Thursday, August 11, 2016

Syekh Haji Abdul Muhyi




PAMIJAHAN
  
Bagi sauada yang berada di Jawa Barat Pamijahan Mungkin tidak asing lagi, Pamijahan adalah sebuah kampung yang letaknya di pinggir kali, sehingga dimana kali itu banjir, biasanya kampung itu tertimpa banjir seperti yang pernah dialami sampai beberapa rumah hanyut terbawa air bah.
Pamijahan itu sebagai ibu kota Kedusunan, juga sebagai Ibu Kota Desa Pamijahan (yang dulunya Desa Bongas), kecamatan Bantarkalong Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat.
Di sana ada sebuah makam Waliyullah yang telah dikenal sejak nenek moyang penduduk Pamijahan, yang bernama : SYEKH HAJI ABDUL MUHYI" bin Sembah Lewe Wartakusumah dari seorang ibu yang bernama : R. Ajeng Tanganijah.

Asal Mulanya
Menurut sumber yang dapat di percaya pada Bulan Rabiul Awal sekitar tahun 1109 H/1688 M, datanglah Cendekiawan dari daerah Kuningan Cirebon. Mengenai perkiraan tahun datangnya yaitu dihubungkan dengan berdirinya Mataram dan Sunan Gunungjati Cirebon. Hubungan dengan Mataram karena ada surat dari Mataram ke Pamijahan mengenai pengistimewaan daerah/daerah pasidkah (surat ada di Pak Kuncen). Sedangkan tersiarnya Agama Islam di Mataram pada tahun 1525 M.
Hubungan dengan Cirebon (Fatetehan/SG. Jati) karena banyak waktu datang di Darma Kuningan sudah banyak penganut Agama Islam, sedangkan penyebar Agama Islam di sana adalah Faletehan sejak tahun 1527 M, dan selanjutnya termashurlah beliau sebagai Sunan Gunung Jati sejak tahun 1552 M.

Silsilah  Syekh Haji Abdul Muhyi
Garis Ketururan dari Ayah
  1. Ratu Caluh
  2. Ratu Puhun
  3. Kuda Lanjar
  4. Mudik Cikawung Ading
  5. Entol Penengah
  6. Sembah Lebe Wartakusumah
  7. Syekh Haji Abdul Muhyi
Garis Keturunan dari Ibu
  1. Baginda Nabi Muhammad SAW
  2. Sayyidatina Siti Fatimah
  3. Sayyidina Husain
  4. Sayyidina Zainal Abidin
  5. Sayyidina Syekh Ja'far Sidik
  6. Sayyidina Syekh Kasim Al-Kamil
  7. Sayyidina Syekh Isa Al-Basri
  8. Sayyidina Syekh Abdul Abu Najii
  9. Sayyidina Syekh Ubaidillah
  10. Sayyidina Syekh Muhammad
  11. Sayyidina Syekh Almy
  12. Sayyidina Syekh Ali Al-Gayam
  13. Sayyidina Syekh Muhammad
  14. Sultan Abdul Fatah Raja India
  15. Sultan Abdul Khan Jalaludin
  16. Syekh Jamaluddin Al-Husen
  17. Syekh Maulana Ibrahim Zainal Akbar
  18. Syekh Ali Maulana Ali Murtadhu
  19. Syekh Maulana Ishak
  20. Syekh Sunan Ciri Raden Paku
  21. Syehk Pangeran Laya Atam Sunan Giri Laya
  22. Syekh Adi Pati Wiracandra
  23. Kentol Sambirana
  24. Ny. Ra. Ajeng Tangadijah
  25. Syekh Haji Abdul Muhyi Waliyullah
 Beliau dilahirkan di Mataram dan dibesarkan di Gresik. Pendidikannya, semasa kecilnya menuntut ilmu Agama Islam di gresik dan Ampel, selanjutnya kira-kira usia 19 tahun beliau pindah ke Kuala daerah Aceh selama delapan tahun. (Dari tahun 1088 - 1096 H / 1667 - 1675 M).
Gurunya di Kuala bernama Syekh ABDUL RA'UF bin ABDUL JABAR bin ABDUL QODIR Bagdad.

PERGI KE BAGDAD dan NAIK HAJI
Pada usia 27 tahun beliau dan teman-temannya di bawa ke Baghdat oleh gurunya (Syekh Abdul Ra'uf). Di sana pernah berziarah ke makamnya Syekh H. Abdul Qodir dan terus menuntut Ilmu Agama Islam pula, kemudian langsung dibawa ke Makkah Mukarramah, untuk menunaikan ibadah haji.
Ketika itu semuanya (rombongan beliau) berada di Baitullah tiba-tiba Syekh Abdul Ra'uf mendapat ilham bahwa diantara santrinya itu akan ada yang mendapat kelebihan (yang menunjukkan tanda kewalian).
Isi ilham tersebut menyatakan bahwa manakala tanda itu telah tampak padanya maka Syekh Abdul Ra'uf harus segera menyuruh orang itu pulang dan harus mencari GOA yang ada di pulau Jawa bagian Barat untuk menetap/bermukim di sana.
Goa itu sebenarnya bekas Syekh H. Abdul Qodir Jaelani sewaktu menerima Ijazah Ilmu Agama Islam dari gurunya yaitu Imam Sanusi.
Pada suatu saat sekitar waktu Ashar Syekh Abdul Muhyi dengan teman-temannya sedang berkumpul di Masjidil Haraan tiba-tiba datanglah cahaya langsung menuju wajah Syekh Abdul Muhyi dan hal itu diketahui oleh gurunya (Syekh Abdul Ra'uf).
Ketika melihat kejadian itu Syekh Abdul Ra'uf terkejut dan ia ingat ilham yang pernah diterimanya. Setelah dipikir-pikir olehnya ia yakin bahwa hal itu ialah tanda kewalian yang sedang ditunggu-tunggunya berdasarkan ilham yang diterimanya.
Namun hal ini dirahasiakan meski kepada santrinya sekalipun.

PULANG DARI MAKKAH MUKARRAMAH


Setelah ada kejadian terhadapa diri Syekh H. Abdul Muhyi itu maka Syekh Abdul Ra'uf dengan tak ragu-ragu lagi, segera membawa mereka pulang ke Kuala, dan setibanya di Kuala segera memanggil Syekh Abdul Muhyi lalu disuruhnya pulang ke Gresik selanjutnya harus mencari Goa yang telah dibicarakan di atas serta apabila telah telah diketemukannya harus menetap di sana.
Setelah Syekh Abdul Muhyi mendapat perintah dari gurunya itu lalu pulang ke Gresik. Setibanya di Gresik beliau memberitahukan segala perintah gurunya kepada Ayah bundanya kemudian mohon izin dan doa restu untuk melaksanakan perintah gurunya itu.
Mendengar keterangan itu ayah bundanya bukan main merasa gembiranya karena putranya telah mendapat kepercayaan dari gurunya, tentu saja segala permohonannya dikabulkan.
Tidak lama kemudian Syekh H. Abdul Muhyi pergi meninggalkan Gresik menuju ke arah barat hingga sampai ke daerah Darma Kuningan Cirebon.

MENETAP DI DARMA KUNINGAN
Pada wakti istirahat di Darma Kuningan beliau disambut oleh penduduk warga di sana dan bercakap-cakap yang kebetulan mereka itu telah menganut agama Islam. Penduduk di sana sangat tertarik oleh perilaku beliau yang ramah itu, lebih-lebih setelah mereka mengetahui bahwa beliau seorang yang berpengatahuan tinggi terutama mengenai Ilmu Agama Islam.
Maka dari itu mereka menahan beliau agar menetap di sana untuk membina, membimbing, dan mendidik mereka atas permohonan mereka itu beliau mengabulkan dan menetap di sana selama tujuh tahun.
Berita Syekh H. Abdul Muhyi menetap di sana tercium oleh ayah bundanya sedangkan tujuan utama beliau itu harus mencari Goa di Pulau Jawa Bagian Barat. Maka dari itu Ayah bundanya menyusul dan ikut menetap di sana untuk sementara.

MENINGGALKAN DARMA KUNINGAN

Kurang lebih tujuh tahun lamanya Syekh Abdul Muyhi beserta Ayah Bundanya menetap disana kemudian mohon diri kepada penduduk di sana untuk melanjutkan perjalan atas perintah gurunya.
Dari Darma Kuningan beliau pergi bersama Ayah bundanya menuju Daerah selatan hingga sampai di daerah Pameungpeuk, Garut Selatan di sana mereka hanya menetap kurang lebih dua tahun. Didaerah itu berkenaan pula karena Ayahnya (Sembah Lewe Wartakusumah) menerima panggilan Allah SWT meninggal dunia dan dimakamkan di kampung Dukuh di tepi Kali Cikaengan.

MENUJU LEBAKSIUH
Dari Peneunpeuk beliau beserta ibundanya pergi menuju Lebaksiuh. Di kampung Batuwangi yaitu di perjalanan ke Lebaksiuh beliau ditahan pula oleh penduduk di sana untuk menetap seperti di daerah lainnya yang pernah beliau singgahi atau lalui.
Dengan beberapa pertimbangan permohonan itu beliau kabulkan pula, selama beliau menetap di sana tidak di dapat keterangan.
Dari sana beliau beserta ibundanya terus menuju Lekaksiuh dan disana menetap kurang lebih selama empat tahun. Sewaktu beliau ada di Lebaksiuh pernah mendapat gangguan dari penganut agama lain, namun tidak menjadi masalah atau kerugian bahkan agalam Islam makin tersebar luas.
Gangguan yang pernah dialami di Lebaksiuh diantaranya belaiu pernah didatangi dua orang tokoh yang bernama Embah Ibra dan Embah Asmun.
Ketika mereka datang kesana menurut keterangan Syekh H. Abdul Muhyi sedang melaksanakan Sholat saat beliau sedang sujud. Keadaan semacam itu dianggap sangat menguntungkan bagi para Embah karena yang dianggap musuhnya itu kebetulan sedang membelakanginya. Pada saat itu juga diantara Embah itu akan menghantam dari belakang. (Entah mau memukul, entah mau menendang) tidak didapat keterangan, pokoknya akan menghantam dari belakang.
Namun karena keramatnya yang diberikan Allah kepada Syekh H. Abdul Muhyi, Embah itu tidak berhasil maksudnya karena tangan dan kakinya terangkat tidak dapat bergerak lagi. Setelah beliau selesai Sholat, waktu melihat kebelakang, beliau kaget melihat orang berdiri di belakangnya dengan anggota badannya terangkat (tangan dan kakinya) lalu bertanya : kenapa anggota badan saudara terangkat begitu ?"
Si Embah menjawab dengan terus terang apa yang akan diperbuatnya tadi dan kemudian memohon ampun dan memohon supaya disembuhkan kembali.
Mendengar keterangan dan permohonan ampunan si Embah itu, lalu Syekh H. Abdul Muhyi memohon kepada Allah SWT, agar si Embah itu dapat di ampungi dan disembuhkan kembali.
Karena Keramatnya itu do'anya dikabulkan. Setelah si Embah sembuh kembali bukan berterima kasih akan tetapi melahirkan rasa takabur dan seketika itu pula salah seorang diantara si Embah itu akan membunuhnya dengan golok panjang yang mereka bawa. Tanpa dipikirkan lagi lalu si Embah mencabut goloknya itu.
Namun apa yang terjadi ? Tak henti-henti goloknya terus menerus menjadi panjang sehingga ukuran kekuatan panjang tangannya sudah habis namun golok tak kunjung keluar dan tak dapat dimasukkan juga tangannya terus melekat pada hulu golok itu.
Dengan kejadian yang kedua kalinya maka Syekh H. Abdul Muhyi bertanya lagi kepada mereka berdua," Apakah kalian mau terus menerus menuruti nafsu angkara murka atau mau mengikuti petunjuk-petunjukku?"
Karena si Embah sudah kepepet atau tak sanggup lagi melayani kekuatan beliau maka dengan rasa yang benar-benar disadari dan diinsyafi mereka menyerah dan akan mengikuti segala petunjuk beliau bahkan sekaligus akan menyerah bersama para pengikutnya (masuk agama Islam). Itulah sebagian kejadian semasa beliau menetap di Lebaksiuh.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiBpGuzVxu6oQAJiacxjWohxx22v5lCo085kmyEZba1PUtLMWmPWTA02jFXjD3Ei3sAaWX0g9Ksipo6FKk7zCb5-PUhCISPMtuvPl4EHDsbE1vGYsEJxxgt_KK8HyjXTKUZTxXqjlfRSVQ/s320/Goa+Pamijahan.jpg
Goa Saparwadi 
Untuk lebih tenang dan tentram melaksanakan ibadah kepada Allah SWT beliau terus menerus mencari tempat yang dipandang akan lebih tenang dan senantiasa berdo'a kepada Allah SWT semoga Goa yang sedang dicarinya segera ditemukan.
Tak lama kemudian sampailah ke sebuah lembah dan disana menemukan sebuah goa yang tanda-tandanya sesuai dengan petunjuk gurunya. Lembah itu di beri nama "MUJARRAD" yang artinya tempat penenangan (tempat nyirnakeun manah; dalam bahasa Sunda). Tidak jauh dari sana di sebelah timur di bangun sebuah kampung diberi nama "SAFARWADI" artinya berjalan di atas jurang. Kampung itu sekarang disebut "PAMIJAHAN".

No comments:

Post a Comment