Saturday, December 5, 2015

Metode Penelitian Sosial



BAB I
PENDAHULUAN

Secara sederhana, empati dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk membayangkan diri sendiri berada pada tempat dan pemahaman yang dimiliki orang lain, mencakup perasaan, hasrat, ide-ide, dan tindakan-tindakannya. Istilah ini awalnya biasa digunakan dengan rujukan khusus pengalaman estetis. Namun belakangan, istilah ini diterapkan lebih luas dalam hubungan interpersonal. Empati dinilai penting perannannya dalam meningkatkan kualitas positif hubungan interpersonal.

Dalam perkembangannya, empati menjadi terbukti bagian penting juga dalam proses belajar mengajar. Untuk menjadi pengajar yang efektif, orang perlu memiliki kemampuan ini. Seorang pengajar memerlukan empati untuk memahami kondisi muridnya untuk dapat membantunya belajar dan memperoleh pengetahuan. Pengajar yang tidak memahami perasaan-perasaan, pikiran-pikiran, motif-motif dan orientasi tindakan muridnya akan sulit untuk membantu dan memfasilitasi kegiatan belajar murid-muridnya.
















BAB II
PEMBAHASAN

Dalam konteks hubungan guru dan siswa  empati bermakna afeksi fisikal atau parsialitas guru terhadap siswanya. Afeksi fisikal bermakna penampakan fisik atau aura guru terkait langsung atau tidak langsung dengan fenomena yang dihadapi oleh siswanya. Kata parsialitas bermakna guru mengarsirkan atau menyentuhkan diri pada sisi siswanya, dalam konteks akademik dan pedagogis. Empati dikonsepsikan sebagai kemampuan guru dalam "membaca" siswa. Secara harfiah, empati bermakna kemampuan seorang guru merasakan emosi siswa atau pribadi - pribadi di luar dirinya, khususnya komunitas sekolah.

Pada konteks guru, kata empati umumnya didefinisikan sebagai kemampuan guru menerima, mempersepsi, dan merasakan secara langsung emosi siswanya. Tetapi, empati tidak berarti guru menerima siswa seperti apa adanya, meski tidak juga bermakna bahwa apa adanya dari siswa itu melahirkan "empati kepasrahan" dari guru. Empati memang kemampuan guru memposisikan diri pada diri siswa, namun tetap harus mengemban misi pedagogis, sehingga posisi itu bisa meningkatkan dinamika proses pembel ajaran berbasis empati. Empati guru pada siswa tidak identik dengan pasrah pada keadaan. Keadaan siswa harus diubah dengan cara berempati kepada mereka.

Merujuk pada definisi yang tertuang dalam Wikipedia, dalam konteks hubungan guru dan siswa, kata empati didefinisikan sebagai kemampuan guru mengenali, mempersepsi dan merasakan secara langsung emosi siswanya. Di sini, inti empati, adalah kemampuan guru memposisikan diri ke dalam diri siswanya tanpa larut dengan keadaan siswanya itu.

Merujuk pada beberapa definisi umum di atas, dalam konteks hubungan antara guru dengan siswa, empati dapat didefinisikan seperti berikut ini:
1.        Empati merupakan pengalaman kesadaran guru pada umumnya.
2.        Empati adalah kapasitas guru dalam berpikir dan merasakan diri sendiri ke dalam kehidupan siswa.
3.        Empati merupakan sebuah respon afektif yang muncul dalam diri guru atas dasar keprihatinan atau pemahaman suasana emosional atau kondisi siswanya, dan dengan itu muncul kesamaan rasa terhadap apa yang siswa sedang merasakan atau akan diharapkan oleh siswa untuk merasakan.
4.     Empati melibatkan pengalaman internal guru untuk berbagi ke dalam diri atas pemahaman momentum suasana psikologis siswanya.
5.     Empati merupakan kapasitas guru mengetahui secara emosional apa yang siswa alami sebagai bentuk kerangka referensi bahwa siswa sebagai diri sendiri, kapasitas mencontoh perasaan siswa untuk ditempat­kan pada diri sendiri dalam "sepatu" siswa.
6.     Berempati (to empathize) bermakna bahwa guru berbagi, merasakan perasaan atau pengalaman siswa.
7.     Empati adalah rasa kebersamaan dalam perasaan yang dialami oleh diri guru dan yang lain, tanpa membingungkan hubungan di antara dia dengan siswanya.
8.     Empati adalah sebuah respon afektif yang tepat dari guru terhadap siswa selayaknya situasi yang dihadapi sendiri.
9.     Empati sering pula dimaknai sebagai kemampuan guru menempatkan diri sendiri ke dalam "sepatu siswa", atau cara pengalaman guru meman­dang keluar atau emosi siswa ke dalam diri sendiri, sebuah sortir resonansi.
10.  Empati berarti perasaan dimana guru ikut merasakan dan memahami siswa.
11.  Empati juga bermakna kemampuan guru menempatkan diri seolah-olah menjadi seperti siswanya.
12.  Empati menjadi salah satu ciri manusia, karena secara naluriah guru sudah mengembangkan empati sejak masih bayi. Empati yang dimiliki oleh bayi sangat sederhana, yakni empati emosi.

Tanpa kemampuan berempati, guru hanya akan memandang siswanya seperti robot, tidak manusiawi, antisosial, tidak mendidik, dan kontra­pedagogik. Guru harus hati-hati agar tidak bingung memaknai empati dalam kaitannya dengan makna yang terkandung dalam terminologi lain, seperti sympathy, pity, emotional contagion, apathy, atau telepathy. Beberapa contoh statemen untuk menjelaskan istilah-istilah ini disajikan pada bagian tersendiri.
1.        Sympathy adalah perasaan kasihan (feeling of compassion) bagi yang lain, secara bijaksana memandang mereka pada kondisi kurang baik atau kurang bahagia, sering dijelaskan sebagai "rasa maaf " (feeling sorry) bagi seseorang. Simpati guru terhadap siswa bermakna perasaan kasihan dari guru (feeling of compassion) kepada siswanya, dimana guru secara bijaksana memandang siswa mereka pada kondisi kurang baik atau kurang bahagia, sering dijelaskan sebagai "rasa maaf " (feeling sorry) guru bagi siswanya. Karena siswanya bersalah dia katakan: saya maafkan kesalahanmu.
2.        Pity  adalah perasaan bahwa orang lain dalam keadaan bermasalah dan memerlukan bantuan guru (someone have a trouble and in need of help from his/he teacher), sepertinya mereka tidak cukup daya (cannot fix) mengelola masalahnya sendiri. Dalam konteks hubungan guru dengan siswa, pity bermakna perasaan siswa dalam keadaan bermasalah dan memerlukan bantuan (someone have a trouble and in need of help) guru, sepertinya mereka tidak cukup daya (cannot fix) mengelola masalahnya sendiri. Misalnya, guru mengatakan kepada siswanya: Anda agaknya sedang bermasalah, barangkali Anda memerlukan bantuan.
3.        Emotional contagion adalah suatu kondisi ketika kita sedang menyaksi­kan seseorang menampakkan kondisi emosi tertentu, kita pun merasakan sesuatu yang sedang terjadi. Misalnya, kawan merasa gundah ditinggal seorang teman, kita pun gundah, karena temannya itu adalah teman kita juga. Dalam konteks hubungan guru dan siswa, emotional contagion bermakna suatu kondisi ketika guru sedang menyaksikan siswa menam­pakkan kondisi emosi tertentu, guru pun merasakan sesuatu yang sedang terjadi. Misalnya, siswa merasa gundah karena prestasi belajarnya melorot, guru pun gundah, karena dia merasa sudah mengajar secara sunngguh-sungguh.
4.        Apathy adalah suatu kondisi dimana seseorang tidak peduli atau tidak mau tahu suasana emosi atau perasaan orang lain. Tidak peduli atau tidak mau tahu ini adalah respon atau sikap nyata, meski sangat mungkin seseorang memahami apa yang sedang dirasakan oleh orang lain. Dalam konteks hubungan guru dan siswa, apatis ini mestinya tidak pernah muncul. Tindakan apatis guru terhadap siswa tidak dapat dibenarkan oleh aliran pendidikan apa pun. Guru yang apatis tidak pernah akan tumbuh menjadi Guru profesional.
5.        Telepathy, awalnya merupakan fenomena kehidupan paranormal yang controversial semacam penggunaan energi jarak jauh. Secara definisi telepati merupakan suasana emosi atau keadaan mental dapat terbaca secara langsung (read directly), tanpa perlu menjelasan langsung atau meminta orang lain itu mengekspresikannya. Guru yang profesional dengan pengalamannya yang panjang dan beragam, bisanya mudah menangkap sinyal-sinyal permasalahan yang dihadapi oleh siswanya. Tanpa penjelasan khusus dari siswa, dia mengambil tindakan untuk memecahkan aneka masalah anak didiknya itu.

Siswa juga harus berempati terhadap gurunya. Demikian juga guru dengan komunitas sekolahnya. Empati guru terhadap siswa berkaitan dengan banyak hal, seperti pikiran, kepercayaan, dan keinginan guru berhubungan dengan perasaan siswanya. Guru yang berempati akan mampu mengetahui pikiran dan keadaan jiwa atau suasana hati (mood) siswanya.

Karenanya, empati sering dianggap sebagai semacam resonansi perasaan. Dari perspektif lain dapat dirumuskan definisi seperti berikut ini. Pertama, empati adalah kemampuan guru menyelami perasaan siswanya tanpa harus tenggelam ke dalam diri siswa itu. Kedua, empati adalah kemampuan guru mendengarkan perasaan siswanya tanpa harus larut pada kondisi siswanya. Ketiga, empati adalah kemampuan guru melakukan respon atas keinginan siswanya yang tidak terucap.


No comments:

Post a Comment