sampai di gua, Abu Bakar
berkata; “Ya Rasulullah, tunggu dulu, kubersihkan dulu gua ini untukmu.” Ia
pun lantas membersihkan dengan meraba-rabakan tangannya. Kalau ia melihat ada
batu, ia menyobek pakaiannya untuk menutupi batu itu, sampai habis pakaiannya
meski ternyata masih ada batu yang terlihat. Kemudian ia meletakkan tumitnya
untuk menutupi batu itu agar tidak menyakiti Rasulullah SAW.
Langkah kaki para pemuda Quraisy tidak lagi
terdengar samar. Tapi wajah Abu Bakar pucat pasi. Tak terasa tubuhnya pun
bergetar hebat, betapa tidak, dari celah gua ia mampu melihat para pemburu
itu berada di atas kepalanya. Setengah berbisik berkatalah Abu Bakar; “Wahai
Rasulullah, jika mereka melihat ke kaki-kaki mereka, sesungguhnya mereka
pasti melihat kita berdua”.
Rasulullah SAW memandang Abu Bakar penuh
makna. Ditepuknya punggung sahabat dekatnya ini pelan sambil berujar;
“Janganlah engkau kira kita hanya berdua. Sesungguhnya kita bertiga, dan yang
ketiga adalah Dia, yang menggenggam kekuasaan maha, Allah”.
Sejenak ketenangan menyapa Abu Bakar. Sama
sekali ia tidak mengkhawatirkan keselamatannya. Kematian baginya bukan
apa-apa, ia hanya lelaki biasa. Sedang, untuk lelaki tampan yang kini dekat
disampingnya, keselamatan di atas mati dan hidupnya. Bagaimana semesta
jadinya tanpa penerang. Bagaimana Yastrib jika harus kehilangan purnama.
Bagaimana dunia tanpa benderang penyampai wahyu. Sungguh, ia tak gentar
dengan tajam mata pedang para pemuda Quraisy, yang akan merobek lambung serta
menumpahkan darahnya. Sungguh, ia tidak khawatir runcing anak panah yang akan
menghunjam setiap jengkal tubuhnya. Ia hanya takut, Muhammad, ya Muhammad,
mereka membunuh Muhammad.
Berdua mereka berhadapan, dan mereka sepakat
untuk bergantian berjaga. Dan keakraban mempesona itu bukan sebuah
kebohongan. Abu Bakar memandang wajah syahdu di depannya dalam hening. Setiap
guratan di wajah indah itu ia perhatikan seksama. Aduhai betapa ia men-cintai
putra Abdullah. Kelelahan yang mendera setelah perjalanan jauh, seketika
seperti ditelan kegelapan gua. Wajah di depannya yang saat itu berada nyata,
meleburkan penat yang ia rasa. Hanya ada satu nama yang berdebur dalam
dadanya. Cinta.
Sejeda kemudian, Muhammad melabuhkan kepalanya
di pangkuan Abu Bakar. Dan seperti anak kecil, Abu Bakar berenang dalam
samudera kegembiraan yang sempurna. Tak ada lagi yang dapat memesonakannya
selama hidup kecuali saat kepala Nabi yang ummi berbantalkan kedua pahanya.
Mata Rasulullah terpejam. Dengan hati-hati, seperti seorang ibu, telapak
tangan Abu Bakar, mengusap peluh di kening Rasulullah. Masih dalam senyap,
Abu Bakar terus terpesona dengan sosok cinta yang tengah beristirahat diam di
pangkuannya. Sebuah asa mengalun dalam hatinya “Allah, betapa ingin hamba
menikmati ini selamanya”.
Nafas harum itu terhembus satu-satu, menyapa
wajah Abu Bakar yang sangat dekat. Abu Bakar tersenyum, sepenuh kalbu ia
menatapnya lagi. Tak jenuh, tak bosan. Dan seketika wajahnya muram. Ia
teringat perlakuan orang-orang Quraisy yang memburu Purnama Madinah seperti
memburu hewan buruan. Bagaimana mungkin mereka begitu keji mengganggu cucu
Abdul Muthalib, yang begitu santun dan amanah. Mendung di wajah Abu bakar
belum juga surut. Sebuah kuntum azzam memekar di kedalaman hatinya, begitu
semerbak. “Selama hayat berada dalam raga, aku Abu Bakar, akan selalu berada
di sampingmu, untuk membelamu dan tak akan membiarkan sesiapapun
menganggumu”.
Sunyi tetap terasa. Gua itu begitu dingin dan
remang-remang. Abu Bakar menyandarkan punggung di dinding gua. Rasulullah
SAW, masih saja mengalun dalam istirahatnya. Dan tiba-tiba saja, seekor ular
mendesis-desis perlahan mendatangi kaki Abu Bakar yang terlentang. Abu Bakar
menatapnya waspada, ingin sekali ia menarik kedua kakinya untuk menjauh dari
hewan berbisa ini. Namun, keinginan itu dienyahkannya dari benak, tak ingin
ia mengganggu tidur nyaman Rasulullah SAW. Bagaimana mungkin, ia tega
membangunkan kekasihnya itu.
Abu Bakar meringis, ketika ular itu menggigit
pergelangan kakinya, tapi kakinya tetap saja tak bergerak sedikitpun. Dan
ular itu pergi setelah beberapa lama. Dalam hening, sekujur tubuhnya terasa
panas. Bisa ular segera menjalar cepat. Abu Bakar menangis diam-diam. Rasa
sakit itu tak dapat ditahan lagi. Tanpa sengaja, air matanya menetes mengenai
pipi Rasulullah yang tengah berbaring. Abu Bakar menghentikan tangisannya,
kekhawatirannya terbukti, Rasulullah terjaga dan menatapnya penuh rasa ingin
tahu.
“Wahai hamba Allah, apakah engkau menangis
karena menyesal mengikuti perjalanan ini” suara Rasulullah memenuhi udara
gua.
“Tentu saja tidak, saya ridha dan ikhlas
mengikutimu kemana pun” Potong Abu Bakar masih dalam kesakitan.
“Lalu mengapakah, engkau meluruhkan air mata?”
Tanya Rasulullah lagi kepada sahabatnya itu.
“Seekor ular, baru saja menggigit saya, wahai
putra Abdullah, dan bisanya menjalar begitu cepat”
Rasulullah menatap Abu Bakar penuh keheranan,
tak seberapa lama bibir manisnya bergerak “Mengapa engkau tidak
menghindarinya?”
“Saya khawatir membangunkan engkau dari lelap”
Jawab Abu Bakar sendu. Sebenarnya ia kini menyesal karena tidak dapat menahan
air mata-nya hingga mengenai pipi Rasulullah dan membuatnya terjaga.
Saat itu, air mata bukan milik Abu Bakar saja.
Selanjutnya mata Al-Musthafa berkabut dan bening air mata tergenang di
pelupuknya. Betapa indah sebuah ukhuwah (ikatan persaudaraan).
“Sungguh bahagia, aku memiliki seorang
sepertimu wahai putra Abu Quhafah. Sesungguhnya Allah SWT sebaik-baik pemberi
balasan”. Tanpa menunggu waktu, dengan penuh kasih sayang, Al-Musthafa lalu
meraih pergelangan kaki yang digigit ular. Dengan mengagungkan nama Allah
Pencipta semesta, Nabi Muhammad SAW mengusap bekas gigitan itu dengan
ludahnya. Maha Suci Allah, seketika rasa sakit itu tak lagi ada. Abu Bakar
segera menarik kakinya karena malu. Nabi masih memandangnya sayang.
“Bagaimana mungkin, mereka para kafir tega
menyakiti manusia indah sepertimu. Bagaimana mungkin?” Nyaring kata hati Abu
Bakar kemudian.
Gua Tsur kembali ditelan senyap. Kini giliran
Abu Bakar yang beristirahat dan Rasulullah berjaga. Dan, Abu Bakar menggeleng
kuat-kuat ketika Rasulullah SAW menawarkan pangkuannya. Tak akan rela,
dirinya membebani pangkuan penuh berkah itu.
Pada malam berikutnya, Abdullah datang ke gua
bersama saudara perempuannya Asma membawakan makanan. Mereka melaporkan bahwa
Quraisy menawarkan hadiah seratus ekor unta bagi siapa saja yang dapat
menemukan Muhammad dan membawanya kembali ke Makkah.
Pada hari ketiga, para pencari melakukan
pencarian di bukit Tsawr. Mereka memanjat ke arah gua. Rasulullah yang berada
di dalam gua bersama Abu Bakar menoleh ke arah Abu Bakar, “Jangan bersedih,
karena sesungguhnya Allah beserta kita.” (QS. At-Taubah [9] ayat 40), namun
saat para pencari berada di muka gua, mereka sepakat untuk tidak mencari ke
dalam karena menurut mereka Rasulullah SAW tidak mungkin berada di dalamnya.
Ketika para pencari telah pergi, Rasulullah
dan Abu Bakar pergi ke mulut gua. Di sana, di depannya, hampir menutupi jalan
masuk, ada sebuah pohon akasia kira-kira setengah tinggi manusia yang pagi
itu belum ada, dan di celah antara pohon dan dinding gua terdapat seekor
laba-laba telah membuat sarangnya. Bahkan di tempat orang yang
kemungkinan melangkah ada seekor burung merpati telah bersarang dan
sedang duduk seakan akan mengerami telur telurnya.
Ketika itu Asma dan Abdullah telah kembali ke
gua, dengan tidak mengganggu hewan-hewan yang telah melindungi mereka dari
para pencari tersebut, Rasulullah dan Abu Bakar lalu meninggalkan gua. Kala
itu Rasulullah SAW menunggangi unta kesayangannya Qashwa untuk menuju Yastrib
(Madinah).
Setibanya di Yastrib, mereka di sambut dengan
penuh suka cita dan penghargaan yang luarbiasa dari warga disana. Sehingga
dengan demikian, maka berakhirlah perjalanan hijrah mereka yang penuh
tantangan itu. Dan sejak saat itu pula, maka Abdullah ibn Abi Quhafah atau
Abu Bakar Ash-Shiddiq RA memulai kehidupannya yang baru dengan penuh
kemuliaan.
Memeluk Islam
Dalam kitab Hayatussahabah, bab Dakwah
Muhammad kepada perorangan, dituliskan bahwa Abu bakar masuk Islam setelah
diajak oleh Nabi[1] Abubakar kemudian [dakwah|mendakwahkan] ajaran Islam
kepada Utsman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Saad bin
Abi Waqas dan beberapa tokoh penting dalam Islam lainnya.
Istrinya Qutaylah binti Abdul Uzza tidak
menerima Islam sebagai agama sehingga Abu Bakar menceraikannya. Istrinya yang
lain, Um Ruman, menjadi Muslimah. Juga semua anaknya kecuali 'Abd Rahman bin
Abu Bakar, sehingga ia dan 'Abd Rahman berpisah.
Penyiksaan oleh Quraisy
Sebagaimana yang juga dialami oleh para
pemeluk Islam pada masa awal. Ia juga mengalami penyiksaan yang dilakukan
oleh penduduk Mekkah yang mayoritas masih memeluk agama nenek moyang mereka.
Namun, penyiksaan terparah dialami oleh mereka yang berasal dari golongan
budak. Sementara para pemeluk non budak biasanya masih dilindungi oleh para
keluarga dan sahabat mereka, para budak disiksa sekehendak tuannya. Hal ini
mendorong Abu Bakar membebaskan para budak tersebut dengan membelinya dari
tuannya kemudian memberinya kemerdekaan.
Ketika peristiwa Hijrah, saat Nabi Muhammad
SAW pindah ke Madinah (622 M), Abu Bakar adalah satu-satunya orang yang
menemaninya. Abu Bakar juga terikat dengan Nabi Muhammad secara kekeluargaan.
Anak perempuannya, Aisyah menikah dengan Nabi Muhammad beberapa saat setelah
Hijrah.
Menjadi Khalifah
Selama masa sakit Rasulullah SAW saat menjelang
ajalnya, dikatakan bahwa Abu Bakar ditunjuk untuk menjadi imam salat
menggantikannya, banyak yang menganggap ini sebagai indikasi bahwa Abu Bakar
akan menggantikan posisinya. Segera setelah kematiannya, dilakukan musyawarah
di kalangan para pemuka kaum Anshar dan Muhajirin di Madinah, yang akhirnya
menghasilkan penunjukan Abu Bakar sebagai pemimpin baru umat Islam atau
khalifah Islam pada tahun ((632)) M.
Apa yang terjadi saat musyawarah tersebut
menjadi sumber perdebatan. Penunjukan Abu Bakar sebagai khalifah adalah
subyek kontroversial dan menjadi sumber perpecahan pertama dalam Islam,
dimana umat Islam terpecah menjadi kaum Sunni dan Syi'ah. Di satu sisi kaum
Syi'ah percaya bahwa seharusnya Ali bin Abi Thalib (menantu nabi Muhammad)
yang menjadi pemimpin dan dipercayai ini adalah keputusan Rasulullah SAW
sendiri sementara kaum sunni berpendapat bahwa Rasulullah SAW menolak untuk
menunjuk penggantinya. Kaum sunni berargumen bahwa Muhammad mengedepankan
musyawarah untuk penunjukan pemimpin.sementara muslim syi'ah berpendapat
bahwa nabi dalam hal-hal terkecil seperti sebelum dan sesudah makan, minum,
tidur, dll, tidak pernah meninggal umatnya tanpa hidayah dan bimbingan
apalagi masalah kepemimpinan umat terahir. Banyak hadits yang menjadi rujukan
dari kaum Sunni maupun Syi'ah tentang siapa khalifah sepeninggal Rasulullah
saw, serta jumlah pemimpin islam yang dua belas. Terlepas dari kontroversi
dan kebenaran pendapat masing-masing kaum tersebut, Ali sendiri secara formal
menyatakan kesetiaannya (berbai'at) kepada Abu Bakar dan dua khalifah
setelahnya (Umar bin Khattab dan Usman bin Affan). Kaum sunni menggambarkan
pernyataan ini sebagai pernyataan yang antusias dan Ali menjadi pendukung
setia Abu Bakar dan Umar. Sementara kaum syi'ah menggambarkan bahwa Ali melakukan
baiat tersebut secara pro forma, mengingat ia berbaiat setelah sepeninggal
Fatimah istrinya yang berbulan bulan lamanya dan setelah itu ia menunjukkan
protes dengan menutup diri dari kehidupan publik.
Perang Ridda
Segera setelah suksesi Abu Bakar, beberapa
masalah yang mengancam persatuan dan stabilitas komunitas dan negara Islam
saat itu muncul. Beberapa suku Arab yang berasal dari Hijaz dan Nejed
membangkang kepada khalifah baru dan sistem yang ada. Beberapa di antaranya
menolak membayar zakat walaupun tidak menolak agama Islam secara utuh.
Beberapa yang lain kembali memeluk agama dan tradisi lamanya yakni
penyembahan berhala. Suku-suku tersebut mengklaim bahwa hanya memiliki
komitmen dengan Nabi Muhammad SAW dan dengan kematiannya komitmennya tidak
berlaku lagi. Berdasarkan hal ini Abu Bakar menyatakan perang terhadap mereka
yang dikenal dengan nama perang Ridda. Dalam perang Ridda peperangan terbesar
adalah memerangi "Ibnu Habib al-Hanafi" yang lebih dikenal dengan
nama Musailamah Al-Kazab (Musailamah si pembohong), yang mengklaim dirinya
sebagai nabi baru menggantikan Nabi Muhammad SAW. Musailamah kemudian
dikalahkan pada pertempuran Akraba oleh Khalid bin Walid.
Ekspedisi ke utara
Setelah menstabilkan keadaan internal dan
secara penuh menguasai Arab, Abu Bakar memerintahkan para jenderal Islam
melawan kekaisaran Bizantium dan Kekaisaran Sassanid. Khalid bin Walid
menaklukkan Irak dengan mudah sementara ekspedisi ke Suriah juga meraih
sukses.
Qur'an
Abu Bakar juga berperan dalam pelestarian
teks-teks tertulis Al Qur'an. Dikatakan bahwa setelah kemenangan yang sangat
sulit saat melawan Musailamah dalam perang Ridda, banyak penghafal Al Qur'an
yang ikut tewas dalam pertempuran. Umar lantas meminta Abu Bakar untuk mengumpulkan
koleksi dari Al Qur'an. oleh sebuah tim yang diketuai oleh sahabat Zaid bin
Tsabit, mulailah dikumpulkan lembaran-lembaran Al-quran dari para penghafal
Al-Quran dan tulisan-tulisan yang terdapat pada media tulis seperti tulang,
kulit dan lain sebagainya,setelah lengkap penulisan ini maka kemudian
disimpan oleh Abu Bakar. setelah Abu Bakar meninggal maka disimpan oleh Umar
bin Khaththab dan kemudian disimpan oleh Hafsah, anak dari Umar dan juga
istri dari Nabi Muhammad SAW. Kemudian pada masa pemerintahan Usman bin Affan
koleksi ini menjadi dasar penulisan teks al Qur'an yang dikenal saat ini.
Shalatnya Sayidina Abu Bakar ash-Shidiq
Beliau
sangat mudah mencucurkan air mata saat membaca Al Quran dalam shalatnya. Hal
ini disebabkan karena banyaknya pengalaman hidup beliau bersama Al Quran.
Sehingga beliau tidak mampu menahan perasaannya dari kejadian kejadian yang
pernah dialaminya ketika membaca Al Quran.
Sebagaimana
yang dijelaskan dalam hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha ketika Nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata “Mereka melalui Abu Bakar yang sedang
shalat bersama dengan yang lainnya.” Aisyah menuturkan, Saya pun berkata
kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
“Wahai
Rasulullah, sesungguhnya Abu Bakar adalah seorang laki laki
yang lembut hatinya, apabila telah membaca Al Quran beliau tidak mampu
menahan cucuran air mata dari keduanya.” (HR Muslim)
Adapun
kekhusyukan beliau serta tangisan beliau di dalam shalat, benar-benar
berpengaruh besar kepada orang-orang di sekelilingnya.Hal ini menyebabkan
orang-orang Quraisy yang menguasai Mekah pada waktu itu mengajukan sejumlah
syarat kepada beliau ketika beliau menunaikan shalat.
Akhirnya
kaum kafir Quraisy menemui Ibnu Ad Daghinah yang saat itu memberikan jaminan
keamana kepada Abu BakarAsh Shiddiq. Mereka berkata kepadanya, “Wahai Ibnu Ad
Daghinah, suruhlah Abu Bakar untuk beribadah kepada Rabbnya di rumahnya,
hendaklah dia shalat dan membaca apa yang dia kehendaki dan janganlah dia
menyakiti kami. Sesungguhnya kami khawatir perkara itu menjadi fitnah bagi
anak dan istri kami.”
Ibnu Ad
Daghinah pun mengatakan hal itu kepada Abu Bakar, sehingga beliau
mulai beribadah kepada Allah di rumahnya, dengan tidak mengeraskan shalatnya
begitupun dengan bacaannya.
Kemudian Abu
Bakar mulai membangun sebuah masjid di halaman rumahnya, beliau
shalat dan membaca Al Quran di masjid itu. Pada saat itu, berkumpullah
istri-istri dari kalangan orang musyrik dan anak-anak mereka, mereka begitu
kagum akan shalat yang didirikan Abu Bakar dengan terus memperhatikannya. Abu
Bakar adalah seorang laki laki yang sering menangis, beliau tidak bisa
menahan air matanya ketika membaca AL Quran (Kisah ini diriwayatkan oleh Al
Bukhari dan Ibnu Hiban)
Sahl
bin Sa’d dia berkata, “Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu tidak pernah melirik
ketika dalam shalat.” (Fadhail Ash Shahabat I/208, Imam Ahmad)
Mujahis
menuturkan, “Keadaan Ibnu Az Zubair ketika dia berdiri menunaikan shalat,
seperti sebuah kayu yang kokoh (tidak bergerak).” Dikisahkan pula bahwa Abu
Bakar pun seperti itu ketika shalat. Abdurrazaq berkata, “Penduduk Mekah
menuturkan bahwa Ibnu Zubair mencontohshalat dari Abu Bakar, dan Abu Bakar
mencontohnya dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Fadhail Ash
Shahabat I/208, Imam Ahmad)
Shalatnya
Para Kekasih Allah karya Ahmad Musthafa Ath Thathawi (Terjemah dari buku
Shalat Ash Shalihin wa Qishash Al ‘Abidin)
Kemuliaan Sahabat Abu Bakar ash-Shidiq
Imam
Bukhari rahimahullah membuat
bab di dalam Kitab Fadha’il
ash-Shahabah [Fath al-Bari Juz
7 hal. 15] dengan judul ‘Bab;
Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Tutuplah pintu-pintu -di dinding
masjid- kecuali pintu Abu Bakar.” Di dalamnya beliau
menyebutkan sebuah riwayat dari Abu Sa’id al-Khudriradhiyallahu’anhu. Untuk lebih jelasnya,
marilah kita simak penuturan Imam Bukhari tersebut.
Imam Bukhari berkata:
Abdullah bin Muhammad menuturkan kepada
kami. [Dia berkata]: Abu ‘Amir menuturkan
kepada kami. Dia berkata: Fulaih menuturkan
kepada kami. Dia berkata: Salim
Abu Nazhar menuturkan kepadaku dariBusr bin Sa’id dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu’anhu, beliau berkata:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah kepada
orang-orang (para sahabat). Beliau mengatakan,“Sesungguhnya Allah memberikan tawaran kepada seorang hamba;
antara dunia dengan apa yang ada di sisi-Nya. Ternyata hamba itu lebih
memilih apa yang ada di sisi Allah.”
Beliau
-Abu Sa’id- berkata: “Abu Bakar pun menangis. Kami merasa heran karena
tangisannya. Tatkala Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam memberitakan ada seorang hamba yang diberikan tawaran.
Ternyata yang dimaksud hamba yang diberikan tawaran itu adalah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Memang, Abu Bakar adalah orang yang paling berilmu di antara
kami.”
Kemudian
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Sesungguhnya
orang yang paling berjasa kepadaku dengan ikatan persahabatan dan dukungan
hartanya adalah Abu Bakar. Seandainya aku boleh mengangkat seorang Khalil
-kekasih terdekat- selain Rabb-ku niscaya akan aku jadikan Abu Bakar sebagai
Khalil-ku. Namun, cukuplah -antara aku dengan Abu Bakar- ikatan persaudaraan
dan saling mencintai karena Islam. Dan tidak boleh ada satu pun pintu yang
tersisa di [dinding] masjid ini kecuali pintu Abu Bakar.”
Hadits
ini juga diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya, di Kitab Fadha’il ash-Shahabah (lihat Syarh Nawawi Juz 8 hal. 7-8)
Berikut ini
pelajaran-pelajaran yang bisa dipetik dari hadits di atas. Kami sarikan dari
keterangan al-Hafizh Ibnu Hajar dan Imam an-Nawawi. Semoga bermanfaat.
1. Hadits ini mengandung keistimewaan yang sangat jelas pada diri
Abu Bakar ash-Shiddiqradhiyallahu’anhu yang
tidak ditandingi oleh siapapun -di antara para sahabat-. Hal itu disebabkan
beliau berhak mendapat predikat Khalil -kekasih
terdekat- bagi Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam kalaulah bukan karena faktor penghalang yang disebutkan
oleh Nabi di atas (lihat Fath
al-Bari [7/17 dan 19])
2. Abu Bakar radhiyallahu’anhu mengetahui
bahwa seorang hamba yang diberikan tawaran tersebut adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh sebab itu beliau
pun menangis karena sedih akan berpisah dengannya, terputusnya wahyu, dan
akibat lain yang akan muncul setelahnya (lihat Syarh Nawawi [8/7])
3. Hadits ini menunjukkan bahwa semestinya masjid dijaga agar tidak
menjadi seperti jalan tempat berlalu-lalangnya manusia kecuali dalam kondisi
darurat yang sangat penting (lihat Fath al-Bari [7/19])
4. Para ulama itu memiliki pemahaman yang bertingkat-tingkat.
Setiap orang yang lebih tinggi pemahamannya maka ia layak untuk disebut
sebagai a’lam (orang
yang lebih tahu) (lihat Fath
al-Bari[7/19])
5. Hadits ini mengandung motivasi untuk lebih memilih pahala
akhirat daripada perkara-perkara dunia (lihat Fath al-Bari [7/19])
6. Hendaknya seorang berterima kasih kepada orang lain yang telah
berbuat baik kepadanya dan menyebutkan keutamaannya (lihat Fath al-Bari [7/19])
Kematian
Abu Bakar meninggal pada tanggal 23 Agustus
634 di Madinah karena sakit yang dideritanya pada usia 61 tahun. Abu Bakar
dimakamkan di rumah putrinya Aisyah di dekat masjid Nabawi, di samping makam
Nabi Muhammad.
*****
Rasulullah pernah bersabda; “Sekiranya saya
boleh mengambil seseorang untuk dijadikan (khalil) teman dekat; maka aku akan
memilih Abu Bakar, tapi Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah saudaraku dan sahabatku”
(HR. Al-Bukhari)
Jadi, sungguh luarbiasa sahabat Rasulullah SAW
yang satu ini. Sulit untuk dicari tandingannya dan rumit pula untuk merangkai
kata indah yang bisa memujinya. Sehingga yang tertinggal adalah rasa kagum
dan penghargaan yang tinggi baginya. Tentang betapa sejatinya sikap persahabatan
dan persaudaraanya. Tentang betapa murni kecintaannya kepada kekasih Allah
SWT itu, Rasulullah Muhamad SAW. Yang dapat meluluhkan hati yang keras dan
membuat mata ini berderai airnya di atas pipi kanan dan kiriku.
|
Kisah
Khalifah Abu Bakar As-Siddiq RA
(tahun
11-13 H/632-634 M)
Nama lengkap beliau adalah Abdullah
bin Utsman bin Amir bin Amru bin Ka`ab bin Sa`ad bin Taim bin Murrah bin Ka`ab
bin Lu`ai bin Ghalib bin Fihr al-Qurasy at-Taimi – radhiyallahu` anhu. Bertemu
nasabnya dengan Nabi pada kakeknya Murrah bin Ka’ab bin Lu’ai. Abu Bakar adalah
shahabat Rasulullah – shalallahu`alaihi was salam – yang telah menemani
Rasulullah sejak awal diutusnya beliau sebagai Rasul, beliau termasuk orang
yang awal masuk Islam. Abu Bakar memiliki julukan “ash-Shiddiq” dan “Atiq”.
Ada yang berkata bahwa Abu Bakar dijuluki “ash-Shiddiq” karena ketika terjadi peristiwa isra` mi`raj, orang-orang mendustakan kejadian tersebut, sedangkan Abu Bakar langsung membenarkan.
Allah telah mempersaksikan persahabatan Rasulullah dengan Abu Bakar dalam Al-Qur`an, yaitu dalam firman-Nya : “…sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada sahabatnya: `Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita’.” (QS at-Taubah : 40)
`Aisyah, Abu Sa’id dan Ibnu Abbas dalam menafsirkan ayat ini mengatakan : “Abu Bakar-lah yang mengiringi Nabi dalam gua tersebut.”
Allah juga berfirman : “Dan orang yang membawa kebenaran dan membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (az-Zumar : 33)
Al-Imam adz-Dzahabi setelah membawakan ayat ini dalam kitabnya al-Kabaa`ir, beliau meriwayatkan bahwa Ja`far Shadiq berujar :”Tidak ada perselisihan lagi bahwa orang yang datang dengan membawa kebenaran adalah Rasulullah, sedangkan yang membenarkannya adalah Abu Bakar. Masih adakah keistimeaan yang melebihi keistimeaannya di tengah-tengah para Shahabat?”
Dari Amru bin al-Ash radhiyallahu` anhu, bahwa Rasulullah mengutusnya atas pasukan Dzatus Salasil : “Aku lalu mendatangi beliau dan bertanya “Siapa manusia yang paling engkau cintai?” beliau bersabda :”Aisyah” aku berkata : “kalau dari lelaki?” beliau menjawab : “ayahnya (Abu Bakar)” aku berkata : “lalu siapa?” beliau menjawab: “Umar” lalu menyebutkan beberapa orang lelaki.” (HR.Bukhari dan Muslim)
“Sesungguhnya Allah telah menjadikanku sebagai kekasih-Nya, sebagaimana Dia menjadikan Ibrahim sebagai kekasih-Nya. Dan kalau saja aku mengambil dari umatku sebagai kekasih, akan aku jadikan Abu Bakar sebagai kekasih.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari Abu Sa`id radhiyallahu` anhu, bahwa Rasulullah duduk di mimbar, lalu bersabda :”Sesungguhnya ada seorang hamba yang diberi pilihan oleh Allah, antara diberi kemewahan dunia dengan apa yang di sisi-Nya. Maka hamba itu memilih apa yang di sisi-Nya” lalu Abu bakar menangis dan menangis, lalu berkata :”ayah dan ibu kami sebagai tebusanmu” Abu Sa`id berkata : “yang dimaksud hamba tersebut adalah Rasulullah, dan Abu Bakar adalah orang yang paling tahu diantara kami” Rasulullah bersabda : “Sesungguhnya orang yang paling banyak memberikan perlindungan kepadaku dengan harta dan persahabatannya adalah Abu Bakar. Andaikan aku boleh mengambil seorang kekasih (dalam riwayat lain ada tambahan : “selain rabb-ku”), niscaya aku akan mengambil Abu Bakar sebagai kekasihku. Tetapi ini adalah persaudaraan dalam Islam. Tidak ada di dalam masjid sebuah pintu kecuali telah ditutup, melainkan hanya pintu Abu Bakar saja (yang masih terbuka).” (HR. Bukhari dan Muslim)
Rasulullah bersabda : “Sesungguhnya Allah telah mengutusku kepada kalian semua. Namun kalian malah berkata `kamu adalah pendusta’. Sedangkan Abu Bakar membenarkan (ajaranku). Dia telah membantuku dengan jiwa dan hartanya. Apakah kalian akan meninggalkan aku (dengan meninggalkan) shahabatku?” Rasulullah mengucapkan kalimat itu 2 kali. Sejak itu Abu bakar tidak pernah disakiti (oleh seorangpun dari kaum muslimin). (HR. Bukhari)
Masa Kekhalifahan
Dalam riwayat al-Bukhari diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu` anha, bahwa ketika Rasulullah wafat, Abu Bakar datang dengan menunggang kuda dari rumah beliau yang berada di daerah Sunh. Beliau turun dari hewan tunggangannya itu kemudian masuk ke masjid. Beliau tidak mengajak seorang pun untuk berbicara sampai akhirnya masuk ke dalam rumah Aisyah. Abu Bakar menyingkap wajah Rasulullah yang ditutupi dengan kain kemudian mengecup keningnya. Abu Bakar pun menangis kemudian berkata : “demi ayah dan ibuku sebagai tebusanmu, Allah tidak akan menghimpun dua kematian pada dirimu. Adapun kematian yang telah ditetapkan pada dirimu, berarti engkau memang sudah meninggal.”Kemudian Abu Bakar keluar dan Umar sedang berbicara dihadapan orang-orang. Maka Abu Bakar berkata : “duduklah wahai Umar!” Namun Umar enggan untuk duduk. Maka orang-orang menghampiri Abu Bakar dan meninggalkan Umar. Abu Bakar berkata : “Amma bad`du, barang siapa diantara kalian ada yang menyembah Muhammad, maka sesungguhnya Muhammad telah mati. Kalau kalian menyembah Allah, maka sesungguhnya Allah Maha Hidup dan tidak akan pernah mati. Allah telah berfirman :
“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul .... kamu berbalik ke belakang (murtad)? barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (QS Ali Imran : 144)
Ibnu Abbas radhiyallahu` anhuma berkata : “demi Allah, seakan-akan orang-orang tidak mengetahui bahwa Allah telah menurunkan ayat ini sampai Abu Bakar membacakannya. Maka semua orang menerima ayat Al-Qur`an itu, tak seorangpun diantara mereka yang mendengarnya melainkan melantunkannya.”
Sa`id bin Musayyab rahimahullah berkata : bahwa Umar ketika itu berkata : “Demi Allah, sepertinya aku baru mendengar ayat itu ketika dibaca oleh Abu Bakar, sampai-sampai aku tak kuasa mengangkat kedua kakiku, hingga aku tertunduk ke tanah ketika aku mendengar Abu Bakar membacanya. Kini aku sudah tahu bahwa nabi memang sudah meninggal.”
Dalam riwayat al-Bukhari lainnya, Umar berkata : “maka orang-orang menabahkan hati mereka sambil tetap mengucurkan air mata. Lalu orang-orang Anshor berkumpul di sekitar Sa`ad bin Ubadah yang berada di Saqifah Bani Sa`idah” mereka berkata : “Dari kalangan kami (Anshor) ada pemimpin, demikian pula dari kalangan kalian!” maka Abu Bakar, Umar dan Abu Ubaidah bin al-Jarroh mendekati mereka. Umar mulai bicara, namun segera dihentikan Abu Bakar. Dalam hal ini Umar berkata : “Demi Allah, yang kuinginkan sebenarnya hanyalah mengungkapkan hal yang menurutku sangat bagus. Aku khawatir Abu Bakar tidak menyampaikannya” Kemudian Abu Bakar bicara, ternyata dia orang yang terfasih dalam ucapannya, beliau berkata : “Kami adalah pemimpin, sedangkan kalian adalah para menteri.” Habbab bin al-Mundzir menanggapi : “Tidak, demi Allah kami tidak akan melakukannya, dari kami ada pemimpin dan dari kalian juga ada pemimpin.” Abu Bakar menjawab : “Tidak, kami adalah pemimpin, sedangkan kalian adalah para menteri. Mereka (kaum Muhajirin) adalah suku Arab yang paling adil, yang paling mulia dan paling baik nasabnya. Maka baiatlah Umar atau Abu Ubaidah bin al-Jarroh.”Maka Umar menyela : “Bahkan kami akan membai`atmu. Engkau adalah sayyid kami, orang yang terbaik diantara kami dan paling dicintai Rasulullah.” Umar lalu memegang tangan Abu Bakar dan membai`atnya yang kemudian diikuti oleh orang banyak. Lalu ada seorang yang berkata : “kalian telah membunuh (hak khalifah) Sa`ad (bin Ubadah).” Maka Umar berkata : “Allah yang telah membunuhnya.” (Riwayat Bukhari)
Menurut `ulama ahli sejarah, Abu Bakar menerima jasa memerah susu kambing untuk penduduk desa. Ketika beliau telah dibai`at menjadi khalifah, ada seorang wanita desa berkata : “sekarang Abu Bakar tidak akan lagi memerahkan susu kambing kami.” Perkataan itu didengar oleh Abu Bakar sehingga dia berkata : “tidak, bahkan aku akan tetap menerima jasa memerah susu kambing kalian. Sesungguhnya aku berharap dengan jabatan yang telah aku sandang sekarang ini sama sekali tidak merubah kebiasaanku di masa silam.” Terbukti, Abu Bakar tetap memerahkan susu kambing-kambing mereka.
Ketika Abu Bakar diangkat sebagai khalifah, beliau memerintahkan Umar untuk mengurusi urusan haji kaum muslimin. Barulah pada tahun berikutnya Abu Bakar menunaikan haji. Sedangkan untuk ibadah umroh, beliau lakukan pada bulan Rajab tahun 12 H. beliau memasuki kota Makkah sekitar waktu dhuha dan langsung menuju rumahnya. Beliau ditemani oleh beberapa orang pemuda yang sedang berbincang-bincang dengannya. Lalu dikatakan kepada Abu Quhafah (Ayahnya Abu Bakar) : “ini putramu (telah datang)!”
Maka Abu Quhafah berdiri dari tempatnya. Abu Bakar bergegas menyuruh untanya untuk bersimpuh. Beliau turun dari untanya ketika unta itu belum sempat bersimpuh dengan sempurna sambil berkata : “wahai ayahku, janganlah anda berdiri!” Lalu Abu Bakar memeluk Abu Quhafah dan mengecup keningnya. Tentu saja Abu Quhafah menangis sebagai luapan rasa bahagia dengan kedatangan putranya tersebut.
Setelah itu datanglah beberapa tokoh kota Makkah seperti Attab bin Usaid, Suhail bin Amru, Ikrimah bin Abi Jahal, dan al-Harits bin Hisyam. Mereka semua mengucapkan salam kepada Abu Bakar : “Assalamu`alaika wahai khalifah Rasulullah!” mereka semua menjabat tangan Abu Bakar. Lalu Abu Quhafah berkata : “wahai Atiq (julukan Abu Bakar), mereka itu adalah orang-orang (yang baik). Oleh karena itu, jalinlah persahabatan yang baik dengan mereka!” Abu Bakar berkata : “Wahai ayahku, tidak ada daya dan upaya kecuali hanya dengan pertolongan Allah. Aku telah diberi beban yang sangat berat, tentu saja aku tidak akan memiliki kekuatan untuk menanggungnya kecuali hanya dengan pertolongan Allah.” Lalu Abu Bakar berkata : “Apakah ada orang yang akan mengadukan sebuah perbuatan dzalim?” Ternyata tidak ada seorangpun yang datang kepada Abu Bakar untuk melapor sebuah kedzaliman. Semua orang malah menyanjung pemimpin mereka tersebut.
Wafatnya
Menurut para `ulama ahli sejarah Abu Bakar meninggal dunia pada malam selasa, tepatnya antara waktu maghrib dan isya pada tanggal 8 Jumadil awal 13 H. Usia beliau ketika meninggal dunia adalah 63 tahun. Beliau berwasiat agar jenazahnya dimandikan oleh Asma` binti Umais, istri beliau. Kemudian beliau dimakamkan di samping makam Rasulullah. Umar mensholati jenazahnya diantara makam Nabi dan mimbar (ar-Raudhah) . Sedangkan yang turun langsung ke dalam liang lahat adalah putranya yang bernama Abdurrahman (bin Abi Bakar), Umar, Utsman, dan Thalhah bin Ubaidillah.
Sumber :
-Al-Bidayah wan Nihayah, Masa Khulafa’ur Rasyidin Tartib wa Tahdzib Kitab al-Bidayah wan Nihayah karya Ibnu Katsir. - Shifatush-Shofwah karya Ibnul Jauzi. Tahdzib Syarh Ath-Thahawiyah -Al-Kabaa`ir karya Adz-Dzahabi.
Ada yang berkata bahwa Abu Bakar dijuluki “ash-Shiddiq” karena ketika terjadi peristiwa isra` mi`raj, orang-orang mendustakan kejadian tersebut, sedangkan Abu Bakar langsung membenarkan.
Allah telah mempersaksikan persahabatan Rasulullah dengan Abu Bakar dalam Al-Qur`an, yaitu dalam firman-Nya : “…sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada sahabatnya: `Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita’.” (QS at-Taubah : 40)
`Aisyah, Abu Sa’id dan Ibnu Abbas dalam menafsirkan ayat ini mengatakan : “Abu Bakar-lah yang mengiringi Nabi dalam gua tersebut.”
Allah juga berfirman : “Dan orang yang membawa kebenaran dan membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (az-Zumar : 33)
Al-Imam adz-Dzahabi setelah membawakan ayat ini dalam kitabnya al-Kabaa`ir, beliau meriwayatkan bahwa Ja`far Shadiq berujar :”Tidak ada perselisihan lagi bahwa orang yang datang dengan membawa kebenaran adalah Rasulullah, sedangkan yang membenarkannya adalah Abu Bakar. Masih adakah keistimeaan yang melebihi keistimeaannya di tengah-tengah para Shahabat?”
Dari Amru bin al-Ash radhiyallahu` anhu, bahwa Rasulullah mengutusnya atas pasukan Dzatus Salasil : “Aku lalu mendatangi beliau dan bertanya “Siapa manusia yang paling engkau cintai?” beliau bersabda :”Aisyah” aku berkata : “kalau dari lelaki?” beliau menjawab : “ayahnya (Abu Bakar)” aku berkata : “lalu siapa?” beliau menjawab: “Umar” lalu menyebutkan beberapa orang lelaki.” (HR.Bukhari dan Muslim)
“Sesungguhnya Allah telah menjadikanku sebagai kekasih-Nya, sebagaimana Dia menjadikan Ibrahim sebagai kekasih-Nya. Dan kalau saja aku mengambil dari umatku sebagai kekasih, akan aku jadikan Abu Bakar sebagai kekasih.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari Abu Sa`id radhiyallahu` anhu, bahwa Rasulullah duduk di mimbar, lalu bersabda :”Sesungguhnya ada seorang hamba yang diberi pilihan oleh Allah, antara diberi kemewahan dunia dengan apa yang di sisi-Nya. Maka hamba itu memilih apa yang di sisi-Nya” lalu Abu bakar menangis dan menangis, lalu berkata :”ayah dan ibu kami sebagai tebusanmu” Abu Sa`id berkata : “yang dimaksud hamba tersebut adalah Rasulullah, dan Abu Bakar adalah orang yang paling tahu diantara kami” Rasulullah bersabda : “Sesungguhnya orang yang paling banyak memberikan perlindungan kepadaku dengan harta dan persahabatannya adalah Abu Bakar. Andaikan aku boleh mengambil seorang kekasih (dalam riwayat lain ada tambahan : “selain rabb-ku”), niscaya aku akan mengambil Abu Bakar sebagai kekasihku. Tetapi ini adalah persaudaraan dalam Islam. Tidak ada di dalam masjid sebuah pintu kecuali telah ditutup, melainkan hanya pintu Abu Bakar saja (yang masih terbuka).” (HR. Bukhari dan Muslim)
Rasulullah bersabda : “Sesungguhnya Allah telah mengutusku kepada kalian semua. Namun kalian malah berkata `kamu adalah pendusta’. Sedangkan Abu Bakar membenarkan (ajaranku). Dia telah membantuku dengan jiwa dan hartanya. Apakah kalian akan meninggalkan aku (dengan meninggalkan) shahabatku?” Rasulullah mengucapkan kalimat itu 2 kali. Sejak itu Abu bakar tidak pernah disakiti (oleh seorangpun dari kaum muslimin). (HR. Bukhari)
Masa Kekhalifahan
Dalam riwayat al-Bukhari diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu` anha, bahwa ketika Rasulullah wafat, Abu Bakar datang dengan menunggang kuda dari rumah beliau yang berada di daerah Sunh. Beliau turun dari hewan tunggangannya itu kemudian masuk ke masjid. Beliau tidak mengajak seorang pun untuk berbicara sampai akhirnya masuk ke dalam rumah Aisyah. Abu Bakar menyingkap wajah Rasulullah yang ditutupi dengan kain kemudian mengecup keningnya. Abu Bakar pun menangis kemudian berkata : “demi ayah dan ibuku sebagai tebusanmu, Allah tidak akan menghimpun dua kematian pada dirimu. Adapun kematian yang telah ditetapkan pada dirimu, berarti engkau memang sudah meninggal.”Kemudian Abu Bakar keluar dan Umar sedang berbicara dihadapan orang-orang. Maka Abu Bakar berkata : “duduklah wahai Umar!” Namun Umar enggan untuk duduk. Maka orang-orang menghampiri Abu Bakar dan meninggalkan Umar. Abu Bakar berkata : “Amma bad`du, barang siapa diantara kalian ada yang menyembah Muhammad, maka sesungguhnya Muhammad telah mati. Kalau kalian menyembah Allah, maka sesungguhnya Allah Maha Hidup dan tidak akan pernah mati. Allah telah berfirman :
“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul .... kamu berbalik ke belakang (murtad)? barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (QS Ali Imran : 144)
Ibnu Abbas radhiyallahu` anhuma berkata : “demi Allah, seakan-akan orang-orang tidak mengetahui bahwa Allah telah menurunkan ayat ini sampai Abu Bakar membacakannya. Maka semua orang menerima ayat Al-Qur`an itu, tak seorangpun diantara mereka yang mendengarnya melainkan melantunkannya.”
Sa`id bin Musayyab rahimahullah berkata : bahwa Umar ketika itu berkata : “Demi Allah, sepertinya aku baru mendengar ayat itu ketika dibaca oleh Abu Bakar, sampai-sampai aku tak kuasa mengangkat kedua kakiku, hingga aku tertunduk ke tanah ketika aku mendengar Abu Bakar membacanya. Kini aku sudah tahu bahwa nabi memang sudah meninggal.”
Dalam riwayat al-Bukhari lainnya, Umar berkata : “maka orang-orang menabahkan hati mereka sambil tetap mengucurkan air mata. Lalu orang-orang Anshor berkumpul di sekitar Sa`ad bin Ubadah yang berada di Saqifah Bani Sa`idah” mereka berkata : “Dari kalangan kami (Anshor) ada pemimpin, demikian pula dari kalangan kalian!” maka Abu Bakar, Umar dan Abu Ubaidah bin al-Jarroh mendekati mereka. Umar mulai bicara, namun segera dihentikan Abu Bakar. Dalam hal ini Umar berkata : “Demi Allah, yang kuinginkan sebenarnya hanyalah mengungkapkan hal yang menurutku sangat bagus. Aku khawatir Abu Bakar tidak menyampaikannya” Kemudian Abu Bakar bicara, ternyata dia orang yang terfasih dalam ucapannya, beliau berkata : “Kami adalah pemimpin, sedangkan kalian adalah para menteri.” Habbab bin al-Mundzir menanggapi : “Tidak, demi Allah kami tidak akan melakukannya, dari kami ada pemimpin dan dari kalian juga ada pemimpin.” Abu Bakar menjawab : “Tidak, kami adalah pemimpin, sedangkan kalian adalah para menteri. Mereka (kaum Muhajirin) adalah suku Arab yang paling adil, yang paling mulia dan paling baik nasabnya. Maka baiatlah Umar atau Abu Ubaidah bin al-Jarroh.”Maka Umar menyela : “Bahkan kami akan membai`atmu. Engkau adalah sayyid kami, orang yang terbaik diantara kami dan paling dicintai Rasulullah.” Umar lalu memegang tangan Abu Bakar dan membai`atnya yang kemudian diikuti oleh orang banyak. Lalu ada seorang yang berkata : “kalian telah membunuh (hak khalifah) Sa`ad (bin Ubadah).” Maka Umar berkata : “Allah yang telah membunuhnya.” (Riwayat Bukhari)
Menurut `ulama ahli sejarah, Abu Bakar menerima jasa memerah susu kambing untuk penduduk desa. Ketika beliau telah dibai`at menjadi khalifah, ada seorang wanita desa berkata : “sekarang Abu Bakar tidak akan lagi memerahkan susu kambing kami.” Perkataan itu didengar oleh Abu Bakar sehingga dia berkata : “tidak, bahkan aku akan tetap menerima jasa memerah susu kambing kalian. Sesungguhnya aku berharap dengan jabatan yang telah aku sandang sekarang ini sama sekali tidak merubah kebiasaanku di masa silam.” Terbukti, Abu Bakar tetap memerahkan susu kambing-kambing mereka.
Ketika Abu Bakar diangkat sebagai khalifah, beliau memerintahkan Umar untuk mengurusi urusan haji kaum muslimin. Barulah pada tahun berikutnya Abu Bakar menunaikan haji. Sedangkan untuk ibadah umroh, beliau lakukan pada bulan Rajab tahun 12 H. beliau memasuki kota Makkah sekitar waktu dhuha dan langsung menuju rumahnya. Beliau ditemani oleh beberapa orang pemuda yang sedang berbincang-bincang dengannya. Lalu dikatakan kepada Abu Quhafah (Ayahnya Abu Bakar) : “ini putramu (telah datang)!”
Maka Abu Quhafah berdiri dari tempatnya. Abu Bakar bergegas menyuruh untanya untuk bersimpuh. Beliau turun dari untanya ketika unta itu belum sempat bersimpuh dengan sempurna sambil berkata : “wahai ayahku, janganlah anda berdiri!” Lalu Abu Bakar memeluk Abu Quhafah dan mengecup keningnya. Tentu saja Abu Quhafah menangis sebagai luapan rasa bahagia dengan kedatangan putranya tersebut.
Setelah itu datanglah beberapa tokoh kota Makkah seperti Attab bin Usaid, Suhail bin Amru, Ikrimah bin Abi Jahal, dan al-Harits bin Hisyam. Mereka semua mengucapkan salam kepada Abu Bakar : “Assalamu`alaika wahai khalifah Rasulullah!” mereka semua menjabat tangan Abu Bakar. Lalu Abu Quhafah berkata : “wahai Atiq (julukan Abu Bakar), mereka itu adalah orang-orang (yang baik). Oleh karena itu, jalinlah persahabatan yang baik dengan mereka!” Abu Bakar berkata : “Wahai ayahku, tidak ada daya dan upaya kecuali hanya dengan pertolongan Allah. Aku telah diberi beban yang sangat berat, tentu saja aku tidak akan memiliki kekuatan untuk menanggungnya kecuali hanya dengan pertolongan Allah.” Lalu Abu Bakar berkata : “Apakah ada orang yang akan mengadukan sebuah perbuatan dzalim?” Ternyata tidak ada seorangpun yang datang kepada Abu Bakar untuk melapor sebuah kedzaliman. Semua orang malah menyanjung pemimpin mereka tersebut.
Wafatnya
Menurut para `ulama ahli sejarah Abu Bakar meninggal dunia pada malam selasa, tepatnya antara waktu maghrib dan isya pada tanggal 8 Jumadil awal 13 H. Usia beliau ketika meninggal dunia adalah 63 tahun. Beliau berwasiat agar jenazahnya dimandikan oleh Asma` binti Umais, istri beliau. Kemudian beliau dimakamkan di samping makam Rasulullah. Umar mensholati jenazahnya diantara makam Nabi dan mimbar (ar-Raudhah) . Sedangkan yang turun langsung ke dalam liang lahat adalah putranya yang bernama Abdurrahman (bin Abi Bakar), Umar, Utsman, dan Thalhah bin Ubaidillah.
Sumber :
-Al-Bidayah wan Nihayah, Masa Khulafa’ur Rasyidin Tartib wa Tahdzib Kitab al-Bidayah wan Nihayah karya Ibnu Katsir. - Shifatush-Shofwah karya Ibnul Jauzi. Tahdzib Syarh Ath-Thahawiyah -Al-Kabaa`ir karya Adz-Dzahabi.
http://dunia-remajakita.blogspot.com/2012/02/abu-bakar-as-sidiq.html
No comments:
Post a Comment