Berapa
menit waktuku terbuang hanya untuk mengunyah makanan berlama-lama? Pdahal masih
banyak hal dari agama ini yang belum aku ketahui
SUNGGUH
besar mujahadah para ulama kita dalam memperjuangkan dakwah Islam. Mereka
mengerahkan segala yang dimiliki untuk mempelajari dan menjaga ilmu-ilmu Islam.
Alhasil, buah dari ketekunan mereka pun dapat dinikmati oleh jutaan kaum
muslimin di seluruh dunia. Baik berupa kumpulan hadits, tafsir, kamus, maupun
kitab-kitab syari’at dan akhlak yang sangat berfaedah bukan saja untuk manusia
sezamannya, tetapi juga untuk umat yang datang kemudian.
#
Tekun
Di
kalangan mufassir, siapa yang tidak kenal Abdullah bin ‘Abbas? Semasa hidupnya,
ia dikenal sangat gigih menimba ilmu dari para sahabat Rasulullah Sallallahu
‘alaihi Wa Sallam, seperti Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali Radhiallahu Anhu.
Tak heran anak paman Nabi ini mendapat gelar Turjumanul Qur’an (ahli tafsir
Qur’an). Bahkan karena kecerdasannya dalam masalah agama, ia diikutkan dalam majelis
syuro bersama sahabat-sahabat Badar.
Salah
seorang murid istimewanya, Mujahid ibnu Jabr (Imam Mujahid), seorang ulama dari
generasi tabi’in berkata, sebagaimana di riwayatkan oleh Fudhail bin Maimun,
”Aku belajar kepada Ibnu ‘Abbas sebanyak tiga kali pengulangan. Ketika berhenti
dalam setiap ayat, aku bertanya kepadanya tentang ayat itu, dimana, kapan dan
bagaimana diturunkan. Kami menggali hikmah dalam setiap ayat, hukum-hukumnya,
pemahaman dan rahasia pengetahuannya.”
Ketekunan
lain ditunjukkan oleh sahabat Abdullah bin Mas’ud. Ia hampir tidak pernah
tertinggal dari kegiatan Rasulullah SAW dalam berbagai keadaan. Dialah salah
satu sahabat yang selalu mempersiapkan sandal Nabi, membantu keperluan dan
menyediakan air wudhunya. Sampai ia berkata, ”Tidaklah ada satu surat dan ayat
Al Qur’an diturunkan, kecuali aku mengetahui dimana dan kapan diturunkan serta
mengenai masalah apa ayat tersebut berkaitan. Sungguh, seandainya ada orang
yang lebih alim tentang Al Qur’an, niscaya aku akan belajar kepadanya walau
dengan menunggang unta yang jauh jaraknya.” Karena kecemerlangannya dalam ilmu
agama, ia dijuluki sebagai ulamanya para sahabat.
Umar
bin Khathtab yang disibukkan dengan perdagangan tidaklah lepas kesungguhannya
untuk terus mempelajari ilmu dari Rasulullah. Ia bergantian dengan sahabat
Anshor Bani Umayyah bin Zaid mendatangi majelisnya Nabi. Demikian juga yang
lainnya, jika salah seorang berhalangan, maka akan bertanya kepada yang hadir.
Seseorang
yang telah lanjut usia titip pertanyaan kepada murid Imam Ahmad bin Hanbal
untuk diteruskan kepada sang guru, apakah masih perlu ia menuntut ilmu? Imam
Ahmad menjawab, ”Kalau ia masih pantas untuk hidup, maka pantas pula ia
menuntut ilmu.” Dalam kesempatan lain Imam Ahmad ditanya, “Sampai kapankah
seseorang belajar?” Beliau menjawab, ”Sampai kamu masuk kubur!” Untuk keperluan
menuntut ilmu, Imam Ahmad pernah berangkat dari Madinah ke Baghdad belajar
kepada Imam As-Shon’aniy dengan perjalanan berhari-hari.
Abdul
Qadir Jailani pernah ditimpa kelaparan dan hampir mati karena kehabisan bekal
dalam menuntut ilmu. Dia pun pernah pergi ke padang rumput dan mencari
pucuk-puuk daun tumbuhan untuk dimakan demi menyembuhkan rasa laparnya.
Siapa
yang tidak kenal Imam Bukhari? Dalam mempelajari hadits, ia memiliki guru lebih
dari 1000 syeikh. Ia melakukan perjalanan yang panjang. Buah dari ketekunannya,
ia berhasil mengumpulkan lebih dari 10.000 hadits.
Waktu-waktu
malam hari, biasanya ia habiskan untuk mengulang dan menelaah ilmu yang ia
dapatkan hingga pernah menyalakan lampu lebih dari 20 kali dalam semalam untuk
menghafal hadits dan sanadnya. Jarak yang jauh dari sumber ilmu, tidak
membuatnya patah arang. Ia tidak segan menjelajah gurun pasir yang panas,
menembus badai dan kota-kota untuk mendapatkan hadits dari kota Bukhooro
(Uzbekistan, Asia Tengah) hinga ke Makkah dan Madinah.
#Menghargi
Waktu
Penghargaan
dan perhatian ulama dalam menggunakan waktu memang luar biasa. Imam Ibnu Abi
Hatim ketika mau makan kue, ia menunggu sampai kering, setelah kering
dicelupkan dalam air.
Ketika
kebiasaan itu ditanyakan oleh muridnya, ia menjawab, ”Berapa menit waktuku
terbuang hanya untuk mengunyah makanan berlama-lama. Masih banyak hal dari
agama ini yang belum aku ketahui. Kalau roti tersebut kering lantas aku celup
dengan air, bukankah hal ini mempercepat waktu makan dan hasilnyapun sama.”
Imam
Syafi’I berkata, ”Bermalam-malam untuk menelaah ilmu lebih aku sukai dari pada
tidur bersama wanita cantik dan kaya.” Beliau juga berkata, ”Wahai saudaraku,
engkau tidak akan mendapatkan ilmu kecuali dengan enam perkara yang mesti
dipenuhi. Yaitu semangat, kesungguhan, kecerdasan, perbekalan yang cukup,
petunjuk guru dan panjangnya waktu.” Kamar beliau penuh dengan kitab-kitab,
hingga hanya sekadar untuk selonjorpun sulit.
#Semangat
Menyala
Imam
Jauzi mengatakan, “Semangat para ulama mutaqaddimin sangat luar biasa dalam
menuntut ilmu.” Di antara ulama ada yang masih sempat bertanya kepada ulama
lain menjelang wafatnya. Ketika ditanya mengapa masih sempat melakukan hal
demikian, iapun menjawab, ”Aku meninggal dalam keadaan mengetahui satu bab
lebih baik daripada tidak mengetahuinya.”
Di
antara mereka juga ada yang belajar di bawah cahaya rembulan seperti Jarir bin
Hasyim. “Aku belajar kepada Al-Hasan selama tujuh tahun, dan selama kurun itu,
aku tidak pernah absen,” katanya.
Selain
secuil kutipan di atas, masih banyak lagi kegigihan yang dicontohkan
ulama-ulama besar yang sungguh di luar nalar manusia awam dalam menekuni ilmu.
Sebutlah misalnya, Imam Ibnu Qayyim Al-Juziyah, murid dari Ibnu Taimiyah yang
mampu mengarang kitab Zaadul Ma’aad dalam perjalanan hajinya. Kitab tersebut
terdiri 6 jilid, masing-masing jilid rata-rata 400 sampai 500 halaman.
Ada
lagi Ibnu Hajar Al-Asqalani yang belajar Sunan Ibnu Majah dalam empat majelis,
Shahih Muslim dalam empat majelis, Sunan Nasai dalam dua majelis, yang semua
dilakukan dalam waktu yang sangat padat. Beliau juga menelorkan karya istimewa,
yaitu kitab Fathul Bari syarah Shahih Bukhari yang digambarkan sebagai penutup
hijrah pencerahan, yang artinya tidak ada yang mampu menandingi kitab syarah
karya beliau yang lebih lengkap sesudahnya. Subhanallah!
Akhirul
Kalam
Umat
yang hidup hari ini layak bersyukur atas buah dari mujahadah mereka yang tak
kenal lelah. Terbuktilah bahwa keterpaduan kecerdasan, kekuatan hafalan,
kefasihan dan keindahan tutur kata, keluhuran akhlak, ketekunan ibadah yang
luar biasa, ditambah dengan kemauan yang kuat, telah melahirkan karya yang tak
lekang oleh zaman.
Manusia
pun berbondong-bondong ingin menghilangkan dahaga rohaninya dengan mereguk
karya-karyanya. Merekalah orang-orang pilihan Allah. Semoga kita dapat memetik
sekuntum hikmah dari kisah di atas.*/diambil dari Majalah Suara Hidayatullah
bulan Juni 2006
Posted:
Cholis Akbar
http://www.hidayatullah.com/read/28553/13/05/2013/teladani-ulama-dalam-menuntut-ilmu.html
No comments:
Post a Comment