Thursday, November 21, 2013

Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus









Dosen Pembimbing : Esti Aryani, M. Psi
Nama : Ernawati
NIM : 11. 23. 12892
Ruang : A



1.      Pendapat saya terhadap sikap dan perlakuan orang tua yang memberikan kasih sayang yang berlebihan kepada anaknya yang berkebutuhan khusus memiliki dua sudut pandang, yakni :
a.    Sebagai orang tua tentu kita tidak dapat menyamakan perlakuan antara anak biasa dengan anak yang berkebutuhan khusus. Karena pada intinya mereka memiliki kekurangan sehingga memerlukan perhatian lebih agar memunculkan kepercayaan dirinya.
b.   Sikap kasih sayang yang berlebihan (sikap manja) dalam keluarga, dapat menimbulkan masalah sosial tersendiri ketika anak masuk dalam lingkungan yang lebih luas. Misalnya ketika anak memasuki lingkungan sekolah, dimana ia dituntut untuk tunduk pada aturan dan disiplin sebagaimana anak yang lain tanpa kecuali. Masalah sosial yang muncul, misalnya anak menjadi merasa tidak diperhatikan, merasa tertekan, merasa tersaingi, merasa diabaikan, dan merasa ditolak, yang kemudian dapat menjadikan anak merasa tidak nyaman berada di sekolah dan akhirnya malas atau bahkan tidak mau bersekolah.

2.      Pengaruh-pengaruh akibat dari kondisi ketunanetraan yang dialami anak dalam kehidupan sehari-harinya, akan berakibat pada :
a.       Perkembangan Kognitif
Ø  Tingkat dan keanekaragaman pengalaman.
Ketika seorang anak mengalami ketunanetraan, maka pengalaman harus diperoleh dengan mempergunakan indera-indera yang masih berfungsi, khususnya perabaan dan pendengaran. Tetapi bagaimanapun indera-indera tersebut tidak dapat secara cepat dan menyeluruh dalam memperoleh informasi, misalnya ukuran, warna, dan hubungan ruang yang sebenarnya bisa diperoleh dengan segera melalui penglihatan. Tidak seperti halnya penglihatan, ketika mengeksplorasi benda dengan perabaan merupakan proses dari bagian ke keseluruhan, dan orang tersebut harus melakukan kontak dengan bendanya selama dia melakukan eksplorasi tersebut. Beberapa benda mungkin terlalu jauh (bintang), terlalu besar (gunung), terlalu rapuh (binatang kecil), atau membahayakan (api) untuk diteliti dengan perabaan.

Ø  Kemampuan untuk berpindah tempat.
Penglihatan memungkinkan kita untuk bergerak dengan leluasa dalam suatu lingkungan, tetapi tunanetra mempunyai keterbatasan dalam melakukan gerakan tersebut. Keterbatasan tersebut mengakibatkan keterbatasan dalam memperoleh pengalaman dan juga berpengaruh pada hubungan sosial. Anak tunanetra harus belajar cara berjalan dengan aman dan efisien dalam suatu lingkungan dengan berbagai keterampilan orientasi dan mobilitas.

Ø  Interaksi dengan lingkungan.
Jika anda berada di tempat ramai, anda segera bisa melihat ruangan dimana anda berada, melihat orang sekitar, dan bebas bergerak di lingkungan tersebut. Orang tunanetra tidak memiliki kontrol seperti itu. Bahkan dengan keterampilan mobilitas yang dimilikinya, gambaran tentang lingkungan masih tetap tidak utuh.

b.      Perkembangan Karakteristik Akademik
Dampak ketunanetraan juga berpengaruh pada perkembangan keterampilan akademis, (membaca dan menulis). Ketika anda membaca atau menulis anda tidak perlu memperhatikan secara rinci bentuk huruf / kata, tetapi bagi tunanetra hal tersebut tidak bisa dilakukan karena ada gangguan pada ketajaman penglihatannya. Sebagai gantinya mereka menggunakan berbagai alternatif alat untuk membaca dan menulis, sesuai kebutuhannya masing-masing, seperti braille atau huruf cetak berbagai alternatif ukuran.

c.       Perkembangan Karakteristik Sosial dan Emosional
Seseorang yang normal, tidak diajarkan tentang bagaimana melihat kepada lawan bicara ketika berbicara dengan orang lain, cara menggerakan tangan ketika berpisah dengan orang lain, atau bagaimana melakukan ekspresi wajah ketika melakukan komunikasi nonverbal. Perilaku sosial dikembangkan melalui observasi terhadap kebiasaan dan kejadian sosial serta menirunya. Perbaikan biasanya dilakukan melalui penggunaan yang berulang-ulang dan bila diperlukan meminta masukan dari orang lain yang berkompeten. Karena tunanetra mempunyai keterbatasan dalam belajar melalui pengamatan dan menirukan, tunanetra sering mempunyai kesulitan dalam melakukan perilaku sosial yang benar. Akibatnya tunanetra harus mendapatkan pembelajaran khusus yang langsung dan sistematis dalam bidang pengembangan persahabatan, menjaga kontak mata atau orientasi wajah, penampilan postur tubuh yang baik, mempergunakan gerakan tubuh dan ekspresi wajah dengan benar, mengekspresikan perasaan, menyampaikan pesan yang tepat pada waktu melakukan komunikasi, serta mempergunakan alat bantu yang tepat.

d.      Akibat Pada Perkembangan Karakteristik Perilaku
Ketunanetraan tidak menimbulkan penyimpangan perilaku pada diri anak, meskipun hal tersebut berpengaruh pada perilakunya. Tunanetra kadang kurang memperhatikan kebutuhannya, sehingga cenderung orang lain membantunya, yang menimbulkan sikap pasif. Beberapa tunanetra sering menunjukkan perilaku stereotip, sehingga menunjukkan perilaku yang tidak semestinya. Seperti sering menekan matanya, membuat suara dengan jarinya, menggoyang-goyangkan kepala dan badan, atau berputar-putar. Sikap ini terjadi sebagai akibat dari tidak adanya rangsangan sensoris, terbatasnya aktifitas dan gerak di dalam lingkungan, serta keterbatasan sosial.

Selain itu, anak yang tunanetra memiliki sikap-sikap sebagai berikut :
a.       Cenderung mengembangkan rasa curiga terhadap orang lain.
Ketunanetraan membawa seseorang kehilangan kontak dengan lingkungannya, sehingga mengalami kendala memposisikan dirinya dalam lingkungan sekitarnya. Hal ini akan mengakibatkan hilangnya rasa aman dan cepat curiga terhadap orang lain.



b.      Perasaan Mudah Tersinggung.
Ketebatasan informasi dan komunikasi karena kurang berfungsinya penglihatan sering menimbulkan kesalahfahaman pada diri seorang tunanetra. Akibat kesalahfahaman ini, maka para penyandang tunanetra sering mempunyai perasaan mudah tersinggung.

c.       Mengembangkan Perasaan Rendah Diri
Ketunanetraan memiliki keterbatasan dalam memperoleh informasi dan pengalaman, kemampuan melakukan perjalanan dan menemukan sesuatu, mengkontrol lingkungan serta hubungan dirinya terhadap lingkunganya itu, yang secara tidak sadar sering mengembangkan rasa rendah diri untuk bergaul dan berkompetisi dengan orang lain.

d.      Suka Berfantasi
Akibat kekurangan informasi visual, maka tunanetra suka berfantasi atau berkhayal. Berkat usaha yang keras, maka tidak mustahil apa yang dikhayalkan menjadi kenyataan.

e.       Berpikir Kritis
Kekurangan informasi visual sering memotivasi para penyandang tunanetra untuk selalu berpikir kritis. Hal itu merupakan hasil analisis pikir mereka yang tajam, karena keingintahuan yang tinggi.

f.       Pemberani
Tunanetra yang telah menemukan jati dirinya sebagai seorang tunanetra dan dapat bersikap positif terhadap lingkungannya, biasanya tidak mau menerima nasib begitu saja. Mereka dengan percaya diri berusaha sekuat tenaga mencari peluang atau kesempatan untuk mengaktualisasikan dirinya dalam mengubah nasib, status dan kualitas hidup mereka. Kesempatan untuk maju yang harus diperjuangkan itu merupakan motivasi yang mendorong tunanetra untuk berani meningkatkan pengetahuan, kemampuan, ketrampilan, dan pengalamannya melalui berlatih atau belajar baik secara formal, maupun non-formal.

3.      Dampak dari sikap perilaku orang tua yang menolak keberadaan anak tuna grahita tentunya tidak akan mendorong perkembangan anak, tetapi malah mengakibatkan anak menjadi terpuruk oleh sikap orangg tua mereka, karena ia merasa kurang dihargai dan kurang diperlakukan dengan baik oleh keluarga dan lingkungannya. Selain itu hal ini akan membunuh potensi yang ada pada diri anak tuna grahita.

4.      Keluarga adalah sebuah sarana komunikasi untuk anak. Kebanyakan anak senang menceritakan pengalaman mereka, banyak bertanya, mengekspresikan sesuatu yang mereka rasakan pada keluarga. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa keluarga merupakan sumber kekuatan yang dimiliki anak tuna daksa, dimana dia dapat merasa nyaman, tenang, dicintai, diperhatikan, diberi dukungan, dan dapat menolongnya memenuhi kebutuhan sehari-hari. Maka, hal-hal yang sebaiknya dilakukan oleh orang tua agar anak tuna daksa mampu melaksanakan adaptasi social dengan baik adalah salah satunya dengan menumbuhkan sikap percaya diri dan ketegaran pada diri si anak. Yakinlah si anak, bahwa dia walaupun memiliki sedikit perbedaan dengan anak pada umumnya, tetapi dia mampu melakukan apa yang dilakukan anak-anak lainnya. Selain itu, yakinlan dia bahwa di dalam dirinya terdapat potensi atau bakat lebih yang ia miliki. Karena pada setiap kekurangan paasti ada kelebihan yang tersimpan. Selain itu, dapat pula kita menceritakan tentang anak-anak tuna daksa yang memiliki prestasi lebih. Hal ini akan membangkitkan semangatnya serta menjadi motivasi bagi dirinya untuk dapat memunculkan segala bakatnya dan membuat dia menatap cerah akan masa depannya. Dengan cara ini, maka anak akan memiliki rasa percaya diri yang membuatnya mudah untuk beradaptasi dengan lingkungan social. Serta, diperlukan komunikasi yang baik antara orang tua dengan anak dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dapat lebih mudah memberi semangat pada si anak tersebut.

5.      Saran yang dapat saya berikan untuk mencegah atau menanggulangi pengaruh negatif dari film-film porno dan penyalahgunaan narkotika bagi anak dan remaja yakni :
a.       Kecanduan film porno bukan berarti tidak bisa disembuhkan. Untuk bisa lepas pornografi yang mengganggu aktivitas harus benar-benar punya keinginan untuk sembuh. Selain itu dapat dilakukan beberapa hal berikut :
1)      Pahamilah bahwa menonton video porno tidak ada untungnya sama sekali
2)      Hapus semua file gambar atau video pornografi di computer
3)      Carilah kesibukan yang lebih bermanfaat
4)      Buatlah komitmen untuk mencegah kecanduan dan apabila melanggar buatlah hukuman untuk diri anda sendiri
5)      Seringlah berinteraksi dengan keluarga dan teman-teman anda
6)      Perbanyaklah beribadah dan mendekatkan diri pada Agama
Selain itu, untuk mencegah dan menanggulangi pornografi, penguatan keluarga sebagai unit terkecil masyarakat memegang peranan penting dalam menata tata nilai kehidupan. Karena itu, keluarga harus diperkuat dari sisi kualitas sumberdaya manusia maupun pembagian peran dan tata kelola rumah tangga.
Dikatakan Jofizal, seseorang yang teradiktif atau kecanduan pornografi, bisa disembuhkan atau ditanggulangi dengan mengikuti empat hal:
1)      Punya motivasi diri untuk membebaskan diri dari adiksi dan memiliki kemauan melakukan apa yang diperlukan untuk sembuh. Anda tidak dapat memaksa seseorang untuk sembuh jika dia tidak ingin.
2)      Menciptakan lingkungan aman.
3)      Ber-afiliasi dengan support group.
4)      Individu harus memilih seorang konselor atau terapis yang mempunyai pelatihan khusus dan sukses dalam menangani kasus adiksi seks.

b.      Mengingat betapa dahsyatnya bahaya yang akan ditimbulkan oleh Narkoba dan betapa cepatnya tertular para generasi muda untuk mengkonsumsi Narkoba, maka diperlukan upaya-upaya konkrit untuk mengatasinya. Dalam upaya mencegah atau penanggulangan masalah penyalahgunaan Narkoba dapat dilakukan melalui pendekatan-pendekatan dan beberapa cara, adapun hal tersebut adalah :
1)      Meningkatkan iman dan taqwa melalui pendidikan agama dan keagamaan baik di sekolah maupun di masyarakat. Bukan hanya itu, bahkan anak yang masih dalam kandungan Sang Ibupun usaha mendidik anak tersebut sudah harus dilaksanakan yaitu dengan jalan kedua orangtuanya selalu berakhlak dan berbudi baik, menyempurnakan ibadah, memperbanyak bersedekah, membaca Al Qur’an, berpuasa, dan berdoa kepada Allah dengan tulus agar anak yang akan lahir nanti dalam bentuk fisik yang sempurna dan merupakan anak yang berjiwa shaleh.
2)      Meningkatkan peran keluarga melalui perwujudan keluarga sakinah, sebab peran keluarga sangat besar terhadap pembinaan diri seseorang. Hasil penelitia menunjukkan bahwa anak-anak nakal dan brandal pada umumnya adalah berasal dari keluarga yang berantakan (broken home). Dan unit terkecil dari masyarakat adalah rumah tangga. Di sinilah tempat pertama bagi anak-anak memperoleh pendidikan perihal nilai-nilai sejak anak dilahirkan. Maka dengan demikian orang tua sangat berperan pertama kali dalam mendidik, mengajar, membimbing, membina, dan membentuk anak-anaknya dengan :
Ø  Memelihara kesejukan, ketentraman, kesegaran, keutuhan Memberikan kasih sayang, pengorbanan, perhatian, teladan yang baik, pengaruh yang luhur.
Ø  Menanamkan nilai-nilai agama (iman dan ibadah), akhlak budi pekerti, disiplin dan prinsip-prinsip luhur lainnya.
Ø  Melakukan kontrol, filter, pengendalian, dan koreksi seluruh sikap anak-anaknya secara bijaksana baik di rumah maupun di luar, dan keharmonisan rumah tangga sehingga anak-anak merasa tenang, nyaman, aman, damai, bahagia, dan betah tinggal di tengah-tengah pergaulan keluarga setiap hari.
Ø  Penanaman nilai sejak dini bahwa Narkoba adalah haram sebagaimana haramnya Babi dan berbuat zina.
Ø  Meningkatkan peran orang tua dalam mencegah Narkoba, di Rumah oleh Ayah dan Ibu, di Sekolah oleh Guru/Dosen dan di masyarakat oleh tokoh agama dan tokoh masyarakat serta aparat penegak hukum.
Ø  Melakukan dengan cara Preventif (pencegahan), yaitu untuk membentuk masyarakat yang mempunyai ketahanan dan kekebalan terhadap narkoba. Pencegahan adalah lebih baik dari pada pemberantasan. Pencegahan penyalahgunaan Narkoba dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti pembinaan dan penyuluhan serta pengawasan dalam keluarga, penyuluhan oleh pihak yang kompeten baik di sekolah dan masyarakat, pengajian oleh para ulama, pengawasan tempat-tempat hiburan malam oleh pihak keamanan, pengawasan distribusi obat-obatan ilegal dan melakukan tindakan-tindakan lain yang bertujuan untuk mengurangi atau meniadakan kesempatan terjadinya penyalahgunaan Narkoba.
Ø  Secara Represif (penindakan), yaitu menindak dan memberantas penyalahgunaan narkoba melalui jalur hukum dan berdasarkan hukum , yang dilakukan oleh para penegak hukum atau aparat keamanan yang dibantu oleh masyarakat. Kalau masyarakat mengetahui hal tersebut harus segera melaporkan kepada pihak yang berwajib ( kepolisian ) dan tidak boleh main hakim sendiri.
Ø  Dengan pendekatan melalui Kuratif (pengobatan), bertujuan penyembuhan para korban baik secara medis maupun dengan media lain. Di Indonesia sudah banyak didirikan tempat-tempat penyembuhan dan rehabilitasi pecandu narkoba seperti Yayasan Titihan Respati, pesantren-pesantren, yayasan Pondok Bina Kasih dll.
Ø  Rehabilitatif (rehabilitasi), dilakukan agar setelah pengobatan selesai para korban tidak kambuh kembali “ketagihan” Narkoba. Rehabilitasi berupaya menyantuni dan memperlakukan secara wajar para korban narkoba agar dapat kembali ke masyarakat dalam keadaan sehat jasmani dan rohani. Kita tidak boleh mengasingkan para korban Narkoba yang sudah sadar dan bertobat, supaya mereka tidak terjerumus kembali sebagai pecandu narkoba.
Pencegahan penyalahgunaan narkoba adalah  segala upaya dan tindakan untuk menghindarkan orang memulai penggunaan narkoba; dengan menjalankan cara hidup sehat serta mengubah kondisi lingkungan yang memungkinkan seseorang terjangkit penyalahgunaan narkoba. Pencegahan tersebut meliputi :
1)      Peningkatan kesehatan dan budaya hidup sehat baik fisik maupun mental yang berlandaskan keimanan dan ketaqwaan.
2)      Pendewasaan kepribadian.
3)      Peningkatan kemampuan mengatasi masalah.
4)      Peningkatan harga diri dan percaya diri.
5)      Peningkatan hubungan intrapersonal dan interpersonal serta kemampuan social.
6)      memperkuat sektor-sektor lingkungan misalnya keluarga, sekolah, masyarakat yang mendukung peningkatan kesehatan dan pengembangan kepribadian generasi muda.
7)      Meningkatkan kesadaran masyarakat umum tentang bahaya penyalahgunaan Narkoba
8)      Meningkatnya pengetahuan masyarakat umum tentang bahaya penyalahgunaan Narkoba.
9)      Terjadinya peubahan sikap masyarakat terhadap bahaya penyalahgunaan Narkoba.
10)  Meningkatnya ketrapilan masyarakat terhadap penyalahgunaan Narkoba
11)  Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam penanggulangan bahaya penyalahgunaan Narkoba.


No comments:

Post a Comment