Saturday, December 5, 2015

Perkembangan Islam di Spanyol



BAB I
 PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG

Setelah berakhir periode klasik Islam, ketika islam mulai memasuki masa kemunduran, Eropa bangkit dari keterbelakangannya. Kebangkitan itu bukan saja terlihat dalam bidang politik dengan keberhasilan Eropa mengalahkan kerajaan-kerajaan islam dan bagian dunia lainnya, tetapi terutama dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahkan, kemajuan dalam bidang ilmu dan teknologi itulah yang mendukung keberhasilan politiknya. Kemajuan-kemajuan Eropa ini tidak dapat dipisahkan dari pemerintahan islam di Spanyol. Dari Islam Spanyol  di Eropa banyak menimba ilmu. Pada periode klasik, ketika Islam berhasil mencapai masa keemasaan, Spanyol merupakan pusat perdaban Islam yang sangat penting, menyaingi baghdad di timur. Ketika itu, orang-orang Eropa Kristen banyak belajar di perguruan-perguruan tinggi Islam disana.  Islam menjadi “Guru” bagi orang Eropa. Karena itu kehadiran Islam di Spanyol banyak menarik perhatian para sejarawan.

B.     RUMUSAN MASALAH

1)      Bagaimana Masuknya Islam Ke Spanyol ?
2)      Apa saja Perkembangan Islam Di Spanyol ?
3)      Apa saja Kemajuan Peradaban Islam Di Spanyol ?
4)      Apa Penyebab Kemunduran Dan Kehancuran Islam Di Spanyol ?






BAB II
 PEMBAHASAN

A.    MASUKNYA ISLAM KE SPANYOL

 Islam pertama kali masuk ke Spanyol pada tahun 711 M melalui jalur Afrika Utara. Spanyol sebelum kedatangan Islam dikenal dengan nama Iberia/ Asbania, kemudian disebut Andalusia, ketika negeri subur itu dikuasai bangsa Vandal. Dari perkataan Vandal inilah orang Arab menyebutnya Andalusia.[1]

Sebelum penaklukan Spanyol, umat Islam telah menguasai Afrika Utara dan menjadikannya sebagai salah satu provinsi dari dinasti Bani Umayah. Penguasaan sepenuhnya atas Afrika Utara itu terjadi di zaman Khalifah Abdul Malik (685-705 M).Khalifah Abd al-Malik mengangkat Hasan ibn Nu’man al-Ghassani menjadi gubernur di daerah itu. Pada masa Khalifah al-Walid, Hasan ibn Nu’man sudah digantikan oleh Musa ibn Nushair. Di zaman al-Walid itu, Musa ibn Nushair memperluas wilayah kekuasaannya dengan menduduki Aljazair dan Maroko. Selain itu, ia juga menyempurnakan penaklukan ke daerah-daerah bekas kekuasaan bangsa Barbar di pegunungan-pegunungan. Penaklukan atas wilayah Afrika Utara itu dari pertama kali dikalahkan sampai menjadi salah satu provinsi dari Khalifah Bani Umayah memakan waktu selama 53 tahun, yaitu mulai tahun 30 H (masa pemerintahan Muawiyah ibn Abi Sufyan) sampai tahun 83 H (masa al-Walid). Sebelum dikalahkan dan kemudian dikuasai Islam, di kawasan ini terdapat kantung-kantung yang menjadi basis kekuasaan kerajaan Romawi, yaitu kerajaan Gotik. Dalam proses penaklukan Spanyol terdapat tiga pahlawan Islam yang dapat dikatakan paling berjasa memimpin satuan-satuan pasukan ke sana. Mereka adalah Tharif ibn Malik, Tharik ibn Ziyad, dan Musa ibn Nushair. Tharif dapat disebut sebagai perintis dan penyelidik. Ia menyeberangi selat yang berada di antara Maroko dan benua Eropa itu dengan satu pasukan perang lima ratus orang di antaranya adalah tentara berkuda, mereka menaiki empat buah kapal yang disediakan oleh Julian. Ia


menang dan kembali ke Afrika Utara membawa harta rampasan yang tidak sedikit jumlahnya. Di dorong oleh keberhasilan Tharif dan kemelut yang terjadi dalam tubuh kerajaan Visigothic yang berkuasa di Spanyol pada saat itu, serta dorongan yang besar untuk memperoleh harta rampasan perang, Musa ibn Nushair pada tahun 711 M mengirim pasukan ke Spanyol sebanyak 7000 orang di bawah pimpinan Thariq ibn Ziyad. 

Thariq ibn Ziyad lebih banyak dikenal sebagai penaklukan Spanyol karena pasukannya lebih besar dan hasilnya lebih nyata. Pasukannya terdiri dari sebagian besar suku Barbar yang di dukung oleh Musa ibn Nushair dan sebagian lagi orang Arab yang dikirim Khalifah al-Walid. Pasukan itu kemudian menyeberangi selat di bawah pimpinan Thariq ibn Ziyad. Sebuah gunung tempat pertama kali Thariq dan pasukannya mendarat dan menyiapkan pasukannya, dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Thariq). Dalam pertempuran di Bakkah, Raja Roderick dapat dikalahkan. Dari situ seperti Cordova, Granada dan Toledo (Ibu kota kerajaan Goth saat itu).[2] Kebudayaan islam memasuki Eropa melalui beberapa jalan, antara lain melewati Andalusia. Ini karena kaum muslimin telah menetap di negeri itu sekitar abad 8 abad lamanya. Pada masa itu kebudayaan Islam di negeri itu mencapai puncak perkembangannya. Kebudayaan Islam di Andalusia mengalami perkembangan yang pesat di berbagai pusatnya, misalnya Cordova, Sevilla, Granada, dan Toledo.[3]

Kemenangan pertama yang di capai oleh Thariq ibn Ziyad membuka jalan untuk penaklukan wilayah yang lebih luas lagi. Selanjutnya, keduanya berhasil menguasai seluruh kota penting di Spanyol, termasuk bagian utaranya mulai dari Saragosa sampai Navarre. Gelombang perluasan wilayah berikutnya muncul pada masa pemerintahan Khalifah Umar ibn Abdil Aziz tahun 99 H/717 M, dengan sasarannya menguasai daerah sekitar pegunungan Pyrenia dan Prancis Selatan. Gelombang kedua terbesar dari penyerbuan kaum muslimin yang geraknya di mulai pada permulaan abad ke-8 M ini, telah menjangkau seluruh Spanyol dan melebar jauh ke Prancis Tengah dan bagian-bagian penting dari Italia. Kemenangan-kemenangan yang di capai umat Islam nampak begitu mudah. Hal itu tidak dapat dipisahkan dari adanya faktor eksternal dan internal. 

Faktor eksternalnya antara lain pada masa penaklukan Spanyol oleh orang-orang Islam, kondisi sosial, politik, dan ekonomi negeri ini berada dalam keadaan yang menyedihkan.[4] Begitu juga dengan adanya perebutan kekuasaan di antara elite pemerintahan, adanya konflik umat beragama yang menghancurkan kerukunan dan toleransi di antara mereka.[5] Kondisi terburuk terjadi pada masa pemerintahan Raja Roderick, raja terakhir yang dikalahkan Islam. Awal kehancuran Ghot adalah ketika Raja Roderick memindahkan ibu kota negaranya dari Seville ke Toledo, sementara Witiza yang saat itu menjadi penguasa atas wilayah Toledo diberhentikan begitu saja. 

Hal yang menguntungkan tentara Islam lainnya adalah bahwa tentara Roderick yang terdiri dari para budak yang tertindas tidak lagi mempunyai semangat perang. Selain itu orang Yahudi yang selama ini tertekan juga telah mengadakan persekutuan dan memberikan bantuan bagi perjuangan kaum Muslimin. Adapun faktor internalnya yaitu suatu kondisi yang terdapat dalam tubuh penguasa, tokoh-tokoh perjuangan dan para prajurit Islam yang terlibat dalam penaklukan wilayah Spanyol pada khususnya. Para pemimpin adalah tokoh-tokoh yang kuat, tentaranya kompak, bersatu dan penuh percaya diri. Sikap toleransi agama dan persaudaraan yang terdapat dalam pribadi kaum muslimin itu menyebabkan penduduk Spanyol menyambut kehadiran Islam di sana. 

B.     PERKEMBANGAN ISLAM DI SPANYOL 

Sejarah panjang yang dilalui umat Islam di Spanyol itu dibagi menjadi enam periode yaitu[6]

1.      Periode Pertama (711-755 M)
Pada periode ini, Spanyol berada di bawah pemerintahan para wali yang di angkat oleh Khalifah Bani Umayah yang terpusat di Damaskus. Pada periode ini stabilitas politik negeri Spanyol belum tercapai secara sempurna, gangguan-gangguan masih terjadi, baik dari dalam maupun dari luar. Gangguan dari dalam


antara lain berupa perselisihan di antara elite penguasa, terutama akibat perbedaan etnis dan golongan. Di samping itu, terdapat perbedaan pandangan antara Khalifah di Damaskus dan gubernur Afrika Utara yang berpusat di Kairawan. Masing-masing mengaku bahwa merekalah yang paling berhak menguasai daerah Spanyol ini. Oleh karena itu, terjadi dua puluh kali pergantian wali (gubernur) Spanyol dalam jangka waktu yang amat singkat. Perbedaan pandangan politik itu menyebabkan seringnya terjadi perang saudara. Hal ini ada hubungannya dengan perbedaan etnis, terutama antara Barbar asal Afrika Utara dan Arab. Di dalam etnis Arab sendiri terdapat dua golongan yang terus-menerus bersaing yaitu suku Qaisy (Arab Utara) dan Arab Yamani (Arab Selatan). Perbedaan etnis ini sering kali menimbulkan konflik politik, terutama ketika tidak ada figur yang tangguh. Itulah sebabnya di Spanyol pada saat itu tidak ada gubernur yang mampu mempertahankan kekuasaannya untuk jangka waktu yang agak lama. Periode ini berakhir dengan datangnya Abd al-Rahman Al-Dakhil ke Spanyol pada tahun 138 H/755 M.

2.      Periode Kedua (755-912 M) 
Pada periode ini, Spanyol berada di bawah pemerintahan seorang yang bergelar amir (Panglima atau Gubernur) tetapi tidak tunduk kepada pusat pemerintah. Spanyol menjadi bagian dari imperium Islam dalam masa pemerintahan Walid bin Abdul Malik. Sejak itu Spanyol merupakan bagian dari wilayah kekuasaan Islam.Bangsa Spanyol bahagia dan makmur di bawah pemerintahan Muslim. Ia tetap menjadi bagian dari kekhalifahan Umayah hingga pecahnya pemberontakan Abbasiyah. Abbasiyah berhasil menegakkan kekuasaannya di berbagai bagian imperium kecuali Spanyol. Di sana seorang putra Bani Umayah mendirikan pemerintahan yang merdeka.

Pendiri dinasti Umayah yang merdeka ini ialah Abdurrahman bin Abi Spfyan, cucu Khalifah Umayah ke 10, Hisyam. Dia adalah salah seorang di antara sedikit Bani Umayah yang terlepas dari Pembalasan dendam yang keji dari khalifah Abbasyiah yang pertama, Asaffah. Setelah singgah lima tahun di Palestina, Mesir, dan Afrika, akahirnya dia sampai di Geuta. Disana dia diberi perlindungan oleh seorang Berber, keluarga pamannya dari pihak ibu.Kemudian


mengutus pelayannya, Badar, untuk berunding dengan orang-orang Siria di Spanyol. Orang-orang Siria merupakan pendukung utama bani Umayah, dan mereka siap menyambut pemuda petualang dari dinasti kesayangannya itu. Karena itu Abdurrahman pergi ke Spanyol dan memperoleh sambutan hangat pada tahun 755 M. Pribadi yang menarik dari seorang Petualang muda ini serta nama besar keluarganya, membuat dia memperoleh dukungan rakyat. Gubernur Abbasiyah yang lemah memeranginya di Masarah. Pertempuran Masarah itu merupakan pertempuran yang menentukan. Yusuf gubernur Abbasiyah untuk Spanyol, dikalahkan karena Khalifah Manshur tidak dapat mengirimkan bantuan pada waktunya. Abdurrahman menjadi penguasa Spanyol dan menempatkan dirinya di Singgasana Spanyol sebagai seorang amir yang merdeka (756 M). Maka di dalam masa enam tahun sejak kejatuhan pemerintahan Umayah, suatu dinasti Umayah yang baru didirikan di Spanyol.[7]

Semenjak menjabat sebagai penguasa Spanyol, Abdur Rahman menghadapi berbagai gerakan pemberontakan internal. Gangguan pihak luar yang terbesar adalah serbuan pasukan papin, seorang raja prancis dan putranya bernama Charlemagne. Namun pasukan penanggung jawab ini dapat dikalahkan oleh kekuatan Abdur Rahman. Belum selesai menangani aksi pemberontakan ia keburu meninggal dunia pada tahun 172 H/788 M., sebelum Amirat Umayah di Spanyol ini berdiri tegak[8].

a.      Hisyam I (172-180 H/788-796 M)
Abdur Rahman di gantikan oleh putranya yang bernama Hisyam I (172-180 H/788-796 M). Ia merupakan penguasa yang lemah lembut dan administrator yang liberal. Ia menghadapi pemberontakan yang dilancarkan oleh saudaranya sendiri di Toledo, yakni Abdullah dan Sualiman. Pemberontakan ini dapat ditaklukan oleh Hisyam. Selanjutnya Hisyam mengarahkan perhatiannya ke wilayah utara. Umat Kristen yang tidak henti-hentinya melancarkan gangguan keamanan ditindasnya sekaligus berhasil mengalahkan kekuatan perancis. Kota Norebonne ditaklukkannya, sementara suku-suku yang tinggal di Galicia mengajukan perdamaian.

Hisyam merupakan penguasa yang adil, dan bermurah hati khususnya terhadap rakyatnya yang lemah dan miskin. Ia senantiasa ingin mengetahui keluhan si miskin ia senantiasa dengan keluar malam masuk perkampungan di kordoba, dan dengan mengunjungi mereka yang sedang sakit. Lalu meringankan beban mereka dengan membagikan sejumlah uang. Sekalipun tempramennya lemah lembut, namun seringkali ia menunjukan sikap tegas terhadap para pesuruh dan pemberontak yang mengancam stabilitas Negara.

b)      Hakam I (796-822 M)
Hakam I menggantikan ayahnya, Hisyam I, menduduki tahta Spanyol. Dia adalah orang yang tidak baik dan tidak mulia. Dia suka dilingkungi kemegahan dan pertunjukan-pertunjukan. Pembawaanya suka senang-senang dan menikmati kehidupan yang diperolehnya, dia sangat kecanduan dengan minum anggur.

Tak lama setelah pelantikannya, hakam dihadapkan pada pemberontakan yang hebat dari para pembelot yang dipimpin oleh seorang Faqih. Orang-orang faqih itu sangat mempengaruhi para pembelot yang tinggal di pinggiran kota Cordova sebelah selatan, yang ketika itu ibu kota Spanyol Muslim. Karena kedermawanan kebijakan Hisyam yang disalahgunakan, kaum faqih itu menjadi suatu kekuatan di negeri itu. Dia menghindari semua campur tangan dalam urusan Negara” karena frustasi dalam harapannya memperoleh kekuasaan, dan merasa bangga akan kependetaan mereka, mereka menjadi penghasut dengan pidato-pidato. ”Oleh karena itu, kaum faqih berusaha membakar kefanatikan orang-orang Spanyol Muslim. Pengaruh mereka di antara orang-orang itu tak terhingga. Sebagian besar penduduk di seleruh jazirah itu adalah mualaf, yaitu orang-orang yang baru masuk Islam. Mereka diangap rendah oleh orang-orang Arab yang berdarah murni. Pemimpin kaum faqih itu, Yahya bin Yahya, berkomplot dengan sekelompok kaum bangsawan untuk mengangkat seorang paman Hakam ke atas singgasana Kordofa. Akan tetapi, komplotan itu tercium sehingga tokoh-tokoh faqih serta kaum bangsawan, sekitar 72 orang jumlahnya, di bunuh, dan Yahya selamat melarikan diri.[9]
Hakam meninggal pada tahun 207 H/ 822 M, setelah berkuasa selama 26 tahun, suatu periode yang paling banyak diwarnai pertempuran. Ibnu Al-Athir, mencatatnya sebagai penguasa Andalusia pertama yang bijaksana sekaligus ke satria. Satu kekurangannya adalah tidak bersikap ramah terhadap fuqaha. Ia tidak menghendaki campur tangan fuqaha dalam urusan Negara. Inilah sebab timbulnya gerakan fuqaha yang berusaha menggulingkan kekuasaan hakam. Mererka muncul sebagai oposisi hakam dan berusaha menciptakan kegaduhan sehingga melatari gerakan pemberontakan di Gordoha.[10]

c)      Abdurrahman II (822-852 M)
Hakam digantikan oleh anaknya, Abdurrahman, yang nama panggilannya Ausad. Pergantiannya tidak terlepas dari persaingan karena Abdullah, anak Abdurrahman I, melakukan usaha untuk menduduki tahta. Namun hal ini gagal dan Abdullah harus tunduk.

Pemerintahan tidak terlepas dari kesulitan-kesulitan. “orang-orang Kristen dari Merida bangkit memberontak di bawah pimpinan Mahmud bin Al Jabar, bekas pengumpul pajak dan sulaiman bin Martin. Penyebab pemberontakan ini adalah pembebanan pajak atas barang sehari-hari dan kekejaman para mentri serta para pengumpul pajak“. Abdurrahman menumpasnya dengan kekerasan. Bajingan-bajingan itu ditundukkan dan 7000 pemberontak di bunuh. Suatu pemberontakan yang baru pecah di Toledo. Dalam pemberontakan itu para neo/muslim dan orang-orang Yahudi mengambil bagian. Pemberontakan itu dipimpin oleh seorang muallaf yang bernama Hasyim. Akan tetapi, Hasyim dapat dikalahkan dan di bunuh dan para pemberontak itu dicerai-beraikan.

Menjelang akhir pemerintahan, golongan fanatic dari penduduk Kristen di Kordova bangkit memberontak. Pemberontakan ini mengambil sikap yang paling membahayakan. Mereka menghina orang-orang Islam dan menjelek-jelekkan Nabi mereka. Tidak beralasan bagi orang-orang Kristen untuk mengeluh terhadap pemerintahan Arab. Mereka memperoleh kebebasan


beragama, kehidupan social dan ekonomi serta di beri jabatan-jabatan yang penting dalam pengelolaan Negara. Orang-orang Kristen itu sangat terpengaruh oleh kesusasteraan dan bahasa Arab. Mereka juga mengadopsi perilaku dan adat istiadat Arab tanpa memeluk agama Islam. Orang-orang Kristen yang terpengaruh oleh Arab itu, yang disebut Mozarab, dibenci oleh saudara-saudaranya yang fanatic dengan mencela mereka sebagai tidak beragama. Pasra pemimpin golongan masyarakat ini adalah seorang pendeta, Enlogios dan sahabatnya, Alvaro. Mereka menggerakkan yang tidak puas dan dengan cara itu meningkatkan kebencian golongan yang keras kepala. “Fitnahan kepada Nabi Muhammad dan kepada Islam oleh orang-orang Kristen mempunyai arti yang sangat pentinmg di dalam sejarah Islam di Spanyol. Hal itu menunjukkan sikap keras kepala orang-orang Kristen yang menolak pemerintahan Muslim dan mengutuk setiap yang berbau Muslim”. Abdurrahman harus mengambil tindakan yang efektif di dalam masalah itu, dan mengakibatkan banyak laki-laki maupun perempuan yang suka rela mati sebagai syuhada.[11]

Abdurrahman mewarisi kejayaan dan kemakmuran yang diciptakan oleh pendahulunya yaitu Hakam. Kerusuhan yang terjadi pada saat itu antara lain ditimbulkan oleh umat Kristen di daerah pendalaman yang dikepalai pimpinan Suku Leon, dan juga terdapat serbuan bangsa Norman terhadap wilayah pantai Spanyol. Kedua kekuatan asing ini dapat dikalahkan pada masa pemerintahan II selama 30 tahun ini, perekonomian rakyat mengalami kemajuan dan kemakmuran. Ia sangat mencintai seni, kepustakaan, dan berusaha membangun Kordoba sebagai Baghdad II. Ia mendirikan sejumlah Istana, taman dan menghiasi Ibu kota dengan berbagai bangunan mesjid yang indah. Banyak Ilmuwan berkumpul di istananya yang sebagian mereka berasal dari Baghdad.

d)      Muhammad I (238-273 H / 853-886 M)
Muhammad menggantikan kedudukan ayahnya yaitu Abdurrahman II. Pada masa ini masyarakat Kristen Toledo dengan bantuan pimpinan suku Leon bangkit menentang Muhammad. Pasukan Muhammad menumpas


kekuatan pemberontak dalam pertempuran di Guadelet. Di Kordoba timbul gerakan perusuh. Muhammad segera menempuh langkah-langkah pengamanan ibu kota ini dengan menumpas semua kekuatan pemberopntak. Kekacauan di pusat pemerintahan ini dimanfaatkan oleh bangsa Perancis dengan menciptakan gangguan di wilayah utara, dan oleh Normandia yang melancarkan serbuan terhadap wilayah pantai Spanyol.

Kedua kekuatan asing ini dapat dikalahkan oleh pasukan Muhammad I. Pada akhir masa pemerintahan, muncul sejumlah pemberontakkan di berbagai pennjuru. Seorang muslim Spanyol yang bernama Musa mengklaim sebagai penguasa atas kota Aragon. Pemberontakan di wilayah barat dipimpin oleh Ibnu Marwan. Pemberontakan terbesar terjadi di wilayah perbukitan antara kota Ronda dan Malaga yang dipimpin oleh Umar ibnu Hafsun.

e)      Munzir (273-275 H/886-888 M)
Munzir merupakan penguasa yang energik dan pemberani. Seandainya ia berusia panjang, niscaya ia cukup mampu menegakkan kedamaian dan ketertiban Negara. Munzir memimpin sendiri pasukan untuk menghadapi kekuatan Umar ibn Hafsun. Ia ke buru meninggal sebelum mengamankan Negara dari gangguan para pemberontak.

f)        Abdullah (275-300 H/888-912M)
Abdullah merupakan saudara Munzir. Menurut ibn Al-Athir, “Pada masa ini timbul gerakan pemberontakan dan kerusuhan di segenap penjuru wilayah Spanyol. Kondisi ini berlangsung sejak awal masa pemerintahan Abdullah hingga berakhir”. Ia tidak hanya mendapat perlawanan dari masyarakat Spanyol pedalaman, tetapi kelompok Aristokratis arab juga menentangnya. Pertengkaran yang sengit terjadi antar kelangan Arab, kalangan Seville, kalngan Elvire. Pertengkaran ini sangat mengancam kekuasaaan raja. Umar ibn Hafsun memanfaatkan kondisi pertengkaran ini dengan upaya memperluas wilayah kekuasaan hingga mendekati batas Ibu kota. Abdullah mengarahkan pasukannya untuk menumpas gerakan pemberontakan di bawah pimpinan Obaydullah. Pemberontakan yang


terbesar selama ini, yakni pemberontakan Umar ibn Hafsun berhasil dikalahkan oleh pasukan Obaydullah, sehingga pemberontakan kecil lainnya segera tunduk kepadanya. Tahta kerajaan berhasil ditegakkannya.[12]

3.      Periode Ketiga (912-1013 M)
Periode ini berlangsung mulai dari pemerintahan Abd al-Rahman III yang bergelar “An-Nasir” sampai munculnya “raja-raja kelompok” yang dikenal dengan sebutan Muluk al-Thawaif. Pada periode ini Spanyol diperintah oleh penguasa dengan gelar Khalifah, penggunaan khalifah tersebut bermula dari berita yang sampai kepada Abdurrahman III, bahwa Muktadir, Khalifah daulah Bani Abbas di Baghdad meninggal dunia dibunuh oleh pengawalnya sendiri. Menurut penilainnya, keadaan ini menunjukkan bahwa suasana pemerintahan Abbasiyah sedang berada dalam kemelut. Ia berpendapat bahwa saat ini merupakan saat yang tepat untuk memakai gelar khalifah yang telah hilang dari kekuasaan Bani Umayyah selama 150 tahun lebih. Karena itulah gelar ini dipakai mulai tahun 929 M. Khalifah-khalifah besar yang memerintah pada periode ini ada tiga orang yaitu Abd al-Rahman al-Nasir (912-961 M), Hakam II (961-976 M), dan Hisyam II (976-1009 M). 

Pada periode ini umat Islam Spanyol mencapai puncak kemajuan dan kejayaan menyaingi kejayaan daulat Abbasiyah di Baghdad.Abd al-Rahman al-Nasir mendirikan universitas Cordova. 

Akhirnya pada tahun 1013 M, Dewan Menteri yang memerintah Cordova menghapuskan jabatan khalifah.Ketika itu Spanyol sudah terpecah dalam banyak sekali negara kecil yang berpusat di kota-kota tertentu.

4.      Periode Keempat (1013-1086 M)      
Pada periode ini, Spanyol terpecah menjadi lebih dari tiga puluh negara kecil di bawah pemerintahan raja-raja golongan atau Al-Mulukuth-Thawaif yang berpusat di suatu kota seperti Seville, Cordova, Toledo dan sebagainya. Yang terbesar diantaranya adalah Abbadiyah di Seville.Pada periode ini umat Islam


memasuki masa pertikaian intern. Ironisnya, kalau terjadi perang saudara, ada di antara pihak-pihak yang bertikai itu yang meminta bantuan kepada raja-raja Kristen. Melihat kelemahan dan kekacauan yang menimpa keadaan politik Islam itu, untuk pertama kalinya orang-orang Kristen pada periode ini mulai mengambil inisiatif penyerangan. Meskipun kehidupan politik tidak stabil, namun kehidupan intelektual terus berkembang pada periode ini. Istana-istana mendorong para sarjana dan sastrawan untuk mendapatkan perlindungan dari satu istana ke istana lain. 

5.      Periode Kelima (1086-1248 M) 
Pada periode ini Spanyol Islam meskipun masih terpecah dalam beberapa negara, tetapi terdapat satu kekuatan yang dominan, yaitu kekuasaan dinasti Murabithun (1086-1143 M) dan dinasti Muwahhidun (1146-1235 M). Dinasti Murabithun pada mulanya adalah sebuah gerakan agama yang didirikan oleh Yusuf ibn Tasyfin di Afrika Utara. Pada tahun 1062 M ia berhasil mendirikan sebuah kerajaan yang berpusat di Marakesy. Pada masa dinasti Murabithun, Saragosa jatuh ke tangan Kristen, tepatnya tahun 1118 M. 

Dinasti Muwahhidun didirikan oleh Muhammad ibn Tumazi (w.1128). Dinasti ini datang ke Spanyol di bawah pimpinan Abd al-Mun’im. Pada tahun 1212 M, tentara Kristen memperoleh kemenangan besar di Las Navas de Tolesa. Kekalahan-kekalahan yang di alami Muwahhhidun menyebabkan penguasanya memilih meninggalkan Spanyol dan kembali ke Afrika Utara tahun 1235 M. Tahun 1238 M Cordova jatuh ke tangan penguasa Kristen dan Seville jatuh tahun 1248 M. Seluruh Spanyol kecuali Granada lepas dari kekuasaan Islam.[13]

6.      Periode Keenam (1248-1492 M) 
Pada peride ini yaitu antara tahun (1232-1492) ketika umat islam Andalus bertahan diwilayah Granada dibawah kuasa dinasti bani Amar pendiri dinasti ini adalah Sultan Muhammad bin Yusuf bergelar Al-Nasr, oleh karena itu kerajaan itu disebut juga Nasriyyah.[14] 
Periode ini, Islam hanya berkuasa di daerah Granada, di bawah dinasti Bani Ahmar (1232-1492). Peradaban kembali mengalami kemajuan seperti di zaman Abdurrahman an-Nasir. Kekuasaan Islam yang merupakan pertahanan terakhir di Spanyol ini berakhir karena perselisihan orang-orang istana dalam perebutan kekuasaan. Abu Abdullah Muhammad merasa tidak senang kepada ayahnya karena menunjuk anaknya yang lain sebagai penggantinya menjadi raja. Dia memberontak dan berusaha merampas kekuasaannya. Dalam pemberontakan itu, ayahnya terbunuh dan digantikan oleh Muhammad ibn Sa’ad. Abu Abdullah kemudian meminta bantuan kepada Ferdenand dan Isabella untuk menjatuhkannya. Dua penguasa Kristen ini dapat mengalahkan penguasa yang sah dan Abu Abdullah naik tahta. Tentu saja, Ferdenand dan Isabella yang mempersatukan kedua kerajaan besar Kristen melalui perkawinan itu tidak cukup puas. Keduanya ingin merebut kekuasaan terakhir umat Islam di Spanyol. Abu Abdullah tidak kuasa menahan serangan-serangan orang Kristen tersebut dan pada akhirnya mengaku kalah. Ia menyerahkan kekuasaan kepada Ferdenand dan Isabella, kemudian hijrah ke Afrika Utara. Dengan demikian berakhirlah kekuasaan Islam di Spanyol tahun 1492 M. Umat Islam setelah itu dihadapkan kepada dua pilihan, masuk Kristen atau pergi meninggalkan Spanyol. Pada tahun 1609 M, boleh dikatakan tidak ada lagi umat Islam di daerah ini. 

C.    KEMAJUAN PERADABAN 

1.      Kemajuan Intelektual 
Spanyol adalah negara yang subur. Masyarakat Spanyol Islam merupakan masyarakat majemuk yang terdiri dari komunitas-komunitas Arab (Utara dan Selatan) al-Muwalladun (orang-orang Spanyol yang masuk Islam), Barbar (umat Islam yang berasal dari Afrika Utara), al-shaqalibah (penduduk daerah antara Konstantinopel dan Bulgaria yang menjadi tawanan Jerman dan di jual kepada penguasa Islam untuk dijadikan tentara bayaran), Yahudi, Kristen Muzareb yang berbudaya Arab, dan Kristen yang masih menentang kehadiran Islam. Semua komunitas itu, kecuali yang terakhir memberikan saham intelektual terhadap


terbentuknya lingkungan budaya Andalusia yang melahirkan kebangkitan ilmiah, sastra, dan pembangunan fisik di Spanyol.

a)      Filsafat
 Islam di Spanyol telah mencatat satu lembaran budaya yang sangat brilian dalam bentangan sejarah Islam. Ia berperan sebagai jembatan penyeberangan yang dilalui ilmu pengetahuan Yunani-Arab ke Eropa pada abad ke-12. minat terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan mulai dikembangkan pada abad ke-9 M selama pemerintahan penguasa Bani Umayyah yang ke-5, Muhammad ibn Abd al-Rahman (832-886 M). 

Tokoh utama pertama dalam sejarah filsafat Arab-Spanyol adalah Abu Bakr Muhammad ibn al-Sayigh yang lebih dikenal dengan Ibn Bajjah. Tokoh utama yang kedua adalah Abu Bakr ibn Thufail, penduduk asli Wadi Asa, sebuah dusun kecil di sebelah timur Granada dan wafat pada usia lanjut tahun 1185 M. 

Bagian akhir abad ke-12 M menjadi saksi munculnya seorang pengikut Aristoteles yang terbesar di gelanggang filsafat dalam Islam, yaitu Rusyd dari Cordova[15]. Pada abad ke 12 diterjemahkan buku Al-Qanun karya Ibnu Sina (Avicenne) mengenai kedokteran. Di akhir abad ke-13 diterjemahkan pula buku Al-Hawi karya Razi yang lebih luas dan lebih tebal dari Al-Qanun.[16]

b)      Sains 
Abbas ibn Fama termasyhur dalam ilmu kimia dan astronomi. Ia orang yang pertama kali menemukan pembuatan kaca dari batu. Ibrahim ibn Yahya al-Naqqash terkenal dalam ilmu astronomi. Ia dapat menentukan waktu terjadinya gerhana matahari dan menentukan berapa lamanya. Ia juga berhasil membuat teropong modern yang dapat menentukan jarak antara tata surya dan bintang-bintang. Ahad ibn Ibas dari Cordova adalah ahli dalam bidang obat-obatan. Umi al-Hasan bint Abi Ja’far dan saudara perempuan al-Hafidzh adalah dua orang ahli kedokteran dari kalangan wanita. 

Dalam bidang sejarah dan geografi, wilayah Islam bagian barat melahirkan banyak pemikir terkenal. Ibn Jubair dari Valencia (1145-1228 M) menulis tentang negeri-negeri muslim Mediterania dan Sicilia dan Ibn Bathuthah dari Tangier (1304-1377 M) mencapai Samudra Pasai dan Cina. Ibn Khaldun (1317-1374 M) menyusun riwayat Granada, sedangkan Ibn Khaldun dart Tum adalah perumus filsafat sejarah. Semua sejarawan di atas bertempat tinggal di Spanyol yang kemudian pindah ke Afrika.

c)      Fikih
Dalam bidang fikih, Spanyol dikenal sebagai penganut mazhab Maliki. Yang memperkenalkan mazhab ini di sana adalah Ziyad ibn Abd al-Rahman. Perkembangan selanjutnya ditentukan oleh Ibn Yahya yang menjadi qadhi pad masa Hisyam ibn Abd al-Rahman. Ahli-ahli fikih lainnya yaitu Abu Bakr ibn al-Quthiyah, Munzir ibn Sa’id al-Baluthi dan Ibn Hazm yang terkenal.[17]

Sedillot berkata, “Mazhab Maliki itulah yang secara khusus memikat pandangan kita karena hubungan kita dengan bangsa Arab Afrika. Pada waktu itu pemerintah Prancis menugaskan Dr. Peron untuk menerjemahkan buku Fiqh Al Mukhtashar karya Al Khalik bin Ishaq bin Ya’qub (w. 1422 M).[18]

d)      Musik dan Kesenian 
Dalam bidang musik dan seni suara, Spanyol Islam mencapai kecemerlangan dengan tokohnya al-Hasan ibn Nafi yg dijuluki Zaryab. Setiap kali diadakan pertemuan dan jamuan, Zaryab selalu tampil mempertunjukkan kebolehannya. Ia juga terkenal sebagai pengubah lagu. Ilmu yang dimilikinya itu diturunkan kepada anak-anaknya baik pria maupun wanita, dan juga kepada budak-budak, sehingga kemasyhurannya tersebar luas.

e)      Bahasa dan Sastra 
Bahasa Arab telah menjadi bahasa administrasi dalam pemerintahan Islam di Spanyol. Di antara para ahli yang mahir dalam bahasa Arab, baik


keterampilan berbicara maupun tata bahasa yaitu Ibn Sayyidih, Ibn malik pengarang Alfiyah, Ibn Huruf, Ibn Al-Hajj, Abu Ali al-Isybili, Abu al-Hasan Ibn Usfur, dan Abu Hayyan al-Gharnathi. 

2.      Kemegahan Pembangunan Fisik 
Orang-orang memperkenalkan pengaturan hidrolik untuk tujuan irigasi. Kalau dam digunakan untuk mengecek curah air waduk dibuat untuk konservasi. Pengaturan hydrolik itu dibangun dengan memperkenalkan roda air asal Persia yang dinamakan na’urah (Spanyol Noria). Namun pembangunan fisik yang paling menonjol adalah pembangunan gedung-gedung, seperti pembangunan kota, istana, masjid, pemukiman, taman-taman. Di antara pembangunan yang megah adalah masjid Cordova, kota al-Zahra, Istana Ja’fariyah di Saragosa, tembok Toledo, istana al-Makmun, mesjid Seville dan istana al-Hamra di Granada. 

3.      Faktor-faktor Pendukung Kemajuan 
Spanyol Islam, kemajuannya sangat ditentukan oleh adanya penguasa-penguasa yang kuat dan berwibawa, yang mampu mempersatukan kekuatan-kekuatan umat Islam, seperti Abd al-Rahman al-Dakhil, Abd al-Rahman al-Wasith dan Abd al-Rahman al-Nashir.

Keberhasilan politik pemimpin-pemimpin tersebut ditunjang oleh kebijaksanaan penguasa-penguasa lainnya yang memelopori kegiatan-kegiatan ilmiah dan adanya toleransi yang ditegakkan oleh penguasa terhadap penganut agama Kristen dan Yahudi. 

D.    PENYEBAB KEMUNDURAN DAN KEHANCURAN 

1.      Lemahnya Kekuasaan Bani Umayyah II dan Bangkitnya Kerajaan-Kerajaan Kecil di Andalusia

Menurut data sejarah, pada saat itu kerajaan Islam di Spanyol terpecah-pecah menjadi kerajaan kecil. Sepeninggal dinasti Umayyah, kerajaan di Spanyol menjadi 20 wilayah kerajaan kecil. Kerajaan-kerajaan itu antara lain bani Ibad di Seville, bani Hamud di Malaga, bani Zirry di Granada, bani Hud di Saragosa, dan


yang terkenal adalah bani Dzin Nun yang menguasai kota Toledo, Valensia, dan Marusa. Raja-raja kecil ini sering berebut kekuasaan, yang satu menghantam yang lain, sehingga kekuatan mereka menjadi lemah, sedangkan pada saat yang sama, raja-raja Eropa bersatu. Raja Al-Fonso VI dan Leon mengadakan kerjasama dengan Australia, Castilia dan raja-raja lainnya. Mereka bersatu menghimpun kekuatan untuk menghancurkan kekuatan Islam di Spanyol. Kekuatan baru inilah yang dapat menaklukkan kota Granada pada tahun 898 H / 1492 M. Dengan jatuhnya kota Granada, berakhirlah kekuasaan Islam Arab pada masa itu di Andalusia, setelah mereka menguasai negeri itu selama delapan abad.

2.      Timbulnya Semangat Orang - Orang Eropa Untuk Menguasai Kembali Andalusia

Kekuatan Islam berlangsung dalam waktu yang cukup lama, dan selama itu pula orang-orang Eropa mulai menyusun kekuatannya untuk menghancurkan Islam. Pada saat kekuasaan Islam mulai melemah, mereka segera menyusun kekuatan baru yang luar biasa. Serangan demi seranganpun dilancarkan terhadap kekuasaan Islam, tetapi pada mulanya masih dapat digagalkan. Pada masa pemerintahan Bani Ahmar (1232- 1492), khususnya pada masa pemerintahan Abdurrahman Al-Nasir, kekuatan umat Islam dapat dipulihkan kembali. Akan tetapi menjelang akhir hayatnya, ia mewariskan kekuasaan itu kepada adik kandungnya. Akibatnya Abu Abdullah Muhammad sebagai anaknya merasa kecewa, dan menuntut balas terhadap ayahnya. Dia mengadakan pemberontakan yang menewaskan sang ayah, tetapi kursi kerajaan tetap pada pamannya. Abu Abdullah kembali menyusun rencana pemberontakan dengan meminta bantuan penguasa Kristen Ferdinand dan Isabella. Permintaan itu dikabulkan dan pamannya tewas terbunuh. Setelah itu, segudang hadiah yang terdiri dari emas berlian, diserahkan kepada Ferdinand dan Isabella. Tetapi para penguasa Kristen itu, tidak merasa puas dengan hadiah. Bahkan mereka ingin merebut kekuasaan Abu Abdullah dan mengenyahkan kekuasaan Islam dari tanah Spanyol. Rencana penyerangan pun disusun, dan pada saat pasukan Abu Abdullah dikepung selama beberapa hari, akhirnya Abu Abdullah menyerah tanpa syarat dan bersedia hengkang dari bumi Spanyol pada tahun 1492 M. Dengan demikian, tamatlah


sudah riwayat perjuangan umat Islam di Andalusia. Pada saat yang bersamaan, penguasa Eropa Kristen dengan leluasa menancapkan kakinya di bumi Andalusia setelah selama delapan abad berada di tangan kaum Muslimin.

3.      Hancurnya Kekuasaan Islam dan Rendahnya Semangat Para Ahli Dalam Menggali  Budaya  Islam

Hancurnya kekuasaan Islam di Andalusia pada tahun 1492 M berdampak negatif bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam. Para Ilmuwan dilanda kelesuan, mereka tidak semangat lagi menggali dan mengkaji ilmu pengetahuan. Mereka seakan berputus asa ketika melihat serangan yang bertubi-tubi dilancarkan kepada umat Islam, terutama lagi tindakan penguasa Kristen itu terhadap peradaban Islam. Mereka menyaksikan banyak pusat-pusat peradaban di hancurkan, bahkan para ilmuwan sendiri, tidak sedikit yang tewas di bunuh tentara Kristen di Spanyol. Peristiwa yang tragis dan sangat mengenaskan itu, amat membekas di lubuk hati para ilmuwan, sehingga mereka banyak yang lari menyelamatkan diri ke Afrika Utara. Peristiwa pahit yang terjadi pada tahun 1492 M itu, membawa dampak psikologis bagi para ilmuwan muslim. Mereka tidak lagi mempunyai gairah untuk bangkit kembali dan memajukan peradaban Islam, melalui ide-ide cemerlang dan usaha kreatif mereka selama ini yang telah memberikan andil besar bagi kemajuan peradaban Islam. Dampak yang lebih jauh dari sikap para ilmuwan muslim yang demikian itu, adalah terjadinya kemandegan peradaban. Peradaban Islam mengalami masa-masa suram dan penurunan kualitas intelektual umat Islam. Akhirnya harapan dan keinginan umat Islam yang mendambakan agar bangkit kembali membangun peradaban Islam, yang pernah jaya di masa lalu tak pernah terwujud.

4.      Banyaknya Orang-Orang Eropa Yg Menguasai Ilmu Pengetahuan Dari Islam
Begitu besarnya perhatian para penguasa muslim dan para ilmuwannya terhadap ilmu pengetahuan maka mereka saling bekerja sama untuk memajukan bangsa dan negara. Banyak penelitian dan pengkajian dilakukan, lembaga-lembaga riset dibangun, Sekolah Tinggi dan Universitas didirikan. Di lembaga ini


tidak hanya orang Islam yang diberi kesempatan mempelajari ilmu pengetahuan, tetapi semua orang termasuk orang Kristen. Akibatnya banyak orang-orang Kristen Barat yang tertarik dan belaaajar di Universitas-Universitas Islam itu. Karena tertarik oleh metode ilmiah Islam, banyak para pendeta Kristen yang menyatakan diri untuk belajar di lembaga-lembaga pendidikan Islam. Contohnya seorang pendeta Roma, Italia bernama Roger Bacon ( 1214 – 1292 M.), ia datang ke Paris untuk belajar bahasa Arab antara tahun 1240 sampai 1268 M. Setelah mahir menguasai bahasa Arab, ia segera membaca dan menterjemahkan berbagai ilmu pengetahuan yang ditulis ilmuwan muslim dalam bahasa Arab. Ilmu yang menarik hatinya adalah ilmu pasti. Buku-buku yang asli berbahasa Arab dan hasil terjemahannya banyak di bawa ke Inggris. Lalu disimpan di Universitas Oxford. Hasil terjemahan Bacon itu, diterbitkan dan menggunakan namanya sendiri. Ia tidak menyebutkan nama-nama asli pengarang buku-buku itu, yang tak lain adalah ilmuwan-ilmuwan muslim. Di antara karangan yang diterjemahkannya dan tidak menyebutkan nama asli pengarangnya itu, adalah kitab Al Manadzir karya Ali Al-Hasan Ibnu Haitsam ( 965 – 1038 M ). Di dalam buku itu terdapat teori tentang mikroskop dan mesiu, kemudian buku itu disebut sebagai karya Roger Bacon.

5.      Konflik Islam dengan Kristen
Para penguasa muslim tidak melakukan islamisasi secara sempurna. Mereka sudah merasa puas dengan hanya menagih upeti dari kerajaan-kerajaan Kristen taklukannya dan membiarkan mereka mempertahankan hukum dan dapat mereka termasuk posisi hierarkhi tradisional asal tidak ada perlawanan bersenjata. Namun demikian, kehadiran Arab Islam telah memperkuat rasa kebangsaan orang-orang Spanyol Kristen. Hal itu menyebabkan kehidupan Negara Islam di Spanyol tidak pernah berhenti dari pertentangan antara Islam dan Kristen. Pada abad ke-11 M umat Kristen memperoleh kemajuan pesat, sementara umat Islam sedang mengalami kemunduran.

6.      Tidak adanya Ideologi Pemersatu 



7.      Kesulitan Ekonomi 
Di paruh kedua masa kedua Islam di Spanyol, para penguasa membangun kota dan mengembangkan ilmu pengetahuan dengan sangat "serius", sehingga lalai membina perekonomian. Akibatnyaq timbul kesulitan ekonomi yang amat memberatkan dan mempengaruhi kondisi politik dan militer.

8.      Tidak Jelasnya Sistem Peralihan Kekuasaan
Hal ini menyebabkan perebutan kekuasaan diantara ahliwaris. Bahkan, karena inilah kekuasaan bani Umayyah runtuh dan Muluk At-Thawa'if muncul ke Granada yang merupakan pusat kekuasaan Islam terakhir di Spanyol jatuh ketangan Ferdinand an Isabela, diantaranya juga disebabkan permasalahan ini.

9.      Keterpencilan
Spanyol Islam bagaikan terpencil dari dunia Islam yang lain. Ia selalu berjuang sendiri, tanpa mendapat bantuan kecuali dari Afrika Utara. Dengan demikian tidak ada kekuatan alternative yang mampu membendung kebangkitan Kristen disana.[19]


BAB III
PENUTUP

A.    SIMPULAN

Islam pertama kali masuk ke Spanyol pada tahun 711 M melalui jalur Afrika Utara. Wilayah Andalusia yang sekarang disebut dengan Spanyol diujung selatan benua Eropa, masuk kedalam kekuasaan dinasti bani Umayah semenjak Tariq bin Ziyad, bawahan Musa bin Nushair gubernur Qairuwan, mengalahkan pasukan Spanyol pimpinan Roderik Raja bangsa Gothia (92 H/ 711 M). Spanyol diduduki umat islam pada zaman kholifah Al-Walid (705-715), salah seorang khalifah dari Bani Umayah yang berpusat di Damaskus.  Perkembangan Islam di Spanyol berlangsung lebih dari tujuh setengah abad. Perkembangan itu dibagi menjadi enam periode yaitu: Periode Pertama (711-755 M), Periode Kedua (755-912 M), Periode Ketiga (912-1013 M), Periode Keempat (1013-1086 M), Periode Kelima (1086-1248 M), dan Periode Keenam (1248-1492 M). 

Kemajuan peradaban itu dipengaruhi oleh kemajuan intelektual yang di dalamnya terdapat ilmu filsafat, sains, fikih, musik dan kesenian, begitu juga dengan bahasa dan sastra, dan kemegahan pembangunan fisik. Faktor-faktor pendukung kemajuan Spanyol Islam, diantaranya kemajuannya sangat ditentukan oleh adanya penguasa-penguasa yang kuat dan berwibawa, yang mampu mempersatukan kekuatan-kekuatan umat Islam, seperti Abd al-Rahman al-Dakhil, Abd al-Rahman al-Wasith dan Abd al-Rahman al-Nashir. Keberhasilan politik pemimpin-pemimpin tersebut ditunjang oleh kebijaksanaan penguasa-penguasa lainnya yang memelopori kegiatan-kegiatan ilmiah dan adanya toleransi yang ditegakkan oleh penguasa terhadap penganut agama Kristen dan Yahudi. kemunduran dan kehancuran Islam di Spanyol antara lain, konflik Islam dengan Kristen,tidak adanya Ideologi pemersatu, kesulitan ekonomi, tidak jelasnya sistem peralihan kekuasaan keterpencilan.




DAFTAR PUSTAKA

Abdul, Majid Mun’im.Sejarah Kebudayaan Islam, Pustaka, Jakarta : 1997

Badri, Yatim.Sejarah Peradaban Islam, PT: Gravindo Persada, Jakarta : 2003

Mustafa,  As-Siba’i. Peradaban Islam Dulu, Kini dan Esok. Gema Insani Press, Jakarta :1993

Musyrifah, Sunanto Sejarah Islam Klasik, Jakarta Timur, Penada Media, Jakarta: 2003

Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam Terbitan (KDT), Ensiklopedi Mini Sejarah dan Kebudayaan Islam, Logos Wacana Ilmu, Jakarta 1996.




[1]Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam Terbitan(KDT), Ensiklopedi Mini Sejarah dan Kebudayaan Islam, Logos Wacana Ilmu, Jakarta 1996.
[2]Dr, Badri Yatim, M.A, Sejarah Peradaban Islam, PT: Gravindo Persada : 2003, hlm. 89.
[3]Abdul Mun’im Majid, Sejarah Kebudayaan Islam, Pustaka : 1997 hlm. 182.
[4]Op. Cit Dr, Badri Yatim, M.A, hlm. 91 
[5]Op. CitKatalog Dalam Terbitan (KDT)
[6]Op. Cit Dr, Badri Yatim, M.A, hlm 93 
[7]Mahmudunnasir,Syed.Islam (Konsepsi Dan Sejarahnya) Bandung: PT Remaja Rosdakarya.1993. 284-285
[8]K.Ali. Sejarah Islam (Tarikh Pramodern),Srigunting, Jakarta;2003 hlm 454-456
[9]Op. CitMahmudunnasir,Syed.Islam, hlm. 290
[10]Op. CitK.Ali. hlm 457
[11]Op. CitMahmudunnasir,Syed.. hlm 292-294
[12]Op. CitK.Ali. hlm 458-451
[13]Op. CitDr.Badri Yatim, M.A,  hlm 98
[14]Prof.Dr. Hj. Musyrifah Sunanto,sejarah islam klasik, Jakarta Timur, Penada Media:2003, hlm 122
[15]Op. CitDr.Badri Yatim, M.A, hlm 101 
[16]Dr. Mustafa As-Siba’i,Peradaban Islam Dulu, Kini dan Esok.Gema Insani Press, Jakarta : 1993, hlm 49. 
[17]Op. CitDr.Badri Yatim, M.A, , hlm 103 
[18]Op. CitDr.Mustafa As-Siba’i, hlm 55 
[19]Op. CitDr.Badri Yatim, M.A,, hlm 108 

No comments:

Post a Comment