Saturday, December 5, 2015

ASAS-ASAS BIMBINGAN DAN KONSELING




Pelayanan bimbingan dan konseling merupakan pekerjaan professional, sehingga harus dilaksanakan dengan mengikuti kaidah atau asas-asas tertentu. Dengan mengikuti kaidah-kaidah atau asas-asas tersebut diharapkan efektivitas dan efisiensi proses bimbingan  dan konseling dapat tercapai. Selain agar tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan dalam praktek pemberian layanan. Slameto (1986) membagi asas-asas bimbingan dan konseling menjadi dua bagian, yaitu:
1.        Asas-Asas Bimbingan dan Konseling yang Berhubungan dengan Siswa
a.    Tiap-tiap siswa mempunyai kebutuhan
Tiap-tiap siswa sebagai individu mempunyai kebutuhan yang berbeda baik jasmani  dan rohaniah. Tingkah laku individu pada umumnya dalam rangka memenuhi kebutuhan.  Apabila kebutuhan tidak tercapai, akan menimbulkan kecemasan dan kekecewaan, sehingga pada akhirnya menimbulkan perilaku menyimpang. Guru Bimbingan dan Konseling di sekolah dan madrasah harus bisa memahami berbagai kebutuhan siswa, sehingga pelayanan bimbingan dan konseling diberikan dalam rangka memenuhi kebutuhan siswa terutama kebutuhan psikis seperti kasih sayang, memperoleh rasa aman, kebutuhan untuk sukses dalam belajar, memperoleh harga diri, kebutuhan untuk diakui dan diterima oleh kelompok, kebutuhan untuk melaukan eksistensi diri, dan lain-lain.
b.    Ada perbedaan di antara siswa (asas perbedaan siswa)
Dalam teori individualitas ditegaskan bahwa tiap-tiap individu berbeda. Demikian halnya siswa sebagai individu jelas mempunyai perbedaan. Tiap-tiap siswa memepunyai karakteristik yang berbeda baik fisik maupun psikisnya. Setiap siswa berbeda dalam hal kemampuan, bakat, minat, kebutuhan, cita-cita, sikap atau pandangan hidup dan ciri-ciri pribadi lainnya. Perbedaan-perbedaan siswa tersebut harus mendapat perhatian secara lebih spesifik dari pembimbing atau konselor di sekolah dan madrasah sehingga siswa dapat berkembang sesuai dengan karakteristik pribadinya masing-masing.
c.     Tiap-tiap individu (siswa) ingin menjadi dirinya sendiri
Relevan dengan asas-asas perbedaan individu di atas, tiap-tiap individu ingin menjadi dirinya sendiri sesuai dengan ciri-ciri atau karakteristik pribadinya masing-masing. Pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah atau madrasah harus dapat mengantarkan siswa berkembang menjadi dirinya sendiri. Guru pembimbing atau konselor di sekolah atau madrasah tidak boleh mengarahkan perkembangan siswa kearah yang pembimbing atau konselor inginkan. Dalam kaitan dengan peran siswa di tengah masyarakat kelak, pelayanan bimbingan dan konseling harus diarahkan agar siswa menjadi ”baik” menurut ukuran masyarakat tanpa kehilangan kepribadiannya sendiri.
d.    Tiap-tiap individu (siswa) mempunyai dorongan untuk menjadi matang
Dalam tiap-tiap tahapan perkembangannya, setiap siswa mempunyai dorongan yang kuat untuk menjadi matang, produktif, ddan berdiri sendiri. Kematangan yang dimaksud disini adalah kematangan kejiwaan, emosi, dan sosial. Pelayanan bimbingan dan konseling kepada para siswa di sekolah dan madrasah harus berorientasi kepada kematangan di atas sehingga siswa dapat berkembang sesuai dengan kecenderungan-kecenderungannya.
e.     Tiap-tiap siwa mempunyai masalah dan mempunyai dorongan untuk menyelesaikannya
Tidak ada individu (siswa) yang tidak memiliki masalah.Mungkin tidak ada pula individu yang tidak ingin masalahnya terselesaikan. Apalagi individu (siswa) yang sedang dalam proses perkembangan, pasti memiliki masalah. Yang berbeda adalah kompleksitas masalah yang dialami oleh tiap-tiap siswa, artinya ada siswa yang mengalami masalah kompleks dan ada yang kurang kompleks. Pada dasarnya setiap individu (siswa) mempunyai dorongan-dorongan untuk memecahan masalahnya, namun karena keterbatasaanya ada kalanya siswa tidak selalu berhasil. Pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah dan madrasah harus diarahkan dalam rangaka membantu siswa menghadapi dan memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam hidupnya dengan memanfaatkan sebaik-baiknya dorongan-dorongan yang ada pada setiap siswa.

2.        Asas yang Berhubungan dengan Praktik atau Pekerjaan Bimbingan
Menurut Arifin dan Ety Kartikawati (1995) dan Prayitno dan Erman Amti (1999) asas-asas yang berkenaan dengan praktik atau pekerjaan bimbingan dan konseling adalah:
a.    Asas Kerahasiaan
Kadang bimbingan dan konseling berkenaan dengan individu (siswa) bermasalah. Masalah bisanya merupakan suatu yang harus dirahasiakan. Adakalanya dalam proses konseling siswa enggan berbicara karena merasa khawatir apabila konselornya tidak dapat menjaga rahasia kliennya. Apa pun yang sifatnya rahasia yang disampaikan klien kepada konselor, tidak boleh diceritakan kepada orang lain meskipun kepada koleganya.
Dalam konseling, asas ini merupakan asas kunci karena apabila asas ini di pegang teguh, konselor akan mendapat kepercayaan dari klien sehingga mereka akan memanfaatkan jasa bimbingan dan konseling sebaik-baiknya. Sebaliknya apabila asas ini tidak di pegang teguh, konselor akan kehilangan kepercayaan dari klien (siswa) sehingga siswa akan enggan memanfaatkan jasa bimbingan dan konseling karena merasa takut masalah dan dirinya menjadi bahan gunjingan.
Asas kerahasiaan sangat sesuai dengan ajaran Islam. Dalam Islam sangat dilarang seseorang menceritakan aib atau keburukan orang lain bahkan Islam mengancam bagi orang-orang yang suka membuka aib saudaranya diibaratkan seperti memakan bangkai daging saudaranya sendiri. Sebagaimana firman Allah dalam surat An-Nuur ayat 19:
žcÎ) tûïÏ%©!$# tbq7Ïtä br& yìϱn@ èpt±Ås»xÿø9$# Îû šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNçlm; ë>#xtã ×LìÏ9r& Îû $u÷R9$# ÍotÅzFy$#ur 4 ª!$#ur ÞOn=÷ètƒ óOçFRr&ur Ÿw tbqßJn=÷ès? ÇÊÒÈ  
Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang Amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang, kamu tidak mengetahui”.
b.    Asas Kesukarelaan
Proses bimbingan dan konseling harus berlangsung atas dasar kesukarelaan baik dari pihak pembimbing (konselor) maupun dari pihak klien (siswa). Klien (siswa) diharapkan secara sukarela, tanpa terpaksa dan tanpa ragu-ragu ataupun merasa terpaksa menyampaikan masalah yang dihadapinya, serta mengungkapkan semua fakta, data dan segala sesuatu yang berkenaan dengan masalah yang dihadapinya kepada konselor. Sebaliknya konselor atau pembimbing dalam memberikan bimbingan juga hendaknya jangan karena terpaksa. Dengan perkataan lain pembimbingan atau konselor harus memberikan pelayanan bimbingan dan konseling secara ikhlas.
Dalam asas ini, bukan berarti konselor tidak boleh menerima jasa dari pelayanan bimbingan dan konseling. Pelayanan bimbingan dan konseling merupakan pekerjaan profesi, oleh sebab itu, pembimbing atau konselor tidak dilarang menerima gaji atau upah tetapi hendaknya gaji atau upah tidak menjadi tujuan. Pembimbing atau konselor tidak memberikan pelayanan bimbingan konseling karena terpaksa. Asas ini sangat relevan dengan ajaran Islam berkenaan dengan ikhlas. Siswa harus ikhlas (tidak terpaksa) untuk mengikuti bimbingan dan konseling dan pembimbingpun harus ikhlas memberikan bimbingan dan konseling.
c.     Asas Keterbukaan
Dalam proses bimbingan dan konseling sangat diperlukan suasana keterbukaan (pihak konselor maupun siswa). Asas ini tidak kontradiktif dengan asas kerahasiaan karena keterbukaan yang dimaksud menyangkut kesediaan menerima saran-saran dari luar dan kesediaan membuka diri untuk kepentingan pemecahan masalah. Siswa yang dibimbing diharapkan dapat berbicara secara jujur dan berterus terang tentang dirinya sehingga penelaahan dan pengkajian tentang berbagai kekuatan dan kelemahannya dapat dilakukan.
Siswa diharapkan dapat membuka diri sendiri sehingga apa yang ada pada dirinya (masalah yang dihadapinya) dapat diketahui oleh konselor atau pembimbingnya. Selain itu, siswa pun harus secara terbuka menerima saran-saran dan masukan dari pihak lain. Konselor pun harus terbuka dengan bersedia menjawab berbagai pertanyaan dari klien dan mengungkapkan diri konselor sendiri apabila hal terebut dikehendaki oleh klien. Tegasnya, dalam proses bimbingan dan konseling masing-masing pihak harus terbuka (transparan) terhadap pihak lainnya.
d.    Asas Kekinian
Pelayanan bimbingan dan konseling harus berorientasi kepada masalah yang dirasakan klien sasat ini. Artinya, masalah-masalah yang ditanggulangi dalam proses bimbingan dan konseling adalah masalah-masalah yang dirasakan oleh siswa, bukan masalah yang sudah lampau atau yang mungkin akan dialami di masa yang akan datang.
Asas kekinian juga menandung makna bahwa pembimbing atau konselor juga tidak boleh menunda-nunda pemberian bantuan. Apabila klien meminta bantuan atau fakta menunjukkan ada siswa yang perlu bantuan, maka konselor hendaklah segera memberikan bantuan. Konselor tidak boleh menunda-nunda memberikan bantuan kepada klien. Konselor hendaklah lebih mementingkan kepentingan klien daripada yang lainnya.
e.     Asas Kemandirian
Kemandirian merupakan salah satu tujuan pelayanan bimbingan dan konseling. Siswa yang telah dibimbing hendaklah bisa mandiri, tidak tergantung kepada orang lain dan kepada konselor. Ciri-ciri kemandirian pada siswa yan telah dibimbing adalah:
·      Mengenal diri sendiri dan lingkungan sebagaiman adanya
·      Menerima diri sendiri dan lingkungannya secara positif
·      Mengambil keputusan untuk dan oleh diri sendiri
·      Mengarahkan diri sesuai dengan keputusan itu
·      Mewujudkan diri secara optimal sesuai dengan potensi, minat dan kemampuan-kemampuan yang dimilikinya.
f.      Asas Kegiatan
Pelayanan bimbingan dan konseling tidak akan memberikan hasil berarti apabila klien tidak melakukan sendiri kegiatan untuk mencapai tujuan bimbingan dan konseling. Hasil usaha yang menjadi tujuan bimbingan dan konseling tidak akan tercapai dengan sendirinya, melainkan harus dicapai denga kerja giat dari klien sendiri. Guru pembimbing atau konselor harus dapat membangkitkan semangat klien sehingga ia mampu dan mau melaksanakan kegiatan yang diperlukan dalam penyelesaian masalah yang menjadi pokok pembicaraan dalam proses konseling.
Asas ini bermakna bahwa masalah klien tidak akan terpecahkan apabila siswa tidak melakukan kegiatan seperti yang dibicarakan dalam konseling.
g.    Asas Kedinamisan
Usaha bimbingan dan konseling menghendaki tejadinya perubahan pada individu (siswa) yang dibimbing, yaitu perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. Perubahan yang terjadi tidak sekadar mengulang-ulang hal-hal yang lama bersifat menonton, melainkan perubahan yang selalu menuju ke suatu pembaruan atau sesuatu yang lebih maju dan dinamis sasuai dengan arah perkembangan klien yang dikehendaki.
h.    Asas Keterpaduan
Individu memiliki berbagai aspek kepribadian yang apabila keadaannya tidak seimbang, tidak serasi, dan tidak terpadu, justru akan menimbulkan masalah. Oleh sebab itu, usaha bimbingan dan konseling hendaklah memadukan berbagai aspek kepribadian klien. Selain keterpaduan pada diri klien, juga harus terpadu dalam isi dan proses layanan yang diberikan. Tidak boleh aspek layanan yang satu tidak serasi apalagi bertentangan dengan aspek layanan lainnya.
Asas keterpaduan juga menuntut konselor memiliki wawasan yang luas tentang perkembangan klien dan aspek-aspek lingkungan klien, serta berbagai sumber yang dapat diaktifkan untuk menangani masalah klien. Semua aspek di atas dipadukan secara serasi dan sinergi dalam upaya bimbingan dan konseling.
i.      Asas Kenormatifan
Proses bimbingan dan konseling tidak boleh bertentangan dengan norma-norma yang berlaku baik norma agama, adat, hukum atau negara, norma ilmu, maupun norma kebiasaan sehari-hari. Seluruh isi dan proses konseling harus sesuai dengan norma-norma yang berlaku. Demikian pula prosedur, teknik, dan peralatan (instrumen) yang dipakai tidak menyimpang dari norma-norma yang berlaku.
j.      Asas Keahlian
Pelayanan bimbingan dan konseling merupakan pekerjaan profesional yang diselenggarakan oleh tenaga-tenaga ahli yang khusus dididik untuk pekerjaan tersebut. Dengan kata lain, pelayanan bimbingan dan koseling harus dilakukan oleh orang yang memiliki keahlian tentang bimbingan dan konseling.
Asas keahlian juga mengacu kepada kualifikasi konselor seperti pendidikan dan pengalaman. Selain itu, seorang konselor juga harus mengetahui dan memahami secara baik teori-teori dan praktik bimbingan dan konseling.
k.     Asas Alih Tangan (Referal)
Konselor sebagai manusia, di atas kelebihannya tetap memiliki keterbatasan kemampuan. Tidak semua masalah yang dihadapi klien berada dalam kemampuan konselor untuk memecahkannya. Apabila konselor telah mengerahkan segenap tenaga dan kemampuannya untuk memecahkan masalah klien, tetapi belum berhasil, maka konselor yang bersangkutan harus memindahkan tanggung jawab pemberian bimbingan dan konseling kepada pembimbing atau konselor lain atau kepada orang lain.
Asas ini juga bermakna bahwa konselor dalam memberikan pelayanan bimbingan dan konseling jangan melebihi batas kewenangannya. Atau pelayanan bimbingan dan konseling hanya menangani masalah-masalah individu (siswa) sesuai dengan kewenangan petugas konselor atau pembimbing yang bersangkutan. Misalnya individu yang setres berat (gila) tidak lagi menjadi kewenangan konselor sekolah dan madrasah melainkan kewenangan psikiater. Pembimbing atau konselor tidak boleh melaksanakan tugas melebihi batas kewenagannya.
l.      Asas Tut Wuri Handayani
Asas ini menunjuk pada suasana umum yang hendak tercipta dalam rangka hubungan keseluruhan antara pembimbing (konselor) dengan yang dibimbing (siswa). Asas ini menuntut agar pelayanan bimbingan dan konseling tidak hanya dirasakan adanya pada waktu siswa mengalami masalah. Bimbingan dan konseling hendaknya dirasakan adanya dan manfaatnya sebelum dan sesudah siswa menjalani layanan bimbingan dan konseling secara langsung. Dalam asas ini, pembimbing atau konselor bisa menjadikan dirinya sebagai contoh pemecahan masalah yang efektif. Dalam praktik bimbingan dan konseling Islam, asas ini bertumpu pada keteladanan Rasulullah SAW. Rasulullah SAW merupakan sosok pemecah masalah yang efektif, sehingga berbagai masalah para sahabat ketika itu dapat dipecahkan melalui percontohan (keteladanan) dari Rasulullah SAW.
Asas ini juga memberikan makna bahwa untuk bisa menjadi pemecah masalah yang efektif dan bisa dicontoh (diteladani) oleh klien, pembimbing atau konselor harus memulai dari diri sendiri.

No comments:

Post a Comment