BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A. Tipologi Pemikiran (Filsafat) Pendidikan Islam
Landasan
filosofis merupakan landasan yang berkaitan dengan makna atau hakikat
pendidikan, yang berusaha menelaah masalah-masalah pokok seperti; apakah
pendidikan itu, mengapa pendidikan itu diperlukan, apa yang seharusnya menjadi
tujuannya dan sebagainya. Landasan filosofis adalah landasan yang berdasarkan
atau bersifat filsafat, kata filsafat sensiri (philosophy) bersumber dari
bahasa yunani, philein, berarti mencintai dan sophos atau sophis berarti
hikmah, arif atau bijaksana.
Langgulung
mengemukakan bahwa filsafat pendidikan Islam adalah sejumlah prinsip,
kepercayaan dan premis yang diambil dari ajaran Islam atau sesuai dengan
semangatnya dan mempunyai kepentingan terapan dan bimbingan dalam pendidikan.
Jika dilihat dengan pengertian-pengertian pendidikan Islam sebagaimana uraian
terdahulu, maka filsafat pendidikan Islam dapat berarti:
1. Filsafat pendidikan menurut Islam atau filsafat
pendidikan yang islami , yakni filsafat pendidikan yang dijiwai oleh ajaran dan
nilai-nilai Islam atau yang dipahami dan yang dikembangkan dari ajaran dan
nilai-nilai fundamental yang terkandung dalam sumber dasarnya yaitu al-Quran
dan as-Sunnah.
2. Filsafat yang bergerak dalam lapangan pendidikan
keislaman ataupendidikan Islam.
3. Filsafat pendidikan dalam Islam atau proses aplikasi ide-ide filsafat terhadap masalah-masalah pendidikan Islam yang berlangsung dan berkembang dalam sejarah pendidikan Islam.
3. Filsafat pendidikan dalam Islam atau proses aplikasi ide-ide filsafat terhadap masalah-masalah pendidikan Islam yang berlangsung dan berkembang dalam sejarah pendidikan Islam.
Di Amerika
Serikat telah berkembang aliran-aliran pemikiran filsafat pendidikan, yang dapat
dipetakan ke dalam dua kelompok yaitu tradisional dan kontemporer. Termasuk
dalam aliran tradisional adalah perenialisme dan essensialisme, sedangkan yang
termasuk dalam kelompok kontemporer adalah progresifisme, reconstructionisme
dan existentialisme.
Dari masing-masing sikap tersebut,
pemikiran dalam pendidikan dapat dirumuskan sebagai berikut ;
1. Perenialisme menghendaki agar
pendidikan kembali kepada jiwa yang menguasai abad pertengahan, karena ia telah
merupakan jiwa yang menguasai abad pertengahan, karena ia telah merupakan jiwa
yang menuntun manusia hingga dapat dimengerti adanya tata kehidupan yang telah
ditentukan secara rasional
2. Essensialisme menghendaki pendidikan
yang bersendikan atas nilai-nilai yang tinggi, yang hakiki kedudukanya dalam
kebudayaan. Nilai-nilai ini hendaklah yang sampai kepada manusia melalui
sivilisasi (peradaban) dan yang telah teruji oleh waktu. Tugas pendidikan
adalah sebagai perantara atau pembawa nilai-nilai yang ada dalam gudang diluar
kedalam jiwa peserta didik, sehingga ia perlu dilatih agar mempunyai kemampuan
absorbsi (penyerapan) yang tinggi.
3. Progresivisme menghendaki pendidikan yang pada hakikatnya
progresif, tujuan pendidikan hendaknya diartikan sebagai rekonstruksi
pengalaman yang terus menerus, agar peserta didik dapat berbuat sesuatu yang
intelegent dan mampu mengadakan penyesuaian dan penyesuaian kembali sesuai
dengan tuntutan dan lingkungan.
4. Reconstructionisme berdasarkan filsafat Dewey aliran ini
mengikuti sebuah alur yang meyakini dan mengemukakan bahwa keberadaan sekolah
adalah untuk perbaikan dalam masyarakat. Disini menghendaki agar peserta didik
dapat dibangkitkan kemampuanya secara konstruktif untuk untuk menyesuaikan diri
dengan tuntutan perubahan dan perkembangan masyarakat sebagai akibat adanya
pengaruh dari ilmu pengetahuan dan tekhnologi sehingga peserta didik tetap
berada dalam suasana aman dan bebas.
5. Existensialisme menghendaki agar pendidikan selalu
melibatkan peserta didik dalam mencari pilihan-pilihan untuk memenuhi
kebutuhanya masing-masing dan menemukan jati dirinya, karena masing-masing
individu adalah makhluk yang unik dan bertanggung jawab atas diri dan nasibnya
sendiri.
Di sisi lain
pengembangan pemikiran (filosofis) pendidikan Islam juga dapat dicermati dari
pola pemikiran Islam yang berkembang di belahan dunia Islam pada periode modern
ini, terutama dalam menjawab tantangan dan perubahan zaman era modernitas. Sehubungan dengan itu, Absdullah (1996), mencermati adanya
empat model pemikiran keislaman, yaitu:
1. Model tekstualis salafi; berupaya memahami ajaran-ajaran
dan nilai-nilai mendasar yang terkandung dalam dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah
dengan mepaskan diri dari dan kurang mempertimbangkan situasi konkret dinamika
pergumulan masyarakat muslim (era klasik maupun kontemporer) yang mengitarinya.
Masyarakat
ideal yang di idam-idamkan adalah masyarakat salaf yakni struktur masyarakat
era kenabian Muhammad SAW.
2. Model tradisionalis madzhabi;
berupaya memahami ajaran-ajaran dan nilai-nilai mendasar yang terkandung dalam
Al-Qur’an dan As-Sunnah melalui khazanah pemikiran Islam klasik, tetapi sering
kali kurang begitu mempertimbangkan situasi sosio-historis masyarakat setempat
dimana ia turut hidup di dalamnya. Hasil ulama’ terdahulu di anggap sudah pasti
atau absolut tanpa mempertimbangkan dimensi historisitasnya.
3. Modernis; berupaya memahami ajaran-ajaran dan nilai-nilai
mendasar yang terkandung dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan hanya semata-mata
mempertimbangkan kondisi dan tantangan sosio-historis dan kultural yang
dihadapi oleh masyarakat muslim kontemporer tanpa mempertimbangkan
muatan-muatan khazanah intelektual Muslim era klasik yang terkait dengan
persoalan keagamaan dan kemasyarakatan.
4. Neo-modernis; berupaya memahami ajaran-ajaran dan
nilai-nilai mendasar yang terkandung dalam AlQur’an dan As-Sunnah dengan
mengikutsertakan dan mempertimbangkan khazanah intelektual Muslim klasik serta
mencermati kesulitan-kesulitan dan kemudahan-kemudahan yang ditawarkan oleh
dunia tekhnologi modern.
B. Tipologi-Tipologi Filsafat Pendidikan Islam Dilihat Dari
Perspektif Islam
Dari berbagai perkembangan pemikiran filsafat pendidikan di atas, maka dalam
perspektif Islam hal ini dapat terbagi menjadi 5 tipologi, yaitu:
1. Tipologi Perenial-Esensialis Salafi
Tipologi ini lebih menonjolkan wawasan kependidikan Islam era salaf, sehingga
pendidikan Islam berfungsi sebagai upaya melestarikan dan mempertahankan
nilai-nilai, kebiasaan dan tradisi masyarakat salaf, karena mereka dipandang
sebagai masyarakat yang ideal.
2. Tipologi Perenial-Esensialis Mazhabi
Perenial-esensial Mazhabi lebih menonjolkan wawasan kependidikan Islam yang
tradisional dan cenderung untuk mengikuti aliran, pemahaman serta pola
pemikiran yang dianggap relatif mapan. Tipologi ini lebih berfungsi sebagai
upaya mempertahankan dan mewariskan nilai, tradisi dan budaya dari satu
generasi ke generasi berikutnya dengan konteks perkembangan zaman dan era
kontenporer yang dihadapinya
3. Tipologi Modernis
Tipologi
modernis lebih menonjolkan wawasan kependidikan Islam yang bebas modifikatif,
progresif dan dinamis dalam menghadapi dan merespon tuntutan dan kebutuhan dari
lingkungannya, sehingga pendidikan Islam berfungsi sebagai upaya melakukan
rekonstruksi pengalaman secara terus menerus, agar dapat berbuat sesuatu yang
intellegent dan mampu mengadakan penyesuaian kembali sesuia dengan tuntutan dan
kebutuhan dari lingkungan pada masa sekarang.
4. Tipologi Perenial-Esensialis Kontekstual-Falsifikatif
Tipologi Perenial-Esensialis
Kontekstual-Falsifikatif mengambil jalan tengah antara kembali ke masa lalu
dengan jalan melakukan kontekstualisasiserta uji falsifikasi dan mengembangkan
wawasan-wawasan kependidikan Islam masa sekarang selaras dengan tuntutan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan sosial yang ada.
5. Tipologi Rekonstruksi Sosial
Tipologi
rekonstruksi sosial sangat cocok diterapkan pada masyarakat yang berkeinginan
maju dan pada masyarakat yang warganya terjangkit penyakit sosial. Sedangkan sekolah yang bisa menerapkan adalah meraka yang
mengembangkan pendekatan andragogis dan guru PAInya lebih berfungsi sebagai
muaddib, yakini orang yang mampu menyiapkan peserta didik untuk
bertanggungjawab dalam membangun peradaban yang berkualitas di masa depan.
Kata Islam yang
melekat pada tipologi-tipologi filsafat pendidikan Islam akan berimplikasi pada
kesamaan titik tolak atau pijakan dalam pengembangannya, yaitu dari dimensi
idealnya. Perbedaan antara berbagai tipologi tersebutlebih terletak pada
dimensi interpretasi dan historisnya. Untuk memahami masalah ini lebih jauh dan
kajian ini perlu dijelaskan apa itu ”Islam ideal”, ”Islam interpretasi” dan apa
pula yang yang dimaksud ”Islam Historis dan hubungan ketiganya.
Islam ideal adalah Islam yang diajarkan dan nilai-nilainya terkandung dalam
al-Quran (sebagai Kalam Allah) dan Hadits/ sunnah Nabi saw. Islam ideal adalah
Islam adalah bersifat normatif masih bersifat preskripsi-preskripsi,
norma-norma dan nilai-nilai yang termuat dalam petunjuk. Sedangkan Islam
interpretasinya dalam Islam Historis merupakan Islam aktual, yakni semua bentuk
penafsiran, gagasan, gerakan dan praktik yang pada kenyataan eksis dalam
masyarakat muslim dalam waktu dan tempat yang berbeda.
Di
lihat dari pemahaman tentang Islam (ideal, interpretasi dan historis), maka
semua tipologi filsafat pendidikan Islam tersebut di atas terdapat titik temu
pada dimensi Islam idealnya, tetapi berbeda dalam dimensi interpretasi dan
historisnya.
C. Implikasi Filsafat Pendidikan Islam Terhadap Pengembangan
Kurikulum Pendidikan Agama Islam
Permasalahan pendidikan yang besar dan
kompleks saat ini dan di masa yang akan datang dan mengingat keterbatasan dana
dan kemampuan yang dimiliki, maka tindakan inovasi atau pembaruan sangatlah
diperlukan. Meskipun demikian, hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa sesuatu
yang baru belum tentu baik, maksudnya belum tentu inovatif. Faktor-faktor utama
yang perlu diperhatikan dalam inovasi pendidikan adalah guru, peserta didik,
kurikulum, fasilitas dan program / tujuan. Unsur-unsur tersebut saling
berkaitan antara satu dengan yang lainnya dan sangat sulit dipisahkan. Sehingga
bila salah satu dari kelima unsur tersebut tidak ada maka esensi dari
pendidikan itu akan sedikit luntur. Salah satu faktor yang perlu dikembangkan
adalah kurikulum. Kurikulum merupakan operasional tujuan yang dicita-citakan,
bahkan tujuan tidak akan tercapai tanpa keterlibatan kurikulum pendidikan.
Disamping itu pelaksanaan kurikulum bisa memberikan sumbangsih yang bersifat
dinamis terhadap kebutuhan-kebutuhan yang diinginkan oleh anak didik dan
masyarakat umumnya.
Tipologi-tipologi pemikiran pendidikan Agama Islam yang telah diuraikan di atas
telah berimplikasi dan memberikan pengaruh yang besar dalam pengembangan
kurikulum PAI sampai saat ini. Implikasi
dari tipologi filsafat pendidikan Islam tersebut adalah sebagai berikut:
1. Tipologi Perenial-Esensialis Salafi
Menurut tipologi ini, tujuan pendidikan
agama Islam diorientasikan pada upaya menginternalisasikan kebenaran-kebenaran
masa salaf dan menyebarluaskan sejarah budaya salaf karena itu penting
diketahui semua orang. Pengembangan kurikulum PAI ditekankan pada
doktrin-doktrin agama, kitab-kitab besar dan kembali pada hal-hal yang dasar.
Metode pembelajarannya bisa dilakukan melalui ceramah, diskusi dan pemberian
tugas-tugas. Manajemen kelasnya lebih diarahkan pada pembentukan karakter,
keteraturan, dan terstruktur. Peranan guru PAI adalah sebagai figur yang
memiliki otoritas tinggi, yang meyakini kebijakan masa lalu, penyebar kebenaran
dan ahli di bidangnya.
2. Tipologi Perenial-Esensialis Mazhabi
Tujuan yang ingin dicapai dari tipologi perenial-esensialis
mazhabi adalah menginternalisasikan kebenaran-kebenaran agama sebagai hasil
interpretasi ulama pasca salaf al-shalih dan pertengahan serta menyebarluaskan
warisan ajaran, nilai-nilai dan pemikiran para pendahulunya yang dianggap
mmapan secara turun temurun, karena penting diketahui semua orang. Dalam
Kurikulum PAI bidang akidah dan ibadah khusus dimaksudkan untuk melestarikan
hasil kkarya imam-imam mazhab terdahulu serta mengamalkan sesuai dengan ajaran
mereka..Metode pembelajarannya bisa dilakukan melalui ceramah dan dialog,
diskusi dengan tolak ukur pandangan imam-imam mazhabnya dan pemberian
tugas-tugas. Manajemen
kelasnya lebih diarahkan pada pembentukan karakter, keteraturan, dan
terstruktur. Evaluasinya menggunkan ujian-ujian obyektif yang terstandarisasi
dan tes kompetesni yang berbasis alamiah. Peranan guru PAI adalah sebagai figur
yang memiliki otoritas tertinggi dan meyakini kebijakan masa lalu.
3. Tipologi Modernis
Tujuan dari tipologi ini
mengorientasikan pendidikan agama Islam pada upaya memberikan
keterampilan-keterampilan kepada peserta didik agar dapat berinteraksi dan
beradaptasi sesuai dengan perubahan yang terjadi di lingkungannya. Pengembangan
kurikulum PAI ditekankan pada penggalian problem-probelm yang tumbuh dan
berkembang di lingkungannya, untuk selanjutnya dilatih untuk memecahkannya
sesuai dengan nilai-nilai dan ajaran agama Islam. Metode pembelajarannya dilakukan melalui cooperative
learning, method project dan scientific method. Manajemen kelasnya lebih
diarahkan pada pemberian kesempatan kepada peserta didik untuk berpartisipasi,
keterlibatan aktif dalam pembelajaran serta menciptakan proses belajar secara
demokratis. Evaluasinya lebih banyak menggunakan evaluasi formatif dan on-going
feed back, yakni berusaha mencari dan menemukan umpan balik secara terus
menerus. Sedangkan
peranan guru PAI adalah sebagai fasilitator dan yang memimpin serta mengatur
pembelajaran.
4. Tipologi Perenial-Esensialis Kontekstual-Falsifikatif
Tujuan pendidikan menurut tipologi ini adalah melestarikan
nilai-nilai illahiyah dan insaniyah sekaligus menumbuhkembangkannya dalam
konteks perkembangan iptek dan perubahan sosial kultural yang ada. Dalam agama
Islam terdapat hal-hal yang bersifat doktrin, supra rasional, nilai0nilai
essensial dan universal atau root values dan adapula hal-hal yang berada dalam
wilayah akal serta nilai-nilai yang berifat instumental dan lokal. Dalam hal yang
pertama, digunkan model perenial esensialis salafi dan perenial esensialis
mazhabi, sedangkan dalam hal yang kedua digunkan model modernis.
5. Tipologi Rekonstruksi Sosial Berlandaskan Tauhid
Tipologi ini bertujuan untuk meningkatkan kepedulian dan
kesadaran pseserta didik akan masalah-masalah yang dihadapi adalah
tanggungjawab pemeluk agama Islam untuk memecahkannya. Kurikulumnya memusatkan
pada permasalahan sosial dan budaya. Guru PAI berfungsi sebagai project
director, yang mampu memimpin dan mengarahkan transformasi serta menjadi agen
perubahan dan bersama anak didiknya berusaha membentuk masyarakat baru. Cara pembelajaran
PAI dapat menggunakan metode-metode simulasi, bermain peranan (role playing),
internship serta belajar bekerja di masyarakat. Manajemen kelasnya tidak
terikat dengan pembelajaran di dalam kelas. Interaksi guru dan peserta didik
dalam pembelajaran PAI lebih bersifat dinamis, kritis, progesif, terbuka bahkan
bersikap proaktif dan antisipatif, tetapi juga mengembangkan nilai-nilai
kooperatif dan kolaboratif, toleran serta komitmen pada hak dan kewajiban asasi
manusia. Pada tataran operasionalnya dapat dikembangkan peace education sebagai
model pendidikan. Peace education adalah model pendidikan yang mengupayakan
pemberdayaan masyarakat agar mereka mampu mengatasi konflik atau masalahnya
sendiri dengan cara kreatif dan tidak dengan cara kekerasan. Pelaksanaannya
dapat berupa belajar kelompok (learning together), sehingga peserta didik
terlatih memecahkan persoalan-persoalan bersama, dengan berbagai model
interaksi sosial-psikologisnya. Melaluibelajar kelompok peserta didik akan
terlatih untuk menekan egoismenya dan terlatih untuk menghargai hak-hak orang
lain. Evaluasinya dilakukan secara formatif dan kooperatif.
Banyak kurikulum yang diciptakan untuk digunakan dalam kehidupan ini
disesuaikan dengan kebutuhan dan keperluannya salah satunya adalah kurikulum
pendidikan Agama Islam. Di dalamnya pengembangannya kurikulum Pendidikan Agama
Islam, sejak dulu hingga saat ini, telah mengalami perubahan yang disebabkan
perubahan kondisi baik dari intern maupun ekstern. Namun, meskipun kurikulum
tersebut berubah, dasar yang digunakan sebagai dasar penanaman nilai tersebut
tetap tidak berubah, yaitu al Quran dan as Sunnah.
KESIMPULAN
Tipologi pemikiran (filsafat) pendidikan Islam secara umum
terbagi menjadi 4 yaitu Model tekstualis salafi, Model tradisionalis madzhabi,
Modernis
Dan Neo-modernis. Pengembangan
pemikiran (filosofis) pendidikan Islam tersebut merupakan hasil dari pola
pemikiran Islam yang berkembang di belahan dunia Islam pada periode modern ini,
terutama dalam menjawab tantangan dan perubahan zaman era modernitas.
Menurut perspektif Islam,
tipologi-tipologi filsafat pendidikan Islam berimplikasi pada kesamaan titik
tolak atau pijakan dalam pengembangannya, yaitu dari dimensi idealnya.
Perbedaan antara berbagai tipologi tersebut lebih terletak pada dimensi
interpretasi dan historisnya.
Implikasi filsafat pendidikan Islam
terhadap pengembangan kurikulum telah melalui berbagai bentuk perubahan untuk
menciptakan perkembangan pendidikan, khususnya di bidang pendidikan agama
Islam. Filsafat pendidikan Islam tersebut dapat diterapkan kapanpun dan
dimanapun kita berada, dengan syarat memiliki kesesuaian kurikulum di
wilayahnya masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA
Hasbullah, 2005, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, Jakarta: Raja
Garfindo Persada
Muhaimin, 1993, Pemikiran Pendidikan Islam: (Kajian
Filosofis dan Kerangka Dasar Operasionalnya), Bandung: Trigenda Karya
_________, 2004, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
_________, 2005, Pengembangan Kurikulum PAI di Sekolah,
Madrasah dan Perguruan Tinggi, Jakarta: Grafindo Persada.
Oemar Hamalik, 2007, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum,
Bandung: Rosda Karya
Umar Tirtarahardja, 2005, Pengantar Pendidikan, Jakarta:
Rineka Cipta
No comments:
Post a Comment