Wednesday, October 1, 2014

KEPERGIAN ORANGTUA



Tanggal 26 September 2014
Kuhirup sekuat mungkin udara yang mampu kumasukkan dan menghempaskannya sejauh mungkin bersama puing-puing kesedihan yang sedang kurasakan. Lambaian tangan itu akan sangat kurindukan untuk waktu yang cukup lama.
“Mama do’akan kamu mendapat jodoh yang terbaik walaupun terlambat untuk menikah.” Itulah untaian kata yang terucap indah dari Mama sebelum kepergiannya.
Aku hanya bisa menangis sesegukan. Bukan hanya karena doa yang terlontar, melainkan karena perpisahan yang akan terjadi. Selama ini aku terbiasa hidup bersama keluarga yang lengkap, terutama Mama.
Segala persiapan telah selesai, tinggal menunggu para tamu hadir. Setelah shalat jum’at ini, maka acara yang sacral ini pun akan dilaksanakan. Tampak wajah Mama begitu bercahaya, bagaikan pengantin baru yang menunggu pasangannya datang.
Waktu terus berlalu, berputar sesuai takdir yang telah Allah SWT gariskan. Para tamu dengan khusyuk melantunkan surah Yasin dengan merdunya. Namun di sisi lain, kamar ini bagaikan tempat menumpahkan air mata. Acara minta maaf antara orang tuaku kepada nenek dan kami dibajiri air mata, terutama aku dan mama. Kami terlalu sensitive untuk hal kesedihan.
Kini saatnya orangtuaku duduk di pelamin sederhana, bak acara pernikahan. Namun yang diantarkan bukanlah sang pengantin, melainakan calon jemaah haji yang menjemput panggilan dari Rabb-Nya. Panggilan yang telah lama dinanti-nanti orangtuaku.
Suasana mengharu biru masih lekat terasa. Apalagi saat adzan dikumandangkan sebagai pertanda, inilah Ya Rabb, kedua makhluk-Mu yang ingin memenuhi panggilan suci-Mu. Permudahkanlah langkah mereka ini, lindungilah mereka yang akan menyempurnakan rukun Islam dalam hatinya. Dengan iringan shalawat yang dilantunkan penuh kesyahduan, orangtuaku berangkat menuju Rumah Jabatan Bupati Kuala Kapuas.
Lautan manusia sepuluh kali lipat terlihat di tempat ini. Ya, warga Kuala Kapuas dari berbagai penjuru memadati lokasi ini. Tampak lima bus berjejer rapi, siap mengantarkan para jemaah menuju embarkasi Palangkaraya. Inilah tempat terakhir aku bisa melihat wajah kedua orangtuaku. Semoga ini bukan yang terakhir untuk selamanya.
Telah dua jam lebih aku berada di depan rumah jabatan bupati ini. Lelah, ya memang lelah apabila harus berdesak-desakan dan berdiri berjam-jam. Namun hati berkata “Ini yang terakhir. Setelah ini, kau harus memendam rindu selama 40 hari”. Nuansa sakral nan agamis terasa di sini.
Kini secara perlahan para jemaah memasuki busnya sesuai nomor rombongannya, orangtuaku berada pada bis pertama, memungkinkan aku dan adik untuk menatap wajah mereka lebih lama walau terdinding kaca bus. Lambaian tangan ini yang hanya mampu mengungkapkan perasaan sedih, haru dan bahagia. Tak mampu aku memendam air mata ini. Tak kupedulikan lingkungan sekitar yang melihat wajah cengengku. ini adalah suatu kewajaran bagiku.
bis jemaah haji rombongan satu kloter kuala Kapuas
Perlahan semua bus berangkat, dan kembali hanya mampu melambaikan tangan tanda sebuah perpisahan, pengiring kepergiaan mereka menuju Mekkah Al-Mukarramah. Hanya doa yang mampu mewakili perasaan ini, semoga beliau menjadi haji yang mabrur dan selamat sampai kepulangan menuju tanah air.
Rindu ini akan semakin menggunung selama kepergian mereka. Mungkin seperti inilah rasa seorang anak yang kehilangannya orangtuanya karena malaikat maut menjemputnya. Dan rumah ini akan terasa sepi tanpa mereka berdua yang memberi warna dalam jannah dunia.    
****

foto ayah dan adik setelah makan siang di rumah jabatan bupati
foto di rumah jabatan bupati

Tulisan ini diikutsertakan dalam Give Away #EMOTIONALSEPTEMBERPROJECT

No comments:

Post a Comment