Suatu zaman, ketika
Sayid Utsman bin Abdullah bil Aqil bin Yahya menjadi mufti Betawi sekitar abad
ke 19, muncul sejumlah kasus yang sempat memicu perdebatan, pro dan kontra,
dikalangan kaum muslimin. Misalnya masalah pelurusan arah kiblat shalat,
masalah tarekat, dan sebagainya. Semua dijelaskan oleh mufti Betawi itu dalam
kitab-kitabnya.
Sebelas tahun
setelah Sayid Utsman bin Yahya wafat, ada sebuah kitab kecil berjudul Qamaruz
Zaman (Bulannya Zaman), berkisar tentang mufti Betawi itu. Kitab yang hanya 35
halaman itu ditulis tangan dalam bentuk syair oleh Syaikh bin Alawi bin Utsman
bin Yahya, salah seorang cucunya. Kitab yang tak pernah diterbitkan tersebut
ditulis pada 12 Rabi’ul Tsani 1343 H.
Dalam risalah tipis
disebutkan, Sayid Utsman bin Yahya lahir di Pekojan Depan, Betawi, pada 1238 H
(sekitar paruh pertama abad ke-19), dan wafat ada malam senin, jam 03.00 dini
hari, 22 Shafar 1332 H, dalam usia 94 tahun. Dari kitab kecil tersebut kita
dapat mengetahui beberapa sisi kehidupan beragama di sekitar abad ke-19, paling
tidak di Betawi.
Dalam kitab Qamaruz
Zaman itu disebutkan beberapa kasus yang sempat memicu beda pendapat, bahkan
konflik, di kalangan kaum muslimin – yang dalam kitabitu disebut bincana,
bencana – tapi bisa diselesaikan oleh Sayid Utsman. Diantaranya majelis Maulid
yang disertai makan-minum dan permainan gambus, yang dinilainya tak pantas. Ia
juga menyelesaikan kasus tarekat palu dan orang yang mengaku sebagai wali
dengan karamah palsu. Bukan hanya itu, Sayid Utsman juga menyelesaikan beda
pendapat sekitar paham Wahabi.
Sebagaimana lazimnya
kitab-kitab antik yang lain, sampul depan Qamaruz Zaman juga unik, berhiaskan
panorama sebuah pemukiman di suatu lembah di tepi pantai. Ada masjid cukup
besar dan beberapa rumah. Rumah. Di sisi kiri seperti pemandangan Hadhramaut
(tempat kelahiran kakek Sayid Utsman dari jalur ayah), sementara di sebelah
kanan mungkin dimaksudkan sebuah pemukiman di Betawi. Di sebelah kiri tampak
pantai yang tenang dengan sebuah perahu layar.
Di bawah gambar hias tersebut tercantum dua
kalimat, masing-masing tertulis dalam sebuah bulatan seperti matahari, sedang
kalimat lainnya dalam gambar seperti bulan sabit. Bunyinya : Ini hikayat
bernama Qamaruz Zaman, menyatakan almarhum Al-Habib Utsman dan tarihnya,
terbagi di dalam dua bahagian. Mudah-mudahan menjadi ‘ibrah li ulil adab(Pelajaran
bagi kaum yang berakal). Diatur oleh hamba yang dhaif Syaikh bin Alawi bin
Utsman bin Yahya, tercetak dan terjual di toko Sayid Alawi bin Utsman bin
Yahya. Kampung Petamburan, Weltevreden(kawasan Jakarta Pusat di zaman Hindia
Belanda).
Berikut Syair yang
tertulis di dalam Qamaruz Zaman huruf Arab Melayu (yang telah ditulis dalam
bentuk bahasa Indonesia) pada halaman 2 sebagai berikut :
Dengan nama Tuhan
Yang Esa, bukan pengarang yang empunya bisa. Perkataannya banyak yang janggal,
banyak bukunya bertanggal-tanggal. Qamaruz Zaman nama hikayat ini, keadaannya
almarhum yang telah fani(fana, telah wafat). Di sini hamba mulai
berwarta,kepada ikhwan semuanya rata. Dimaksudkan lafadz almarhum disini,
supaya diketahui oleh ikhwani. Pada tahun satu dua tiga delapan, negeri Betawi
tempat derapan (tempat panen padi).
Syair di karang di
ini masa, hanya pertolongan Yang Maha Kuasa. Seperti tebu di negeri Tegal, isep
gulanya ampasnya tinggal. Buat menerangkan sekalian ikhwani, pulang ke
rahmat-Nya Tuhan Yang Ghani (kaya). Tarikh almarhum diberi nyata, supaya
diketahui dengan perdata (terperinci). Yakni Habib Utsman yang telah fani, yang
suka membaca hikayat ini. Dilahirkan almarhum di Pekojan Depan, segala bangsa
bersampan-sampan.
Dikutip dari Majalah
al Kisah no 09/Tahun V/23 April – 6 Mei 2007 hal. 115 -117
No comments:
Post a Comment