Dosen Pembimbing : Esti
Aryani, M. Psi
Nama : Ernawati
NIM : 11. 23. 12892
Ruang : A
1.
Pendapat
saya terhadap sikap dan perlakuan orang tua yang memberikan kasih sayang yang
berlebihan kepada anaknya yang berkebutuhan khusus memiliki dua sudut pandang,
yakni :
a. Sebagai orang tua tentu kita tidak dapat menyamakan perlakuan antara anak
biasa dengan anak yang berkebutuhan khusus. Karena pada intinya mereka memiliki
kekurangan sehingga memerlukan perhatian lebih agar memunculkan kepercayaan
dirinya.
b. Sikap kasih sayang yang berlebihan (sikap manja) dalam keluarga, dapat
menimbulkan masalah sosial tersendiri ketika anak masuk dalam lingkungan yang
lebih luas. Misalnya ketika anak memasuki lingkungan sekolah, dimana ia
dituntut untuk tunduk pada aturan dan disiplin sebagaimana anak yang lain tanpa
kecuali. Masalah sosial yang muncul, misalnya anak menjadi merasa tidak
diperhatikan, merasa tertekan, merasa tersaingi, merasa diabaikan, dan merasa
ditolak, yang kemudian dapat menjadikan anak merasa tidak nyaman berada di
sekolah dan akhirnya malas atau bahkan tidak mau bersekolah.
2.
Pengaruh-pengaruh akibat dari kondisi
ketunanetraan yang dialami anak dalam kehidupan sehari-harinya, akan berakibat
pada :
a.
Perkembangan
Kognitif
Ø Tingkat dan keanekaragaman pengalaman.
Ketika seorang anak mengalami ketunanetraan, maka pengalaman harus
diperoleh dengan mempergunakan indera-indera yang masih berfungsi, khususnya
perabaan dan pendengaran. Tetapi bagaimanapun indera-indera tersebut tidak
dapat secara cepat dan menyeluruh dalam memperoleh informasi, misalnya ukuran,
warna, dan hubungan ruang yang sebenarnya bisa diperoleh dengan segera melalui
penglihatan. Tidak seperti halnya penglihatan, ketika mengeksplorasi benda
dengan perabaan merupakan proses dari bagian ke keseluruhan, dan orang tersebut
harus melakukan kontak dengan bendanya selama dia melakukan eksplorasi
tersebut. Beberapa benda mungkin terlalu jauh (bintang), terlalu besar
(gunung), terlalu rapuh (binatang kecil), atau membahayakan (api) untuk
diteliti dengan perabaan.
Ø Kemampuan untuk berpindah tempat.
Penglihatan memungkinkan kita untuk bergerak dengan leluasa dalam suatu
lingkungan, tetapi tunanetra mempunyai keterbatasan dalam melakukan gerakan
tersebut. Keterbatasan tersebut mengakibatkan keterbatasan dalam memperoleh
pengalaman dan juga berpengaruh pada hubungan sosial. Anak tunanetra harus
belajar cara berjalan dengan aman dan efisien dalam suatu lingkungan dengan
berbagai keterampilan orientasi dan mobilitas.
Ø Interaksi dengan lingkungan.
Jika anda berada di tempat ramai, anda segera
bisa melihat ruangan dimana anda berada, melihat orang sekitar, dan bebas
bergerak di lingkungan tersebut. Orang tunanetra tidak memiliki kontrol seperti
itu. Bahkan dengan keterampilan mobilitas yang dimilikinya, gambaran tentang
lingkungan masih tetap tidak utuh.
b.
Perkembangan
Karakteristik Akademik
Dampak ketunanetraan juga berpengaruh pada perkembangan keterampilan
akademis, (membaca dan menulis). Ketika anda membaca atau menulis anda tidak
perlu memperhatikan secara rinci bentuk huruf / kata, tetapi bagi tunanetra hal
tersebut tidak bisa dilakukan karena ada gangguan pada ketajaman
penglihatannya. Sebagai gantinya mereka menggunakan berbagai alternatif alat
untuk membaca dan menulis, sesuai kebutuhannya masing-masing, seperti braille
atau huruf cetak berbagai alternatif ukuran.
c.
Perkembangan
Karakteristik Sosial dan Emosional
Seseorang yang
normal, tidak diajarkan tentang bagaimana melihat kepada lawan bicara ketika
berbicara dengan orang lain, cara menggerakan tangan ketika berpisah dengan
orang lain, atau bagaimana melakukan ekspresi wajah ketika melakukan komunikasi
nonverbal. Perilaku sosial dikembangkan melalui observasi terhadap kebiasaan dan
kejadian sosial serta menirunya. Perbaikan biasanya dilakukan melalui
penggunaan yang berulang-ulang dan bila diperlukan meminta masukan dari orang
lain yang berkompeten. Karena tunanetra mempunyai keterbatasan dalam belajar
melalui pengamatan dan menirukan, tunanetra sering mempunyai kesulitan dalam
melakukan perilaku sosial yang benar. Akibatnya tunanetra harus mendapatkan
pembelajaran khusus yang langsung dan sistematis dalam bidang pengembangan
persahabatan, menjaga kontak mata atau orientasi wajah, penampilan postur tubuh
yang baik, mempergunakan gerakan tubuh dan ekspresi wajah dengan benar,
mengekspresikan perasaan, menyampaikan pesan yang tepat pada waktu melakukan
komunikasi, serta mempergunakan alat bantu yang tepat.
d.
Akibat
Pada Perkembangan Karakteristik Perilaku
Ketunanetraan tidak menimbulkan penyimpangan perilaku pada diri anak,
meskipun hal tersebut berpengaruh pada perilakunya. Tunanetra kadang kurang
memperhatikan kebutuhannya, sehingga cenderung orang lain membantunya, yang
menimbulkan sikap pasif. Beberapa tunanetra sering menunjukkan perilaku
stereotip, sehingga menunjukkan perilaku yang tidak semestinya. Seperti sering
menekan matanya, membuat suara dengan jarinya, menggoyang-goyangkan kepala dan
badan, atau berputar-putar. Sikap ini terjadi sebagai akibat dari tidak adanya
rangsangan sensoris, terbatasnya aktifitas dan gerak di dalam lingkungan, serta
keterbatasan sosial.
Selain itu, anak yang tunanetra memiliki sikap-sikap
sebagai berikut :
a.
Cenderung mengembangkan rasa curiga terhadap orang lain.
Ketunanetraan membawa seseorang kehilangan kontak dengan lingkungannya,
sehingga mengalami kendala memposisikan dirinya dalam lingkungan sekitarnya.
Hal ini akan mengakibatkan hilangnya rasa aman dan cepat curiga terhadap orang
lain.
b.
Perasaan Mudah Tersinggung.
Ketebatasan informasi dan komunikasi karena kurang berfungsinya penglihatan
sering menimbulkan kesalahfahaman pada diri seorang tunanetra. Akibat
kesalahfahaman ini, maka para penyandang tunanetra sering mempunyai perasaan
mudah tersinggung.
c.
Mengembangkan Perasaan Rendah Diri
Ketunanetraan memiliki keterbatasan dalam memperoleh informasi dan pengalaman,
kemampuan melakukan perjalanan dan menemukan sesuatu, mengkontrol lingkungan serta
hubungan dirinya terhadap lingkunganya itu, yang secara tidak sadar sering
mengembangkan rasa rendah diri untuk bergaul dan berkompetisi dengan orang
lain.
d.
Suka Berfantasi
Akibat kekurangan informasi visual, maka tunanetra suka berfantasi atau
berkhayal. Berkat usaha yang keras, maka tidak mustahil apa yang dikhayalkan
menjadi kenyataan.
e.
Berpikir Kritis
Kekurangan informasi visual sering memotivasi para penyandang tunanetra
untuk selalu berpikir kritis. Hal itu merupakan hasil analisis pikir mereka
yang tajam, karena keingintahuan yang tinggi.
f.
Pemberani
Tunanetra yang
telah menemukan jati dirinya sebagai seorang tunanetra dan dapat bersikap
positif terhadap lingkungannya, biasanya tidak mau menerima nasib begitu saja.
Mereka dengan percaya diri berusaha sekuat tenaga mencari peluang atau
kesempatan untuk mengaktualisasikan dirinya dalam mengubah nasib, status dan
kualitas hidup mereka. Kesempatan untuk maju yang harus diperjuangkan itu
merupakan motivasi yang mendorong tunanetra untuk berani meningkatkan
pengetahuan, kemampuan, ketrampilan, dan pengalamannya melalui berlatih atau
belajar baik secara formal, maupun non-formal.
3.
Dampak
dari sikap perilaku orang tua yang menolak keberadaan anak tuna grahita
tentunya tidak akan mendorong perkembangan anak, tetapi malah mengakibatkan
anak menjadi terpuruk oleh sikap orangg tua mereka, karena ia merasa kurang
dihargai dan kurang diperlakukan dengan baik oleh keluarga dan lingkungannya. Selain itu hal ini akan membunuh potensi yang
ada pada diri anak tuna grahita.
4.
Keluarga adalah sebuah sarana komunikasi untuk
anak. Kebanyakan anak senang menceritakan pengalaman mereka, banyak bertanya,
mengekspresikan sesuatu yang mereka rasakan pada keluarga. Oleh karena itu,
dapat dikatakan bahwa keluarga merupakan sumber kekuatan yang dimiliki anak
tuna daksa, dimana dia dapat merasa nyaman, tenang, dicintai, diperhatikan,
diberi dukungan, dan dapat menolongnya memenuhi kebutuhan sehari-hari. Maka,
hal-hal yang sebaiknya dilakukan oleh orang tua agar anak tuna daksa mampu
melaksanakan adaptasi social dengan baik adalah salah satunya dengan
menumbuhkan sikap percaya diri dan ketegaran pada diri si anak. Yakinlah si
anak, bahwa dia walaupun memiliki sedikit perbedaan dengan anak pada umumnya,
tetapi dia mampu melakukan apa yang dilakukan anak-anak lainnya. Selain itu,
yakinlan dia bahwa di dalam dirinya terdapat potensi atau bakat lebih yang ia
miliki. Karena pada setiap kekurangan paasti ada kelebihan yang tersimpan.
Selain itu, dapat pula kita menceritakan tentang anak-anak tuna daksa yang
memiliki prestasi lebih. Hal ini akan membangkitkan semangatnya serta menjadi
motivasi bagi dirinya untuk dapat memunculkan segala bakatnya dan membuat dia
menatap cerah akan masa depannya. Dengan cara ini, maka anak akan memiliki rasa
percaya diri yang membuatnya mudah untuk beradaptasi dengan lingkungan social.
Serta, diperlukan komunikasi yang baik antara orang tua dengan anak dalam
kehidupan sehari-hari, sehingga dapat lebih mudah memberi semangat pada si anak
tersebut.
5. Saran yang dapat saya
berikan untuk mencegah atau menanggulangi pengaruh negatif dari film-film porno
dan penyalahgunaan narkotika bagi anak dan remaja yakni :
a.
Kecanduan film porno bukan berarti tidak bisa disembuhkan. Untuk bisa lepas
pornografi yang mengganggu aktivitas harus benar-benar punya keinginan untuk
sembuh. Selain itu
dapat dilakukan beberapa hal berikut :
1) Pahamilah bahwa menonton
video porno tidak ada untungnya sama sekali
2)
Hapus semua file gambar atau video pornografi
di computer
3)
Carilah kesibukan yang lebih bermanfaat
4)
Buatlah komitmen untuk mencegah kecanduan dan
apabila melanggar buatlah hukuman untuk diri anda sendiri
5) Seringlah berinteraksi
dengan keluarga dan teman-teman anda
6) Perbanyaklah beribadah dan
mendekatkan diri pada Agama
Selain itu, untuk mencegah dan menanggulangi pornografi,
penguatan keluarga sebagai unit terkecil masyarakat memegang peranan penting
dalam menata tata nilai kehidupan. Karena itu, keluarga harus diperkuat dari
sisi kualitas sumberdaya manusia maupun pembagian peran dan tata kelola rumah
tangga.
Dikatakan Jofizal, seseorang yang teradiktif atau
kecanduan pornografi, bisa disembuhkan atau ditanggulangi dengan mengikuti
empat hal:
1) Punya motivasi diri untuk
membebaskan diri dari adiksi dan memiliki kemauan melakukan apa yang diperlukan
untuk sembuh. Anda tidak dapat memaksa seseorang untuk sembuh jika dia tidak
ingin.
2) Menciptakan
lingkungan aman.
3) Ber-afiliasi
dengan support group.
4)
Individu harus memilih seorang konselor atau terapis yang
mempunyai pelatihan khusus dan sukses dalam menangani kasus adiksi seks.
b.
Mengingat betapa dahsyatnya bahaya yang akan ditimbulkan oleh Narkoba dan
betapa cepatnya tertular para generasi muda untuk mengkonsumsi Narkoba, maka
diperlukan upaya-upaya konkrit untuk mengatasinya. Dalam upaya mencegah atau
penanggulangan masalah penyalahgunaan Narkoba dapat dilakukan melalui
pendekatan-pendekatan dan beberapa cara, adapun hal tersebut adalah :
1) Meningkatkan iman dan
taqwa melalui pendidikan agama dan keagamaan baik di sekolah maupun di
masyarakat. Bukan hanya itu, bahkan anak yang masih dalam kandungan Sang Ibupun
usaha mendidik anak tersebut sudah harus dilaksanakan yaitu dengan jalan kedua
orangtuanya selalu berakhlak dan berbudi baik, menyempurnakan ibadah,
memperbanyak bersedekah, membaca Al Qur’an, berpuasa, dan berdoa kepada Allah dengan
tulus agar anak yang akan lahir nanti dalam bentuk fisik yang sempurna dan
merupakan anak yang berjiwa shaleh.
2) Meningkatkan peran
keluarga melalui perwujudan keluarga sakinah, sebab peran keluarga sangat besar
terhadap pembinaan diri seseorang. Hasil penelitia menunjukkan bahwa anak-anak
nakal dan brandal pada umumnya adalah berasal dari keluarga yang berantakan
(broken home). Dan unit terkecil dari masyarakat adalah rumah tangga. Di
sinilah tempat pertama bagi anak-anak memperoleh pendidikan perihal nilai-nilai
sejak anak dilahirkan. Maka dengan demikian orang tua sangat berperan pertama
kali dalam mendidik, mengajar, membimbing, membina, dan membentuk anak-anaknya
dengan :
Ø
Memelihara kesejukan, ketentraman, kesegaran, keutuhan Memberikan kasih
sayang, pengorbanan, perhatian, teladan yang baik, pengaruh yang luhur.
Ø
Menanamkan nilai-nilai agama (iman dan ibadah), akhlak budi pekerti,
disiplin dan prinsip-prinsip luhur lainnya.
Ø
Melakukan kontrol, filter, pengendalian, dan koreksi seluruh sikap
anak-anaknya secara bijaksana baik di rumah maupun di luar, dan keharmonisan
rumah tangga sehingga anak-anak merasa tenang, nyaman, aman, damai, bahagia,
dan betah tinggal di tengah-tengah pergaulan keluarga setiap hari.
Ø
Penanaman nilai sejak dini bahwa Narkoba adalah haram sebagaimana haramnya
Babi dan berbuat zina.
Ø
Meningkatkan peran orang tua dalam mencegah Narkoba, di Rumah oleh Ayah dan
Ibu, di Sekolah oleh Guru/Dosen dan di masyarakat oleh tokoh agama dan tokoh
masyarakat serta aparat penegak hukum.
Ø
Melakukan dengan cara Preventif (pencegahan), yaitu untuk membentuk
masyarakat yang mempunyai ketahanan dan kekebalan terhadap narkoba. Pencegahan
adalah lebih baik dari pada pemberantasan. Pencegahan penyalahgunaan Narkoba
dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti pembinaan dan penyuluhan serta
pengawasan dalam keluarga, penyuluhan oleh pihak yang kompeten baik di sekolah
dan masyarakat, pengajian oleh para ulama, pengawasan tempat-tempat hiburan
malam oleh pihak keamanan, pengawasan distribusi obat-obatan ilegal dan
melakukan tindakan-tindakan lain yang bertujuan untuk mengurangi atau
meniadakan kesempatan terjadinya penyalahgunaan Narkoba.
Ø
Secara Represif (penindakan), yaitu menindak dan memberantas penyalahgunaan
narkoba melalui jalur hukum dan berdasarkan hukum , yang dilakukan oleh para
penegak hukum atau aparat keamanan yang dibantu oleh masyarakat. Kalau
masyarakat mengetahui hal tersebut harus segera melaporkan kepada pihak yang
berwajib ( kepolisian ) dan tidak boleh main hakim sendiri.
Ø
Dengan pendekatan melalui Kuratif (pengobatan), bertujuan penyembuhan para
korban baik secara medis maupun dengan media lain. Di Indonesia sudah banyak
didirikan tempat-tempat penyembuhan dan rehabilitasi pecandu narkoba seperti
Yayasan Titihan Respati, pesantren-pesantren, yayasan Pondok Bina Kasih dll.
Ø
Rehabilitatif (rehabilitasi), dilakukan agar setelah pengobatan selesai
para korban tidak kambuh kembali “ketagihan” Narkoba. Rehabilitasi berupaya
menyantuni dan memperlakukan secara wajar para korban narkoba agar dapat kembali
ke masyarakat dalam keadaan sehat jasmani dan rohani. Kita tidak boleh
mengasingkan para korban Narkoba yang sudah sadar dan bertobat, supaya mereka
tidak terjerumus kembali sebagai pecandu narkoba.
Pencegahan penyalahgunaan narkoba adalah segala upaya dan tindakan
untuk menghindarkan orang memulai penggunaan narkoba; dengan menjalankan cara
hidup sehat serta mengubah kondisi lingkungan yang memungkinkan seseorang
terjangkit penyalahgunaan narkoba. Pencegahan tersebut meliputi :
1) Peningkatan kesehatan dan
budaya hidup sehat baik fisik maupun mental yang berlandaskan keimanan dan
ketaqwaan.
2)
Pendewasaan kepribadian.
3)
Peningkatan kemampuan mengatasi masalah.
4) Peningkatan harga diri dan
percaya diri.
5) Peningkatan hubungan
intrapersonal dan interpersonal serta kemampuan social.
6) memperkuat sektor-sektor
lingkungan misalnya keluarga, sekolah, masyarakat yang mendukung peningkatan
kesehatan dan pengembangan kepribadian generasi muda.
7) Meningkatkan kesadaran masyarakat umum tentang bahaya penyalahgunaan
Narkoba
8) Meningkatnya pengetahuan masyarakat umum tentang bahaya penyalahgunaan
Narkoba.
9) Terjadinya peubahan sikap masyarakat terhadap bahaya penyalahgunaan
Narkoba.
10) Meningkatnya ketrapilan masyarakat terhadap penyalahgunaan Narkoba
11) Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam penanggulangan bahaya
penyalahgunaan Narkoba.
No comments:
Post a Comment