Thursday, November 21, 2013

urgensi filsafat pendidikan islam



BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR  BELAKANG
Dikalangan para ahli filsafat pendidikan pada umumnya, seperti Broody (1961) menyatakan bahwa filsafat pendidikan dipandang sebagai pembahasan yang sistimatis tentang masalah-masalah pendidikan pada tingkatan filosofis yaitu menyelidiki suatu persoalan pendidikan hingga direduksi ke dalam pokok persoalan metafisika, epistemologi, etika, logika, estetika maupun dari kombinasi dari semuanya itu.
Namun, adakah urgensi pada filsafat pendidikan Islam tersebut ? semuanya akan dibahas lebih lanjut pada bab selanjutnya.

B.        RUMUSAN  MASALAH
1.      Apa hakikat dari filsafat pendidikan Islam ?
2.      Bagaimana urgensi filsafat pendidikan Islam ?

C.       RUANG  LINGKUP PENULISAN
Mengingat keterbatasan waktu dan kemampuan kami dalam penyusunan mkalah inni serta sesuai rujukan materi yang harus dibahas dalam makalah yang diberikan oleh dosen pengasuh mata kuliah Pengembangan Kurikulum PAI yang juga sebagai pemberi tugas, maka ruang lingkup makalah ini terbatas pada pembahasan Urgensi Filsafat Pendidikan Islam.



BAB  II
PEMBAHASAN

A.       HAKIKAT PENDIDIKAN ISLAM
Filsafat pendidikan dipandang sebagai pembahasan yang sistematis tentang masalah-masalah pendidikan pada tingkatan filosofis yaitu menyelidiki suatu persoalan pendidikan hingga direduksi kedalam pokok persoalan metafisika, epistemologi, etika, logika, estetika maupun dari kombinasi dari semuanya itu.
Dalam pembahasan filsafat pendidikan, persoalan-persoalan tersebut dapat disederhanakan kedalam ketiga persoalan pokok yaitu :
1.      Masalah-masalah pendidikan Islam yang menjadi perhatian metafisika atau ontologi bahwa dalam penyelenggara pendidikan Islam diperlukan pendirian mengenai pandangan dunia, manusia atau masyarakat yang bagimanakah yang diperlukan oleh pendidikan Islam.
2.      Pandangan mengenai pengetahuan yang dipelajari oleh epistemologi, antara lain dalam penyusunan dasar-dasar kurikulum, terutama dalam usahanya mengenai dan memahami hakikat pengetahuan menurut pandangan Islam.
3.      Pandangan mengenai nilai yang dipelajari oleh aksiologi, seperti masalah etika yang mempelajari tentang kebaikan ditinjau dari kesusilaan, sangat dekat dengan pendidikan Islam, karena kebaikan budi pekerti manusia menjadi sasaran utama pendidikan Islam dan karenanya selalu dipertimbangkan dalam perumusan tujuan pendidikan Islam. Nabi Muhammad saw. Saja diutus untuk memperbaiki dan menyempurnahkan kemulian dan kebaikan akhlak (budi pekerti) umat manusia. Karena itu, perumusan tujuan pendidikan Islam tanpa memperhatikan prinsip-prinsip kebaikan budi pekerti (akhlak) adalah hampa.
Di kalangan ulama yang memiliki perhatian terhadap filsafat pendidikan Islam, seperti Al-Syaibany (1979) menyatakan bahwa “filsafat pendidikan tidak lain ialah pelaksanaan pandangan falsafat dan kaidah falsafah dalam bidang pendidkan”. Ia juga mengutip pendapat Al-Najihi (1967) yang menyatakan bahwa filsafat pendidikan yaitu aktivitas pemikiran yang teratur yang menjadikan falsafah itu sebagai seseorang yang menggunakan gaya falsafat dalam bidang pendidikan.
Al-Ainain (1980) juga menyatakan bahwa  filsafat pendidikan merupakan aktivitas pemikiran yang teratur (sistimatis) yang menggunakan filsafat sebagai alat untuk mengatur dan menyusun pelaksanaan pendidikan dan menjelaskan nilai-nilai serta tujuan-tujuan yang
mengarahkan berlangsungnya pelaksanaan pendidikan secara tepat. Walaupun pendapat-pendapat tersebut diatas memiliki gaya bahasa yang berbeda-beda tetapi saling menjelaskan antara satu dengan yang lain dan berada dalam satu pengertian yang sama yaitu bahwa filsafat pendidikan pada dasarnya merupakan system berpikir filsafati yang diamplikasikan dalam memecahkan masalah pendidikan. Sebagai produk dari pemikiran (filsafat) pendidikan ini akan dapat memberikan kerangka orientasi atas pandangan dunia pendidikan.

B.        URGENSI  FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Para ahli telah menyoroti dunia pendidikan yang berkembang pada saat ini baik dalam pendidikan Islam pada khususnya maupun pendidikan pada umumnya, bahwa pelaksanakan pendidikan tersebut kurang bertolak dari atau belum dibangun oleh landasan filosofis yang kokoh, sehingga berimplikasi pada kekaburan dan ketidakjelasan arah dan jalannya pelaksanakan pendidikan itu sendiri.
Abdurrahman (1995) misalnya, mengemukan bahwa pelaksanakan pendidikan agama Islam selama ini berjalan melalui cara didaktis-metodis seperti halnya pengajaran umum, dan lebih didasarkan pada basis pedagogis umum yang berasa dari filsafat pendidikan model barat, sehingga lebih menekankan pada transmisi pengatahuan agama.” Untuk menemukan pedagogis Islam diperlukan lebih dahulu rumusan filsafat pendidikan Islam yang kokoh.
Ma’arif (1993) setelah menyajikan dialog antara Iqbal dan Rumi dalam konteks pendidikan Islam, berkesimpulan bahwa pondasi filosofis yang mendasari sistem pendidikan Islam selama ini masih rapuh, terutama pada tampak pada adanya bentuk dualisme dikotomis antara apa yang dikategorikan ilmu-ilmu agama yang menduduki fardu ‘ain, dan ilmu-ilmu sekuler yang paling tinggi berada pada posisi fardu kifayah, yang sering kali terabaikan dan bahkan tercampakan. Di samping itu, kegiatan pendidikan Islam yang seharusnya berorentasi ke langit (orientasi transedental), tampaknya belum tercermin secara tajam dan jelas dalam rumusan filsafat pendidikan Islam, dan bahkan belum dimilikinya. Karena itu penyusunan suatu filsafat pendidikan Islam merupakan tugas strategis dalam usaha pembaharuan pendidikan Islam.
Buchori (1994) juga berkesimpulan bahwa ilmu pendidikan di Indonesia dewasa ini tampaknya mulai kehilangan jatih diri yang antara lain di sebabkan karena penelitian-penelitian lebih concern pada persoalan praktis operasional dan formal yang terdapat di sekolah. Sedangkan pemikiran ilmu pendidikan yang lebih bersifat fondasional, termasuk didalamnya filsafat pendidikan mengalami stagnasi, demikian pula riset-riset di dalamnya.
Berbagai keperihatinan para pakar tersebut merupakan indikasi mengenai pentingnya kontruksi filsafat pendidikan Islam, karena bagimanapun filsafat bukanlah penyelidikan yang terpisah dan ekslusif, tetapi justru merupakan bagian dari kehidupan manusia dan pendidikan.
Pendidikan merupakan persoalan hidup dan kehidupan manusia, dan seluruh proses hidup dan kehidupan manusia adalah proses pendidikan. Atau meminjam terma Lodge (1947) bahwa “Life is education and education is life”. Sebagai persoalan hidup maka pendidikan dalam pengembangan konsep-konsepnya perlu menggunakan sistem pemikiran filsafat tersebut di atas menyangkut metafisika, epistemologi, aksiologi dan logika, karena problema yang ada dalam  lapangan pendidikan juga berada dalam lapangan filsafat tersebut. Karena itu hubungan antara filsafat dan pendidikan adalah sangat erat.
Dengan demikian, filsafat dan mendidik adalah dua tahap kegiatan tapi dalam satu usaha. Berfilsafat ialah memikirkan dengan seksama nilai-nilai dan cita-cita yang lebih baik, sedangkan mendidik adalah usaha merealisasikan nilai-nilai dan cita-cita itu dalam kehidupan dan dalam kepribadian manusia.
Sistem pemikiran filsafat tersebut jika dikaitkan dengan pendidikan, maka sebagai berikut :
1.      Dalam lapangan metafisika, antara lain diperlukan adanya pendirian mengenai pandangan dunia yang bagaimanakah yang diperlukan dalam pelaksanaan pendidikan.
2.      Dalam lapangan epistemology, antara lain diperlukan dalam penyusunan dasar-dasar kurikulum. Kurikulum yang biasa diartikan sebagai serangkaian kegiatan atau sarana untuk mencapai tujuan pendidikan, diibaratkan sebagai jalan raya yang perlu dilewati oleh peserta didik dalam usaha mengenal dan memahami pengetahuan.
3.      Dalam lapangan aksiologi, yakni yang mempelajari nilai-nilai, juga sangat dekat dengan pendidikan, yang selalu dipertimbangkan dalam penentuan tujuan pendidikan, karena dunia nilai (etika dan estetika) juga menjadi dasar pendidikan, yang selalu dipertimbangkan dalam penentuan tujuan pendidikan. Di samping itu, pendidikan sebagai fenomena kehidupan social, kultual, dan keagamaan tidak dapat lepas dari sistem nilai.
4.      Dalam lapangan logika, sebagai cabang filsafat yang meletakkan landasan mengenai ajaran berpikir yang benar dan valid, sangat diperlukan dalam pendidikan kecerdasan. Pelaksanaan pendidikan menghendaki seseorang mampu mengutarakan pendapat dengan benar dan valid sehingga diperlukan penguasaan logika.


Karena itu, hubungan antara filsafat dan pendidikan merupakan keharusan, terutama dalam menjawab persoala-persoalan pokok dan mendasar yang dihadapi oleh pendidikan. Brubacher (1955) sebagaimana dikutip oleh Ozmon dan Craver (1995) menyarankan agar persoalan-persoalan yang mendasar tentang pendidikan dibahas dan dipecahkan menurut teori filsafat. Sebagai implikasinya diperlukan bangunan filsafat pendidikan yang kokoh dalam pelaksanaan sistem pendidikan. Jika tidak demikian, dikhawatirkan akan terjadi :
1.      Pendidikan akan terapung-apung (tanpa tujuan).
2.      Tujuan-tujuan pendidikan akan samar-samar (meragukan), bertentangan, dan tidak menunjang kesetiaan.
3.      Ukuran-ukuran dasar pendidikan menjadi sangat longgar.
4.      Ketidakmenentuan peranan pendidikan dalam suatu masyarakat.
5.      Sekolah-sekolah akan memberikan banyak kebebasan kepada peserta didik dan tidak mampu memupuk apresiasi terhadap otoritas dan kontrol.
6.      Sekolah akan menjadi sangat sekular dan mengabaikan agama.
Ibarat sebuah bangunan rumah, maka bangunan filsafat pendidikan Islam itu mencakup berbagai dimensi, yaitu :
1.      Dimensi bahan-bahan dasar yang menentukan kuat atau tidaknya suatu fondasi bangunan. Dalam konteks filsafat pendidikan Islam berarti sumber-sumber atau semangat pemikiran dari para pemikir pendidikan Islam itu sendiri.
2.      Dimensi fondasi bangunan itu sendiri, yang berupa prinsip atau dasar dan asas (kebenaran yang menjadi pokok dasar) berpikir dalam menjawab persoalan-persoalan pokok pendidikan yang termuat dalam sistem (komponen-komponen pokok aktivitas) pendidikan Islam.
3.      Dimensi tiang penyangga yang berupa struktur ide-ide dasar serta pemikiran-pemikiran yang fundamental yang telah dirumuskan oleh pemikir pendidikan Islam itu sendiri dalam mengembangkan, mengarahkan dan memperkokoh bangunan sistem pendidikan Islam.




BAB  III
PENUTUP

A.       KESIMPULAN
Para ahli telah menyoroti dunia pendidikan yang berkembang pada saat ini baik dalam pendidikan Islam pada khususnya maupun pendidikan pada umumnya, bahwa pelaksanakan pendidikan tersebut kurang bertolak dari atau belum dibangun oleh landasan filosofis yang kokoh, sehingga berimplikasi pada kekaburan dan ketidakjelasan arah dan jalannya pelaksanakan pendidikan itu sendiri.
Pendidikan merupakan persoalan hidup dan kehidupan manusia, dan seluruh proses hidup dan kehidupan manusia adalah proses pendidikan. Filsafat dan mendidik adalah dua tahap kegiatan tapi dalam satu usaha. Berfilsafat ialah memikirkan dengan seksama nilai-nilai dan cita-cita yang lebih baik, sedangkan mendidik adalah usaha merealisasikan nilai-nilai dan cita-cita itu dalam kehidupan dan dalam kepribadian manusia.
Sistem pemikiran filsafat tersebut jika dikaitkan dengan pendidikan, maka :
1.      Dalam lapangan metafisika, diperlukan adanya pendirian mengenai pandangan dunia yang bagaimanakah yang diperlukan dalam pelaksanaan pendidikan.
2.      Dalam lapangan epistemology, diperlukan dalam penyusunan dasar-dasar kurikulum. Kurikulum yang biasa diartikan sebagai serangkaian kegiatan atau sarana untuk mencapai tujuan pendidikan, diibaratkan sebagai jalan raya yang perlu dilewati oleh peserta didik dalam usaha mengenal dan memahami pengetahuan.
3.      Dalam lapangan aksiologi, yakni mempelajari nilai-nilai, juga sangat dekat dengan pendidikan, yang selalu dipertimbangkan dalam penentuan tujuan pendidikan, karena dunia nilai (etika dan estetika) juga menjadi dasar pendidikan, yang selalu dipertimbangkan dalam penentuan tujuan pendidikan. Di samping itu, pendidikan sebagai fenomena kehidupan social, kultual, dan keagamaan tidak dapat lepas dari sistem nilai.
4.      Dalam lapangan logika, sebagai cabang filsafat yang meletakkan landasan mengenai ajaran berpikir yang benar dan valid, sangat diperlukan dalam pendidikan kecerdasan. Pelaksanaan pendidikan menghendaki seseorang mampu mengutarakan pendapat dengan benar dan valid sehingga diperlukan penguasaan logika.
Ibarat sebuah bangunan rumah, maka bangunan filsafat pendidikan Islam itu mencakup berbagai dimensi, yaitu : dimensi bahan-bahan dasar yang menentukan kuat atau tidaknya suatu fondasi bangunan, dimensi fondasi bangunan itu sendiri, dan dimensi tiang penyangga.
DAFTAR PUSTAKA
Muhaimin. 2005. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam Di Sekolah, Madrasah, Dan Perguruan Tinggi. Jakarta : PT Grafindo Persada.

No comments:

Post a Comment