BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dikalangan para ahli filsafat
pendidikan pada umumnya, seperti Broody (1961) menyatakan bahwa filsafat
pendidikan dipandang sebagai pembahasan yang sistimatis tentang masalah-masalah
pendidikan pada tingkatan filosofis yaitu menyelidiki suatu persoalan pendidikan
hingga direduksi ke dalam pokok persoalan metafisika, epistemologi, etika,
logika, estetika maupun dari kombinasi dari semuanya itu.
Namun, adakah urgensi pada filsafat pendidikan Islam
tersebut ? semuanya akan dibahas lebih lanjut pada bab selanjutnya.
B.
RUMUSAN MASALAH
1. Apa hakikat dari filsafat pendidikan
Islam ?
2. Bagaimana urgensi filsafat
pendidikan Islam ?
C.
RUANG LINGKUP PENULISAN
Mengingat keterbatasan waktu dan kemampuan kami dalam penyusunan mkalah
inni serta sesuai rujukan materi yang harus dibahas dalam makalah yang
diberikan oleh dosen pengasuh mata kuliah Pengembangan Kurikulum PAI yang juga
sebagai pemberi tugas, maka ruang lingkup makalah ini terbatas pada pembahasan Urgensi
Filsafat Pendidikan Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. HAKIKAT
PENDIDIKAN ISLAM
Filsafat pendidikan dipandang
sebagai pembahasan yang sistematis tentang masalah-masalah pendidikan pada
tingkatan filosofis yaitu menyelidiki suatu persoalan pendidikan hingga
direduksi kedalam pokok persoalan metafisika, epistemologi, etika, logika,
estetika maupun dari kombinasi dari semuanya itu.
Dalam pembahasan filsafat
pendidikan, persoalan-persoalan tersebut dapat disederhanakan kedalam ketiga
persoalan pokok yaitu :
1.
Masalah-masalah pendidikan Islam yang menjadi perhatian
metafisika atau ontologi bahwa dalam penyelenggara pendidikan Islam diperlukan
pendirian mengenai pandangan dunia, manusia atau masyarakat yang bagimanakah yang
diperlukan oleh pendidikan Islam.
2. Pandangan mengenai pengetahuan yang
dipelajari oleh epistemologi, antara lain dalam penyusunan dasar-dasar
kurikulum, terutama dalam usahanya mengenai dan memahami hakikat pengetahuan
menurut pandangan Islam.
3. Pandangan mengenai nilai yang
dipelajari oleh aksiologi, seperti masalah etika yang mempelajari tentang
kebaikan ditinjau dari kesusilaan, sangat dekat dengan pendidikan Islam, karena
kebaikan budi pekerti manusia menjadi sasaran utama pendidikan Islam dan karenanya
selalu dipertimbangkan dalam perumusan tujuan pendidikan Islam. Nabi Muhammad
saw. Saja diutus untuk memperbaiki dan menyempurnahkan kemulian dan kebaikan
akhlak (budi pekerti) umat manusia. Karena itu, perumusan tujuan pendidikan
Islam tanpa memperhatikan prinsip-prinsip kebaikan budi pekerti (akhlak) adalah
hampa.
Di kalangan ulama yang memiliki
perhatian terhadap filsafat pendidikan Islam, seperti Al-Syaibany (1979)
menyatakan bahwa “filsafat pendidikan tidak lain ialah pelaksanaan pandangan
falsafat dan kaidah falsafah dalam bidang pendidkan”. Ia juga mengutip pendapat
Al-Najihi (1967) yang menyatakan bahwa filsafat pendidikan yaitu aktivitas
pemikiran yang teratur yang menjadikan falsafah itu sebagai seseorang yang
menggunakan gaya falsafat dalam bidang pendidikan.
Al-Ainain (1980) juga menyatakan bahwa filsafat pendidikan merupakan aktivitas
pemikiran yang teratur (sistimatis) yang menggunakan filsafat sebagai alat
untuk mengatur dan menyusun pelaksanaan pendidikan dan menjelaskan nilai-nilai
serta tujuan-tujuan yang
mengarahkan
berlangsungnya pelaksanaan pendidikan secara tepat. Walaupun pendapat-pendapat
tersebut diatas memiliki gaya bahasa yang berbeda-beda tetapi saling
menjelaskan antara satu dengan yang lain dan berada dalam satu pengertian yang
sama yaitu bahwa filsafat pendidikan pada dasarnya merupakan system berpikir
filsafati yang diamplikasikan dalam memecahkan masalah pendidikan. Sebagai
produk dari pemikiran (filsafat) pendidikan ini akan dapat memberikan kerangka
orientasi atas pandangan dunia pendidikan.
B.
URGENSI FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Para ahli telah
menyoroti dunia pendidikan yang berkembang pada saat ini baik dalam pendidikan
Islam pada khususnya maupun pendidikan pada umumnya, bahwa pelaksanakan
pendidikan tersebut kurang bertolak dari atau belum dibangun oleh landasan
filosofis yang kokoh, sehingga berimplikasi pada kekaburan dan ketidakjelasan
arah dan jalannya pelaksanakan pendidikan itu sendiri.
Abdurrahman
(1995) misalnya, mengemukan bahwa pelaksanakan pendidikan agama Islam selama
ini berjalan melalui cara didaktis-metodis seperti halnya pengajaran umum, dan
lebih didasarkan pada basis pedagogis umum yang berasa dari filsafat pendidikan
model barat, sehingga lebih menekankan pada transmisi pengatahuan agama.” Untuk
menemukan pedagogis Islam diperlukan lebih dahulu rumusan filsafat pendidikan
Islam yang kokoh.
Ma’arif (1993)
setelah menyajikan dialog antara Iqbal dan Rumi dalam konteks pendidikan Islam,
berkesimpulan bahwa pondasi filosofis yang mendasari sistem pendidikan Islam
selama ini masih rapuh, terutama pada tampak pada adanya bentuk dualisme
dikotomis antara apa yang dikategorikan ilmu-ilmu agama yang menduduki fardu
‘ain, dan ilmu-ilmu sekuler yang paling tinggi berada pada posisi fardu
kifayah, yang sering kali terabaikan dan bahkan tercampakan. Di samping itu,
kegiatan pendidikan Islam yang seharusnya berorentasi ke langit (orientasi
transedental), tampaknya belum tercermin secara tajam dan jelas dalam rumusan
filsafat pendidikan Islam, dan bahkan belum dimilikinya. Karena itu penyusunan
suatu filsafat pendidikan Islam merupakan tugas strategis dalam usaha
pembaharuan pendidikan Islam.
Buchori (1994)
juga berkesimpulan bahwa ilmu pendidikan di Indonesia dewasa ini tampaknya
mulai kehilangan jatih diri yang antara lain di sebabkan karena
penelitian-penelitian lebih concern
pada persoalan praktis operasional dan formal yang terdapat di sekolah.
Sedangkan pemikiran ilmu pendidikan yang lebih bersifat fondasional, termasuk
didalamnya filsafat pendidikan mengalami stagnasi, demikian pula riset-riset di
dalamnya.
Berbagai
keperihatinan para pakar tersebut merupakan indikasi mengenai pentingnya
kontruksi filsafat pendidikan Islam, karena bagimanapun filsafat bukanlah
penyelidikan yang terpisah dan ekslusif, tetapi justru merupakan bagian dari
kehidupan manusia dan pendidikan.
Pendidikan
merupakan persoalan hidup dan kehidupan manusia, dan seluruh proses hidup dan
kehidupan manusia adalah proses pendidikan. Atau meminjam terma Lodge (1947)
bahwa “Life is education and education is life”. Sebagai persoalan hidup maka
pendidikan dalam pengembangan konsep-konsepnya perlu menggunakan sistem
pemikiran filsafat tersebut di atas menyangkut metafisika, epistemologi,
aksiologi dan logika, karena problema yang ada dalam lapangan pendidikan juga berada dalam
lapangan filsafat tersebut. Karena itu hubungan antara filsafat dan pendidikan
adalah sangat erat.
Dengan
demikian, filsafat dan mendidik adalah dua tahap kegiatan tapi dalam satu
usaha. Berfilsafat ialah memikirkan dengan seksama nilai-nilai dan cita-cita
yang lebih baik, sedangkan mendidik adalah usaha merealisasikan nilai-nilai dan
cita-cita itu dalam kehidupan dan dalam kepribadian manusia.
Sistem
pemikiran filsafat tersebut jika dikaitkan dengan pendidikan, maka sebagai
berikut :
1.
Dalam lapangan metafisika, antara lain
diperlukan adanya pendirian mengenai pandangan dunia yang bagaimanakah yang
diperlukan dalam pelaksanaan pendidikan.
2.
Dalam lapangan epistemology, antara lain
diperlukan dalam penyusunan dasar-dasar kurikulum. Kurikulum yang biasa
diartikan sebagai serangkaian kegiatan atau sarana untuk mencapai tujuan
pendidikan, diibaratkan sebagai jalan raya yang perlu dilewati oleh peserta
didik dalam usaha mengenal dan memahami pengetahuan.
3.
Dalam lapangan aksiologi, yakni yang
mempelajari nilai-nilai, juga sangat dekat dengan pendidikan, yang selalu
dipertimbangkan dalam penentuan tujuan pendidikan, karena dunia nilai (etika
dan estetika) juga menjadi dasar pendidikan, yang selalu dipertimbangkan dalam
penentuan tujuan pendidikan. Di samping itu, pendidikan sebagai fenomena
kehidupan social, kultual, dan keagamaan tidak dapat lepas dari sistem nilai.
4.
Dalam lapangan logika, sebagai cabang
filsafat yang meletakkan landasan mengenai ajaran berpikir yang benar dan
valid, sangat diperlukan dalam pendidikan kecerdasan. Pelaksanaan pendidikan menghendaki
seseorang mampu mengutarakan pendapat dengan benar dan valid sehingga
diperlukan penguasaan logika.
Karena itu,
hubungan antara filsafat dan pendidikan merupakan keharusan, terutama dalam
menjawab persoala-persoalan pokok dan mendasar yang dihadapi oleh pendidikan.
Brubacher (1955) sebagaimana dikutip oleh Ozmon dan Craver (1995) menyarankan
agar persoalan-persoalan yang mendasar tentang pendidikan dibahas dan
dipecahkan menurut teori filsafat. Sebagai implikasinya diperlukan bangunan
filsafat pendidikan yang kokoh dalam pelaksanaan sistem pendidikan. Jika tidak
demikian, dikhawatirkan akan terjadi :
1.
Pendidikan akan terapung-apung (tanpa tujuan).
2.
Tujuan-tujuan pendidikan akan samar-samar
(meragukan), bertentangan, dan tidak menunjang kesetiaan.
3.
Ukuran-ukuran dasar pendidikan menjadi sangat
longgar.
4.
Ketidakmenentuan peranan pendidikan dalam suatu
masyarakat.
5.
Sekolah-sekolah akan memberikan banyak
kebebasan kepada peserta didik dan tidak mampu memupuk apresiasi terhadap
otoritas dan kontrol.
6.
Sekolah akan menjadi sangat sekular dan
mengabaikan agama.
Ibarat sebuah
bangunan rumah, maka bangunan filsafat pendidikan Islam itu mencakup berbagai
dimensi, yaitu :
1.
Dimensi bahan-bahan dasar yang menentukan kuat
atau tidaknya suatu fondasi bangunan. Dalam konteks filsafat pendidikan Islam
berarti sumber-sumber atau semangat pemikiran dari para pemikir pendidikan
Islam itu sendiri.
2.
Dimensi fondasi bangunan itu sendiri, yang
berupa prinsip atau dasar dan asas (kebenaran yang menjadi pokok dasar)
berpikir dalam menjawab persoalan-persoalan pokok pendidikan yang termuat dalam
sistem (komponen-komponen pokok aktivitas) pendidikan Islam.
3.
Dimensi tiang penyangga yang berupa struktur
ide-ide dasar serta pemikiran-pemikiran yang fundamental yang telah dirumuskan oleh
pemikir pendidikan Islam itu sendiri dalam mengembangkan, mengarahkan dan
memperkokoh bangunan sistem pendidikan Islam.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Para ahli telah
menyoroti dunia pendidikan yang berkembang pada saat ini baik dalam pendidikan
Islam pada khususnya maupun pendidikan pada umumnya, bahwa pelaksanakan
pendidikan tersebut kurang bertolak dari atau belum dibangun oleh landasan
filosofis yang kokoh, sehingga berimplikasi pada kekaburan dan ketidakjelasan
arah dan jalannya pelaksanakan pendidikan itu sendiri.
Pendidikan
merupakan persoalan hidup dan kehidupan manusia, dan seluruh proses hidup dan
kehidupan manusia adalah proses pendidikan. Filsafat dan mendidik adalah dua
tahap kegiatan tapi dalam satu usaha. Berfilsafat ialah memikirkan dengan
seksama nilai-nilai dan cita-cita yang lebih baik, sedangkan mendidik adalah
usaha merealisasikan nilai-nilai dan cita-cita itu dalam kehidupan dan dalam kepribadian
manusia.
Sistem
pemikiran filsafat tersebut jika dikaitkan dengan pendidikan, maka :
1.
Dalam lapangan metafisika, diperlukan
adanya pendirian mengenai pandangan dunia yang bagaimanakah yang diperlukan
dalam pelaksanaan pendidikan.
2.
Dalam lapangan epistemology, diperlukan
dalam penyusunan dasar-dasar kurikulum. Kurikulum yang biasa diartikan sebagai
serangkaian kegiatan atau sarana untuk mencapai tujuan pendidikan, diibaratkan
sebagai jalan raya yang perlu dilewati oleh peserta didik dalam usaha mengenal
dan memahami pengetahuan.
3.
Dalam lapangan aksiologi, yakni
mempelajari nilai-nilai, juga sangat dekat dengan pendidikan, yang selalu
dipertimbangkan dalam penentuan tujuan pendidikan, karena dunia nilai (etika
dan estetika) juga menjadi dasar pendidikan, yang selalu dipertimbangkan dalam
penentuan tujuan pendidikan. Di samping itu, pendidikan sebagai fenomena
kehidupan social, kultual, dan keagamaan tidak dapat lepas dari sistem nilai.
4.
Dalam lapangan logika, sebagai cabang
filsafat yang meletakkan landasan mengenai ajaran berpikir yang benar dan
valid, sangat diperlukan dalam pendidikan kecerdasan. Pelaksanaan pendidikan
menghendaki seseorang mampu mengutarakan pendapat dengan benar dan valid
sehingga diperlukan penguasaan logika.
Ibarat sebuah
bangunan rumah, maka bangunan filsafat pendidikan Islam itu mencakup berbagai
dimensi, yaitu : dimensi bahan-bahan dasar yang menentukan kuat atau tidaknya
suatu fondasi bangunan, dimensi fondasi bangunan itu sendiri, dan dimensi tiang
penyangga.
DAFTAR
PUSTAKA
Muhaimin. 2005.
Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama
Islam Di Sekolah, Madrasah, Dan Perguruan Tinggi. Jakarta : PT Grafindo
Persada.
No comments:
Post a Comment