BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Pendidikan merupakan faktor utama
dalam membangun suatu bangsa. Melalui pendidikan suatu bangsa menjadi cerdas,
terampil dan berbudi pekerti luhur. Makin maju pendidikan di suatu negara,
makin maju pula kehidupan bangsa di negara tersebut. Untuk itulah pemerintah
Indonesia terus menerus membenahi dunia pendidikan, sehingga melalui Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22,
23 dan 24 Tahun 2006 mengamanatkan bahwa setiap satuan pendidikan memiliki
kurikulum tersendiri, yang dikenal dengan istilah “Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP)”.
Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional No. 22 Tahun 2006 mengamanatkan bahwa struktur kurikulum SMA terdiri
dari komponen kelompok mata pelajaran, muatan lokal dan pengembangan diri.
Dalam peraturan tersebut dikatakan bahwa : Pengembangan diri bukan merupakan
mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Pengembangan diri dilaksanakan
dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler dan pelayanan konseling, dengan tujuan
untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan
mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat setiap peserta
didik sesuai dengan kondisi sekolah. Pengembangan diri melalui kegiatan
konseling difasilitasi oleh, berkenaan dengan masalah pribadi, kehidupan
sosial, belajar dan pengembangan karir peserta didik.
Pengembangan diri sebenarnya bukan
hal baru bagi guru Bimbingan dan Konseling. Selama ini guru Bimbingan dan
Konseling sebenarnya sudah melakukan kegiatan pelayanan terhadap peserta didik,
yang notabene merupakan kegiatan pengembangan diri. Hal ini dapat dilihat pada
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Tahun 2004, dikatakan bahwa Bimbingan
Konseling merupakan pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara
perorangan maupun kelompok, agar mandiri dan berkembang secara optimal.
Dari
uraian di atas dapat ditarik suatu benang merah bahwa kegiatan pelayanan
Bimbingan dan Konseling mutlak perlu dan harus ada pada setiap satuan
pendidikan. Sesuai dengan penyempurnaan kurikulum serta tuntutan era
globalisasi dituntut guru Bimbingan dan Konseling yang profesional.
B.
RUMUSAN
MASALAH
Berdasarkan
latar belakang di atas, penulis merumuskan beberapa masalah yang akan dijadikan
pokok pembahasan dalam penulisan makalah ini, diantaranya :
1. Bagaimana
hakikat perubahan lingkungan
?
2. Bagaimana hakikat bimbingan dan
konseling ?
3. Bagaimana menuju
generasi mandiri,
kreatif, dan inovatif ?
4. Apa
saja lingkup tiga pilar
utama pendidikan ?
5. Bagaimana
peran bimbingan dan konseling dalam optimalisasi potensi siswa ?
C.
TUJUAN
PENULISAN
Makalah ini adalah sebuah tulisan yang
disusun dan direncanakan oleh penulis. Hal ini menunjukkan bahwa adanya suatu
tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penulisan makalah ini. Selain sebagai
pemenuhan tugas dari mata kuliah Bimbingan dan Penyuluhan, makalah ini juga
bertujuan untuk sebagai berikut :
1. Untuk
mengetahui dan mempelajari tentang hakikat perubahan lingkungan.
2. Untuk
mengetahui dan mempelajari tentang hakikat
bimbingan dan konseling.
3. Untuk
mengetahui dan mempelajari tentang menuju
generasi
mandiri, kreatif, dan inovatif.
4. Untuk
mengetahui dan mempelajari tentang lingkup tiga pilar
utama pendidikan ?
5. Untuk
mengetahui dan mempelajari tentang peran bimbingan dan konseling dalam
optimalisasi potensi siswa ?
D. MANFAAT PENULISAN
Penulis berharap agar pembuatan makalah ini dapat menambah dan
memperluas wawasan pengetahuan dan
pembelajaran tentang Islam dan Ilmu
Pengetahuan, serta
memenuhi tugas mandiri dari dosen mata kuliah
bimbingan dan konseling.
Selain
itu, gagasan yang ditulis dalam makalah ini diharapkan dapat lebih memberikan
gambaran yang positif tentang peran Bimbingan dan Konseling kepada para pihak
yang terlibat langsung dalam pendidikan, baik orang tua, guru, maupun siswa.
Lebih dari itu, diharapkan gagasan yang disampaikan dalam makalah ini dapat
menjadi model dari pola Bimbingan dan Konseling di sekolah-sekolah.
E.
RUANG LINGKUP PENULISAN
Dalam
pembuatan makalah ini, lingkup pembahasannya meliputi :
1. Lingkup
pembahasan makalah difokuskan pada pembahasan tentang korelasi antara peran bimbingan dan konseling dengan
optimalisasi potensi siswa untuk menghadapi tuntutan perubahan lingkungan pada
SMA.
2. Lingkup
waktu yang diberikan dalam pembuatan makalah ini selama 1 minggu.
F.
METODE PENULISAN
Adapun
metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini yaitu :
1. Metode
library research yaitu mengumpulkan buku-buku bacaan yang berhubungan dengan
masalah yang sedang dibahas dan bahan yang di dapat dari media teknologi dan
informasi komunikasi.
2. Metode
perbandingan yaitu membandingkan antara literatur yang satu dengan literatur
yang lainnya.
G.
SISTEMATIKA PENULISAN
Makalah
ini berjudul “Korelasi antara Peran Bimbingan dan Konseling dengan
Optimalisasi Potensi Siswa untuk Menghadapi Tuntutan Perubahan Lingkungan pada SMA”
dengan sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB I : Pedahuluan yang berisi tentang latar
belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, ruang lingkup
penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II : Pembahasan yang meliputi uraian materi
mengenai korelasi antara peran
bimbingan dan konseling dengan optimalisasi potensi siswa untuk menghadapi
tuntutan perubahan lingkungan pada SMA.
BAB
III : Penutup yang berisi kesimpulan dan saran.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
HAKIKAT
PERUBAHAN LINGKUNGAN
“Tidak ada yang permanen, kecuali perubahan itu sendiri. Kita
tidak bisa melangkah ke dalam aliran sungai yang sama dua kali, karena air yang
lain akan mengalir menggantikannya”. Begitulah kata pepatah, yang menunjukan betapa perubahan
akan selalu terjadi, pada setiap manusia, pada setiap setting kehidupan. Dunia luar
tidak pernah berhenti berubah. Dahulu cukup hanya berorientasi loyalitas, saat
ini tidak cukup hanya dengan loyalitas tetapi harus menunjukan hasil yang sudah
dicapai. Saat ini manusia harus proaktif, bukan hanya reaktif. Kita harus
menjemput bola, bukan hanya menunggu bola yang datang. Sifat birokratik sudah
bukan zamannya lagi, orientasi saat ini adalah kepuasaan pelanggan. Saat ini
semua proses berjalan cepat, tidak lambat seperti dahulu. Setiap manusia harus
adaptif atau fleksibel pada setiap situasi, tidak bolah kaku.
Untuk
dapat berubah kita harus terus belajar, karena perubahan akan menimbulkan
pertumbuhan ke arah yang lebih baik. Yang pertama harus di ubah dari manusia
adalah pikiran. Apabila pikiran sudah di ubah maka tindakan juga akan berubah.
Tindakan yang dilakukan terus menerus akan menjadi kebiasaan, dan akhirnya
menjadi karakter. Setiap perubahan selalu mengandung resiko. Umumnya manusia
tidak mau berubah karena adanya rasa nyaman dengan apa yang dimilikinya saat
ini.
B.
HAKIKAT
PELAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING
Pelayanan
Bimbingan dan Konseling merupakan usaha membantu siswa dalam mengembangkan
kehidupan pribadi, sosial, kegiatan belajar, serta perencanaan dan pengembangan
karier. Pelayanan Bimbingan dan Konseling memfasilitasi pengembangan diri
siswa, baik secara individual maupun kelompok, sesuai dengan kebutuhan,
potensi, bakat, minat, perkembangan serta peluang yang dimiliki. Pelayanan ini
juga bertujuan membantu mengatasi kelemahan dan hambatan serta masalah yang dihadapi
siswa. Pelayanan Bimbingan dan Konseling di sekolah dilaksanakan dengan pola
17, yang terdiri dari:
1. Empat (4) macam bimbingan, yaitu :
bimbingan pribadi, sosial, belajar dan karier.
2. Tujuh (7) macam layanan, yaitu :
layanan orientasi, informasi, penempatan dan penyaluran, pembelajaran,
konseling perorangan, bimbingan kelompok dan konseling kelompok.
3. Lima (5) kegiatan pendukung, yaitu :
aplikasi instrumentasi, himpunan data, konferensi kasus, kunjungan rumah dan
alih tangan kasus.
Pelayanan Bimbingan dan Konseling di
sekolah dilaksanakan melalui kontak langsung maupun tidak langsung dengan siswa
yang berkenaan dengan permasalahan ataupun kebutuhan tertentu yang
dirasakannya. Sedangkan kegiatan pendukung dilaksanakan tanpa harus kontak
langsung, dengan tujuan untuk mempermudah dan meningkatkan kelancaran serta keberhasilan
kegiatan pelayanan.
Pelayanan Bimbingan dan Konseling
sangat dibutuhkan oleh siswa, dari semenjak mereka memasuki sekolah di hari
pertama, yaitu membantu berorientasi terhadap situasi, kondisi dan segala hal
baru bahkan dirasakan asing bagi mereka. Lebih dari itu, bagi siswa yang
mengalami kesulitan dalam berorientasi, pelayanan Bimbingan dan Konseling dapat
lebih mendalam menjadi pelayanan konseling individu atau kelompok, bukan hanya
pelayanan orientasi. Dan, semenjak itulah pelayanan Bimbingan dan Konseling
merupakan bagian integral dan tidak terpisahkan dari seorang siswa.
Pelayanan Bimbingan dan Konseling
tidak akan pernah lekang ditelan zaman, tidak akan pernah bisa digantikan walau
kurikulum berubah. Namun yang berubah adalah materi, pola pelayanan serta
teknik yang dipergunakan disesuaikan dengan perkembangan zaman dan perubahan
kurikulum yang berlaku di sekolah.
Contohnya saja dalam satu dekade
ini, terjadi beberaa kali perubahan kurikulum yang berlaku di sekolah, yaitu
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Tahun 2004, yang berlaku pada Tahun
Pembelajaran 2004/2005 sampai dengan 2005/2006, serta Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) yang mulai diberlakukan pada Tahun Pembelajaran 2006/2007.
Pada kedua kurikulum tersebut sangat jelas tertulis bahwa peranan Bimbingan dan
Konseling di sekolah sangat sentral, yaitu sebagai komponen yang memberikan
pelayanan kepada peserta didik untuk membantunya menuju kearah kemandirian,
sesuai dengan potensi yang dimiliki.
Walaupun secara materi pelayanan tidak sama pada Kurikulum Tahun 2004 ataupun Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, pelayanan Bimbingan dan Konseling dapat dikelompokan pada pengembangan diri bidang akademik, non akademik, serta psikologis.
Walaupun secara materi pelayanan tidak sama pada Kurikulum Tahun 2004 ataupun Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, pelayanan Bimbingan dan Konseling dapat dikelompokan pada pengembangan diri bidang akademik, non akademik, serta psikologis.
1.
Pelayanan Bimbingan dan Konseling
pada Pengembangan Diri Bidang Akademik
Guru Bimbingan dan Konseling tidak
mengajar pada kelompok mata pelajaran, namun demikian bukan berarti mereka
tidak memiliki peranan pada bidang akademik. Justru Guru Bimbingan dan
Konseling dapat menjadi penunjang keberhasilan siswa pada bidang akademik.
Pelayanan Bimbingan dan Konseling pada bidang akademik dimulai dari saat
pertama peserta didik memasuki sekolah, dengan tujuan agar siswa dapat mengembangkan
potensi dirinya pada bidang akademik.
Pada Masa Orientasi Siswa (MOS), guru
Bimbingan dan Konseling memberikan pelayanan dalam bentuk pemberian informasi
tentang kurikulum, antara lain : macam-macam mata pelajaran yang akan diikuti
oleh peserta didik selama satu tahun pembelajaran, persyaratan nilai yang harus
dipenuhi, sarana prasarana, (perpustakaan, laboratorium, dan lain-lain),
struktur organisasi sekolah, personil sekolah dan sebagainya, yang dapat
menunjang keberhasilan pengembangan diri siswa pada bidang akademik.
Setelah proses pembelajaran
berlangsung, pelayanan Bimbingan Konseling pada bidang akademik adalah
bimbingan belajar, penempatan dan penyaluran, serta bagi siswa yang duduk di
SMA kelas X, semester dua dilakukan penjurusan. Untuk penjurusan Guru Bimbingan
dan Konseling bekerja sama dengan biro psikologi yang melaksanakan tes
kecerdasan, agar penjurusan sesuai dengan bakat, minat serta tingkat kecerdasan
siswa.
Pelayanan Bimbingan Konseling pada
bidang akademik untuk siswas SMA kelas XII lebih mengarah kepada pengembangan
karier, meliputi informasi berbagai macam jurusan di perguruan tinggi,
persyaratan untuk memasukinyaa serta prospek masa depan dari perguruan tinggi
tersebut. Di samping itu berbagai macam jabatan serta persyaratannya juga
merupakan informasi penting yang diberikan oleh pelayanan Bimbingan dan
Konseling bagi siswa di SMA kelas XII.
Bagi siswa yang mengalami kesulitan
pada bidang akademik (kelas X, XI atau XII), Guru Bimbingan Konseling melakukan
konseling individual maupun konseling kelompok. Konseling yang dilakukan
biasanya mengenai masalah belajar yang baik, cara membagi waktu, pemilihan
jurusan yang sesuai dengan bakat dan minat, cara mengatasi kesulitan belajar,
masalah kehadiran siswa di kelas, merencanakan masa depan, dan sebagainya.
Dalam menangani masalah kesulitan belajar, Guru Bimbingan dan Konseling bekerjasama dengan guru bidang studi, termasuk untuk pelayanan remedial.
Dalam menangani masalah kesulitan belajar, Guru Bimbingan dan Konseling bekerjasama dengan guru bidang studi, termasuk untuk pelayanan remedial.
2.
Pelayanan Bimbingan dan Konseling
pada Pengembangan Diri Bidang Non Akademik
Di samping pada bidang akademik,
pelayanan Bimbingan dan Konseling juga dilaksanakan pada bidang non akademik.
Tujuan dari pelayanan ini adalah untuk mengembangkan potensi siswa pada bidang
non akademik, sehingga bakat maupun minat peserta didik dapat berkembang secara
optimal.
Pada saat Masa Orientasi Siswa, guru
Bimbingan dan Konseling bekerja sama dengan kesiswaan menyebarkan angket minat
untuk siswa baru pada bidang non akademik, khususnya untuk kegiatan ekstrakurikuler.
Angket tersebut sudah di susun berdasarkan
identifikasi kebutuhan siswa, dengan
patokan tahun sebelumnya. Kemudian angket tersebut di analisa serta disesuaikan
dengan kekuatan dan kelemahan sekolah dengan menggunakan analisis SWOT
(Strenght, Weakness, Opportunity, Threats). Kegiatan serupa dilaksanakan untuk
peserta didik kelas XI dan XII, dengan pertimbangan apakah mereka akan tetap
mengikuti kegiatan ekstrakurikuler yang sama atau akan berubah atau pindah ke kegiatan
ekstrakurikuler yang lain.
Pelayanan Bimbingan Konseling
selanjutnya adalah konseling individual/kelompok bagi siswa yang bermasalah
dengan kegiatan ekstrakurikuler yang sedang dijalaninya
3.
Pelayanan Bimbingan dan Konseling
pada Pengembangan Diri Bidang Psikologis
Pemahaman aspek psikologis siswa
pada institusi pendidikan memiliki kontribusi yang sangat berarti dalam
pengembangan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Hal ini sesuai dengan
karakteristik siswa yang unik dilihat dari segi perilaku, kepribadian, sikap,
minat, motivasi, perhatian, persepsi, daya pikir, intelegensi, fantasi, dan
berbagai aspek psikologis yang berbeda antara siswa yang satu dengan yang lain.
Tidak ada dua individu yang sama. Perbedaan karakteristik psikologis siswa
harus dipahami oleh semua guru. Namun kenyataan tidak semua guru dapat
memperhatikan hal tersebut, apalagi guru mata pelajaran yang sering kali di kejar
dengan target kurikulum yang harus dipenuhi.
Pelayanan
Bimbingan dan Konseling pada bidang psikologis meliputi pengembangan pribadi
siswa pada bidang psikologis seperti pemahaman terhadap diri sendiri, konsep
diri, minat, bakat, kemampuan, sikap, sifat dan sebagainya. Pelayanan ini
bertujuan agar siswa lebih memahami dirinya, sehingga dapat berkembang sesuai
dengan potensi yang dimiliki.
C.
MENUJU
GENERASI MANDIRI, KREATIF DAN INOVATIF
Dalam banyak kasus, proses belajar
mengajar di Indonesia cenderung menghambat kreativitas atau terkadang
menghilangkan daya imajinasi siswa. Keunikan anak sebagai pribadi cenderung
kurang di hargai karena pihak guru menuntut keseragaman jawaban atas persoalan
yang diajukannya. Berfikir divergen, atau yang menghargai perbedaan dalam
mengekspresikan pendapat terhadap suatu cara penyelesaian masalah seringkali di
tutup. Kemampuan untuk mernjelajahi berbagai alternatif kurang dipupuk.
Akhirnya yang berkembang justru kekakuan.
Memasuki dunia kompetisi global,
sekolah idealnya harus mampu menciptakan sistem yang mengembangkan lingkungan
asuh yang memacu siswa agar terbuka terus menerus terhadap perkembangan.
Pendidikan yang lebih menekankan hanya kepada daya nalar harus
diimbangi dengan kegiatan yang
merangsang daya kreativitas serta kecerdasan emosi. Sedini mungkin sekolah
harus mampu menerapkan proses belajar yang mengembangkan nilai-nilai
kemandirian, daya kreatifisme, daya inovasi, serta kerjasama.
Proses belajar mengajar selayaknya
lebih mengembangkan ranah kompetensi yang akan dibutuhkan dalam dunia nyata
kompetisi. Melalui kegiatan bidang akademik, non akademik, maupun bimbingan
pengembangan diri bidang psikologis, potensi siswa yang dikembangkan tidak saja
kompetensi yang terlihat, misalnya nilai akademis pelajaran), tetapi juga kompetensi
yang tidak terlihat. Pengembangan aspek nalar harus diimbangi juga dengan
pengembangan kecakapan lain seperti orientasi akan pencapaian atau daya juang,
kecakapan akan pencarian informasi, kecakapan berfikir secara konseptual,
kemampuan berfikir analitis, inisiatif, kemampuan bekerja sama dengan orang
lain serta kemampuan memahami orang lain.
Untuk
mengembangkannya, guru harus mampu menyajikan kepada siswa melalui suatu
kemasan methodologi yang menarik, menantang, variatif, tetapi secara ekonomis
terjangkau untuk diterapkan.
D.
TIGA PILAR
UTAMA PENDIDIKAN
Sukses adalah sebuah formula, bukan
fantasi, bukan tujuan, tetapi sebuah perjalanan. Untuk menjadi sukses maka dia
harus mengetahui visi hidupnya, menyadari dan terus tumbuh menuju potensi
maksimal, dan menaburkan benih dan terus tumbuh menuju potensi maksimal. Tiga
faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan suksesnya pembelajaran siswa di
sekolah adalah guru, orang tua, dan siswa.
Ketiga pilar di atas harus memiliki
pemahaman atau internalisasi yang sama tentang arah dan tujuan akhir dari
sistem pembelajaran. Ketika peraturan menteri tahun 2006 menggariskan bahwa
tujuan dari pengembangan diri adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswa
mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan potensi siswa, maka pihak
sekolah berkewajiban menyediakan program yang teritegrasi dan fasilitas yang
pendukungnya, orang tua mencukupi dan mendukung konsekuensinya, serta siswa
dengan ikhlas dan penuh kesungguhan dan tanggung jawab mengikutinya.
Permasalahan yang paling utama dalam
Bimbingan dan Konseling adalah kurangnya pemahaman tersebut dari pihak terkait.
Peran bimbingan dan konseling sering didefinisikan terlalu sempit sebagai
tempat membina siswa yang bermasalah dalam perilaku. Seorang siswa yang di panggil
untuk konseling seolah dia yang memiliki masalah baik prestasi akademis maupun
kejiwaan.
Bagi guru yang mengajar kelompok
mata pelajaran atau muatan lokal yang kurang paham akan tujuan pembelajaran,
aspek pencapaian akademis yang digambarkan dalam angka-angka atau nilai seolah
menjadi tujuan tunggalnya. Bagi dia, tugasnya sudah selesai manakala rata-rata
kelas siswa sudah sesuai dengan target sekolah dan dia merasa di luar tugasnya
lagi menanamkan aspek pengembangan diri siswa. Dia tidak menyadari bahwa dalam
banyak kasus mungkin terjadi bahwa nilai tinggi itu dicapai bukan karena peran
guru tersebut, melainkan juga karena keikutsertaan siswa dalam penyelenggara
bimbingan belajar. Dengan banyaknya soal-soal latihan yang diberikan oleh
bimbingan belajar secara intensif, maka siswa terbiasa menjawab soal.
Kebermaknaan belajar juga sering kali
terabaikan tanpa sadar. Contoh kasus, seorang guru merasa sudah cukup berhasil
manakala siswa sudah diberi penugasan mencari artikel di internet lalu tugasnya
dikumpulkan dengan tampilan yang menarik sebelum batas waktu yang ditentukan.
Bentuk penugasan internet seperti ini tanpa disertai sedikit pun kreatifitas
guru akan menjadikan penugasan tersebut hanya berbicara tentang nilai angka
yang melayang tanpa makna. Betapa tidak, siswa dengan mudah mencari artikel
yang ditugaskan gurunya dengan cara browsing di internet menggunakan mesin
pencari (search). Saat artikel telah ditemukan, langsung di pindai (copy paste)
ke microsoft word, lalu dicetak, dan jadilah makalah. Namun apakah siswa
membacanya atau mendiskusikannya dengan teman temannya ? Sudah barang tentu
tidak, karena umumnya tugas-tugas internet seperti ini tidak akan ditanyakan
dalam ulangan atau ujian. Penugasan seperti ini telah membuang buang waktu,
tenaga dan biaya tanpa makna pembelajaran, karena guru yang kurang kreatif
cenderung akan menilai tugas siswa dari tampilan kulitnya, sehingga tugas
internetnya nyaris tak lebih baik dari tugas pengumpulan kliping di masa lalu.
Dengan tugas yang sama, guru yang
mampu memaknai tujuan akhir pembelajaran pasti akan menggunakan pendekatan
lain. Dia akan membagi siswa menjadi beberapa kelompok, membagi topik yang
harus di cari di internet perkelompok, dan meminta mereka mempresentasikan di
depan kelompok lain tentang tugasnya itu. Dia sadar betul bahwa melalui
pelajarannya dia juga bertugas mengembangkan nilai-nilai kerja sama antar
siswa, kemampuan berkomunikasi, berekspresi, berinteraksi, pencarian informasi,
berbeda pendapat, serta daya analitis siswanya. Penilaian tidak lagi didasarkan
atas tampilan cover makalah, melainkan totalitas nilai usaha yang telah dia
lakukan, termasuk tercermin di dalamnya penguasaan akan materi. Inilah
kebermaknaan, Guru yang kreatif selalu akan bisa menemukan cara bagaimana
menciptakan budaya pembelajaran sesungguhnya, bagaimana mengejar kebermaknaan
belajar, bagaimana mengemas materi yang diajarkannya dengan cara-cara yang
atraktif bagi siswanya.
Orang tua yang memahami tujuan
pembelajaran akan sepenuhnya mendukung dari belakang langkah-langkah yang
dilakukan sekolah dalam mengembangkan seluruh potensi anaknya. Secara sendiri
ataupun melalui komite sekolah dia akan secara aktif dan dinamis memberikan
masukan yang konstruktif untuk perbaikan sistem. Dia juga akan kritis terhadap
cara pembelajaran yang dilaksanakan asal-asalan, tidak berorientasi masa depan,
dan tidak tanggap terhadap perubahan lingkungan. Dia bertindak dan bersikap
bijak bahwa tanggung jawab pendidikan tidaklah tertumpu hanya pada sekolah,
tetapi dirinya juga memiliki andil terhadap kesuksesan dan kegagalan anaknya.
Untuk itu, pengawasan yang arif dan penuh cinta terhadap anak-anaknya
senantiasa dia lakukan. Dia tidak selalu tampil sebagai hakim yang selalu
menyalahkan anak, namun sebagai panutan dan pembimbing di luar sekolah. Dia
tidak bertindak sebagai penuntut hak terhadap sekolah, melainkan sebagai patner
dalam optimalisasi pengembangan diri anak.
Bagi
siswa, memahami tujuan pembelajaran berarti memaknai bahwa kepergiannya ke
sekolah bukan semata mata mencari ijazah atau nilai. Jangkauannya lebih jauh
dari itu, dia sadar betul bahwa dirinya sedang berperan mempersiapkan fondasi
masa depannya. Fondasi yang kokoh harus dia pancangkan agar tercipta bangunan
masa depan yang kokoh, yang tahan terhadap kemungkinan tantangan alam terbesar
sekalipun. Rasa tanggung jawabnya yang besar mengalahkan segala keinginan
jangka pendeknya yang sering kali menyesatkan. Berbekal hal tersebut, maka dia
tampil menjadi sosok yang memiliki daya juang tinggi, berinisiatif, berfikir di
luar kebiasaan, inovatif, dan disertai dengan pribadi yang menyenangkan semua
pihak.
E.
PERAN
BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM OPTIMALISASI POTENSI SISWA
Nampaklah bahwa pengembangan diri
siswa di mulai dengan merancang program untuk optimalisasi potensi ketiga pilar
yakni guru, orang tua, dan siswa. Untuk itu peran guru bimbingan dan konseling
menjadi sangat sentral dalam sebuah sekolah.
1.
Guru Bimbingan dan Konseling sebagai
Agen Perubahan
Memahami perannya yang sentral,
tugas guru bimbingan dan konseling yang harus dilakukan pertama kali adalah
memahami dan memaknai tentang langgengnya proses perubahan. Dengan menyadari
hal tersebut, selanjutnya dirinya diharapkan mampu menyesuaikan dengan
perubahan itu, dan selanjutnya barulah dia bisa diharapkan menjadi change agent
atau agen perubahan bagi yang lain.
Seorang guru bimbingan dan konseling
harus terbiasa mengidentifikasi tentang tantangan bangsa masa depan di segala
bidang, selanjutnya dia analisis apa saja yang akan menjadi kesempatan dan
tantangan bagi siswa nya di kemudian hari, dan terakhir dia akan tuangkan hasil
analisis itu dalam program-program pengembangan diri yang harus diikuti siswa
untuk menghadapi tantangan tersebut. Dia akan senantiasa belajar dan belajar
untuk mengubah dirinya sehingga kemampuan, keterampilan, wawasan, dan
kepribadiannya tumbuh dan berkembang. Perubahannya akan dia transformasikan
kepada orang lain di sekelilingnya sesuai dengan peran dan fungsinya di
lingkungannya.
Sebagai agen perubahan, maka dia
harus memprioritaskan untuk meletakkan landasan yang kokoh kepada guru, siswa,
dan orang tua. tentang paradigma belajar. Untuk itu diperlukan pengetahuan yang
memadai, keberanian, dan keuletan yang ditunjang oleh kemampuan komunikasi
serta kepribadian.
Seorang guru Bimbingan dan Konseling
harus memiliki program yang berkesinambungan dan variatif untuk menanamkan
paradigma belajar ini dan yakin bahwa konsep tersebut dilaksanakan dalam
keseharian. Saat paradigma belajar sudah difahami semua pihak, selanjutnya guru
Bimbingan dan konseling harus membangun sistem yang memfasilitasi semua
kegiatan sedang menuju kepada optimalisasi tercapainya tujuan pembelajaran.
Guru Bimbingan dan Konseling harus mampu menciptakan standar, prosedur, buku
pedoman, buku panduan, manual, format, serta formulir sebagai acuan para guru
dan siswa dalam melaksanakan program. Namun demikian, standarisasi ini tetap
dimaksudkan untuk meyakinkan bahwa semua program sejalan dengan tujuan
pembelajaran dan bukan untuk mempersulit guru atau memasung kreativitas.
2.
Guru Bimbingan Konseling sebagai
Integrator
Potensi yang tersimpan pada para
guru, orang tua, dan siswa harus mampu dikemas bimbingan dan konseling menjadi
sebuah program yang mengembangkan kompetensi siswa sesuai dengan bakat, minat
dan kemampuannya.
Guru Bimbingan dan Konseling harus
mengetahui lebih awal tentang profil siswa dan guru. Dia harus mengenali secara
umum, berada pada keadaan manakah para siswanya, apakah dia termasuk type
promotor, fasilitator, analytical, atau controller.
Setelah guru bimbingan dan konseling mengidentifikasi masing masing siswa, maka kewajibannya adalah mengembangkan segala hal yang positif yang ada pada diri siswa dan meminimumkan hal-hal negatif. Melalui program yang telah dipersiapkan, guru bimbingan dan konseling harus memanfaatkan potensi guru, orang tua, serta alumni untuk dapat menggali dan mengembangkan potensi masing-masing siswa sesuai kondisi psikologisnya.
Setelah guru bimbingan dan konseling mengidentifikasi masing masing siswa, maka kewajibannya adalah mengembangkan segala hal yang positif yang ada pada diri siswa dan meminimumkan hal-hal negatif. Melalui program yang telah dipersiapkan, guru bimbingan dan konseling harus memanfaatkan potensi guru, orang tua, serta alumni untuk dapat menggali dan mengembangkan potensi masing-masing siswa sesuai kondisi psikologisnya.
Sebagai integrator, dia harus faham
bahwa setiap siswa memiliki potensi dan bisa dikembangkan secara optimum sesuai
dengan kapasitasnya. Kompetensi siswa harus difasilitasi dengan suhu, tanah,
dan lingkungan yang kondusif untuk partumbuhannya.
3.
Program Pengembangan Potensi Siswa
Program yang baik idealnya dilakukan
dengan memperhatikan masing-masing siswa sebagai individu yang berbeda satu
sama lainnya. Dalam beberapa hal kondisi ini bisa dilaksanakan. Meskipun tak
jarang juga sulit dilaksanakan dalam banyak hal mengingat kendala siswa, guru,
dan kemampuan sekolah.
Banyak program pengembangan diri
yang bagus jika dilaksanakan, namun memerlukan biaya yang sangat mahal. Berikut
ini beberapa hal yang bisa dilakukan dengan mempertimbangkan biaya, fasilitas,
dan keahlian yang terjangkau:
a. Perbaikan terhadap proses belajar
mengajar yang menekankan pada kebermaknaan.
Ø Penugasan yg mengembangkan aspek
pengembangan diri selain pengembangan nalar
Ø Untuk kreativitas, cukup berikan
rambunya saja.
Ø Berikan tugas yang menantang dan
attractif, hubungkan dengan kondisi lingkungan makro (perkembangan di
masyarakat).
Ø Buatkan siswa presentasi tentang
penemuan, hasil wawancara.
b. Optimalisasi Media komunikasi yang
ada agar lebih Challenging
Ø Buatkan majalah dinding yang
menantang dan attractif
Ø Majalah sekolah yang menantang
Ø Hidupkan milis yang ilmiah
c. Program Ekstrakurikuler
Ø Outward bound kepemimpinan yang
diselenggarakan oleh alumni
Ø Penyelenggaraan seminar rutin oleh
siswa tentang aktualisasi diri
Ø Penyelenggaraan pelatihan dengan
melibatkan ahli sebagai nara sumber
Ø Mengikuti berbagai kompetisi
d. Menjalin kerjasama dengan berbagai
pihak
Ø Kerjasama dengan instansi terkait
Ø Kerjasama dengan berbagai perguruan
tinggi baik negeri maupun swasta
Ø Mencari sponsor sebagai pendukung
berbagai kegiatan untuk menekan pembiayaan
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
1.
Diperlukan
paradigma yang sama dari berbagai pihak tentang konsep belajar.
2.
Bimbingan
dan konseling yang memiliki peran sentral perlu sosok yang mampu berfungsi
sebagai agen perubahan (change agent), yang dapat mengintegrasikan berbagai
profile guru, peserta didik di samping profile dirinya sendiri.
3. Peluang bagi bimbingan dan konseling
untuk mengembangkan kreativitas dalam menciptakan pembelajaran yang bermakna
sangat terbuka luas.
B.
SARAN – SARAN
1.
Guru
Bimbingan dan Konseling sebaiknya terus menerus belajar agar memiliki
pengetahuan yang memadai, keberanian dan keuletan yang ditunjang oleh kemampuan
berkomunikasi serta kepribadian yang dapat diteladani.
2. Guru Bimbingan dan Konseling
sebaiknya menyusun dan melaksanakan program kegiatan yang dapat mengembangkan
potensi siswa, baik bidang akademik, non akademik dan psikologis melalui
pembelajaran yang bermakna.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pendidikan Nasional,
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22, Jakarta,
2006.
De Porter Bobbi and Mike Hernachi,
Quantum Learning, membiasakan belajar nyaman dan menyenangkan, Dell Publishing,
New York, 1992.
Djiwandono, Sri Esti Wuryani. 2002. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Grasindo.
Tim Musyawarah Guru Pembimbing. 2006.
Modul Bimbingan Konseling SMA Kelas XII.
Jakarta : Tunas Melati.
No comments:
Post a Comment