BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Keberhasilan
sebuah pendidikan tentu tidak akan terlepas dari apa yang disebut model
pendidikan. Begitu pentingnya sebuah model sehingga lebih penting dari materi
atau bahan yang yang akan diajarkan. Pepatah mengatakan “cara atau metode
itu lebih penting dari bahan”. Sebagus apapun materi yang akan kita
ajarkan, kalau cara atau metodenya (model) kurang tepat maka semua itu tidak
akan bisa dicerna oleh peserta didik, sehingga tujuan yang sudah kita tetapkan
akan sia-sia dan percuma.
B.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana
model pendidikan Islam dengan pendekatan sistem ?
2. Bagaimana
model pendidikan Islam dengan pendekatan pedagogis dan psikologi ?
3. Bagaimana
model pendidikan Islam dengan pendekatan spiritual ?
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
Menurut HM.Arifin dalam bukunya Ilmu Pendidikan
Islam, menuliskan tiga model pendekatan pendidikan islam. Ketiga model pendekatan
itu adalah :
A.
MODEL PENDIDIKAN ISLAM
DENGAN PENDEKATAN SISTEM
Pendidikan
Islam yang ruang lingkupnya sama sebangun dengan kebutuhan hidup umat manusia
dalam seluruh bidang-bidangnya, secara sistemik, adalah proses mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan menuju titik optimal kemampuan manusia
berlandaskan nilai-nilai Islami, berlangsung menurut sistem hukum tertentu yang
menentukan corak dan watak hasil (produk) akhimya.
Watak
ilmu pendidikan Islam adalah sistematis dan konsisten menuju ke arah tujuan
yang hendak dicapai. Untuk itu maka pendidikan Islam memerlukan pemikiran
sistematik dan mengarahkan prosesnya dalam sistem-sistem yang aspiratif
terhadap kebutuhan umatnya. Bila tidak demikian, akan timbul gangguan dan
hambatan-hambatan teknis operasional yang dapat menghilangkan orientasinya yang
benar.Semakin banyak gangguan yang timbul dalam suatu sistem, maka semakin
besar pula daya perusak yang mengancam mekanisme sistem itu dan makin
menjauhkannya dari tujuan yang dicita-citakan.
Dalam
berbagai ayat Al Quran dapat kita temukan makna suatu satem mekanisme alam
semesta, sistem kehidupan sosial dan sistem kehidupan individual (dilihat dari
segi biologis).
Ayatt
yang menunjukkan sistem gerakan benda samawi di ruang angkasa luar planet
bumi: Dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan
Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. Dan telah Kami tetapkan bagi
bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia sampai pada di manzilah yang
terakhir) kembalilah dia kebentuk tanda yang tua”.Tidaklah mungkin bagi
matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. Dan
masing-masing beredar pada garis peredarannya. (Qs.Yaasin : 38-40).
Kaitannya
dengan sistem kehidupan sosial, Allah menunjukkan suatu sistem harmonisasi
hubungan antara manusia dengan Khalik-Nya dan hubungan dengan sesamanya secara
seimbang, serasi dan selaras. Bila sistem hubungan itu tidak harmonis, maka
timbullah kerusakan. Allah berfirman: Mereka diliputi kehinaan di mana-mana
mereka berada, kecuuli jika mereka berpegang kepada tali hubungan dengan Allah
dan tali hubungan dengan sesama manusia, dan mereka kembali mendapat kemurkaan
dari Allah dan mereka diliputi oleh kerendahan …. (Ali Imran, 112).
Sejalan
dengan pendekatan sistem, orientasi pendidikan Islam itu memiliki karakteristik
(ciri pokok) yang bersifat “goal-oriented” secara operasional pendidikan Islam
yang dilaksanakan mendasarkan pendekatan sistem itu dapat dikembangkan ke
dalam model berikut:
1.
Secara
sistemik, manusia didik dipandang sebagai makhluk yang
integralistik, total (berkebulatan) yang terbentuk dari unsur rohaniah dan
jasmaniah yang tak dapat dipisahkan antara satu sama lain. Masing-masing unsur
tersebut memiliki organ-organ psikis dan fisikal yang bekerja secara fungsional
saling mempengaruhi (interaktif) dan saling mendorong perkembangan ke arah
pencapaian rujuan yang telah ditetapkan dalam pendidikan Islam.
2.
Secara
pedagogis, pendidikan Islam diletakkan pada strategi pengembangan
seluruh kemampuan dasar secara integralistik, menuju ke arah pembentukan
pribadi muslim serba-guna dalam dimensi rohani dan jasmaninya untuk menghayati
dan mengamalkan ajaran Islam yang berorientasi kepada kesejahteraan hidup duniawi-ukhrawi
secara bersamaan.
3.
Secara Institusionalisasi
(pelembagaan) pendidikan Islam diwujudkan dalam struktur
(bentuk) yang hierarkis berjenjang sejalan dengan tingkat perkembangan jiwa
manusia-didik, menuju ke arah optimalisasi kemampuan belajarnya yang semakin
mendalam dan meluas. Institusi kependidikan Islam selain bertugas sebagai wahana,
juga berfungsi mengarahkan proses kependidikan sesuai dengan programnya yang
telah ditetapkan.
4. Secara kurikuler,
pendidikan Islam mengarahkan seluruh input instrumental (Guru, metode,
kurikulum dan fasilitas) dan input environmental (tradisi kebudayaan,
lingkungan masyarakat, lingkungan alam) menjadi suatu bentuk program kegiatan
kependidikan yang ditujukan kepada merealisasikan cita-cita Islami yaitu produk
pendidikan Islam yang diharapkan. Proses pelaksanan kurikuler itu harus
berdasarkan atas efisiensi dan efektivitas pengelolaan secara tahap demi tahap,
sesuai dengan tingkat kemampuan manusia-didik.
B. MODEL PENDIDIKAN ISLAM DENGAN PENDEKATAN
PAEDAGOGIS DAN PSIKOLOGIS
Pendekatan
ini menuntut kepada kita untuk berpandangan bahwa manusia-didik adalah makhluk
Tuhan yang berada dalam proses perkembangan dan pertumbuhan rohaniah dan
jasmaniah yang memerlukan bimbingan dan pengarahan melalui proses
kependidikan.
Membimbing
dan mengarahkan perkembangan jiwa dan pertumbuhan jasmani dari pengertian
pendidikan tidak dapat dipisahkan dari pengertian psikologis, karena pekerjaan
mendidik yang bersasaran pada manusia yang sedang berkembang dan bertumbuh itu
harus didasarkan pada tahap perkembangan/pertumbuhan psikologis di mana
psikologi telah banyak melakukan studi secara khusus dari aspek-aspek
kemampuan belajar manusia.
Tanpa
didasari dengan pandangan psikologis, bimbingan dan pengarahan yang bernilai
paedagogis tidak akan menemukan sasarannya yang tepat, yang berakibat pada
pencapaian produk pendidikan yang tidak tepat pula. Antara paedagogik (ilmu
pendidikan) dengan psikologi (dalam hal ini psikologi pendidikan) saling
mengembangkan dan memperkokoh dalam proses pengembangan akademiknya lebih
lanjut, juga dalam proses pencapaian tujuan pembudayaan manusia melalui proses
kependidikan.
Berbagai
hambatan dan rintangan yang bersifat psikologss dalam din manusia-didik telah
diidentifikasikan oleh ahli psikolagi (muslim) untuk dapat diperhatikan oleh
para pemproses pendidikan (guru dan pendidik formal lainya) agar hambatan dan
rintangan psikologis itu dapat diatasi dengan metode yang tepat dan berdaya
guna. Hambatan dan gangguan itu diantaranya adlah penyakit hati, seperti firman
Allah Surat Al-Baqarah ayat 10.” Dalam hati mereka ada penyaki, lalu
ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka
berdusta.”
Penyaki
hati mula-mula timbul dari kelemahan keyakinan mereka kepada kebenaran
kerasulan Nabi Muhammad SAW. Kelemahan keyakinan inilah yang menimbulkan
kedengkian, iri hati dan dendam kesumat terhadap Nabi, agama Islam, dan
orang-orang Islam. Inilah yang tergolong penyakit mental, yang menghambat dan
merintangi ;pmses kependidikan Islam. Melalui ilmu jiwa, penyakit tersebut
dapat diidentifikasikan untuk disembuhkan melalui upaya pendidikan. Juga
termasuk penyakit mental adalah sikap egoisme yang menggejala dalam bentuk
perbuatan verbal mencela, mengejek,
merendahkan orang lain, takabur, congkak, sombong, tinggi ‘hati, tidak
menghargai martabat orang lain dan lain-lain, seperti didiskripsikan dalam A1
Quran sebagai ciri-ciri mental orang kafir dan munafik. Misalnya disebutkan
dalam Qs. A1 Baqarah, 13 – 15. Nabi Muhammad SAW dalam berbagai peristiwa
paedagogis, sering pula menunjukkan beberapa penyakit mental orang munafik
orang musyrik dan kafir yang menggejala dalam prilaku lahiriah dalam pergaulan
antara manusia. Seperti penyakit mental munafik diberitahukan oleh beliau
dengan sabdanya sebagai berikut: “Tanda-tanda orang munafik ada tiga, yaitu
ketika ia berbicara, ia berdusta. Ketika ia berjanji, ia memungkirinya, dan
ketika ia diberi amanat, ia mengkhianatinya.” (H.R. Buchari).
Jadi,
ingkar janji dan berkhianat terhadap amanat, adalah tergolong penyakit mental
yang menjadi ciri orang munafik. Pendidikan Islam bertugas menghilangkan
kecenderungan manusia-didik terhadap penyakit mental tersebut dengan
mempergunakan berbagai metoda.
Sikap
mental berkeluh kesah, mengumpat-umpat, menyalahkan pihak lain dan sebagainya,
pada waktu tertimpa kesusahan, dan sikap melupakan Tuhan atau lalai,berwatak
kikir dan sebagainya; juga tergolong penyakit mental seperti dalam Qs.
Al-Ma’arij ayat 20 – 22.
Kekuatan
iman inilah yang menjadi sumber pendorong (motivasi) manusia ke arah ketaqwaan
kepada Allah yang menyatakan diri alam berbagai bentuk amal-amal perbuatan
saleh dan sikap ubudiyyahnya kepada Khalik melalui shalat, beribadah saum dan
sebagainya.
Sebaliknya
Allah juga menjelaskan ciri-ciri tingkah laku orang-orang yang beriman dan
bertaqwa seperti antara lain disebutkan dalam; Surat Al-Mukninun ayat 1-6 : “Sesungguhnya
beruntunglah orang-orang yang beriman; (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam
sembahyangnya; dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan
perkataan) yang tiadaberguna; dan orang-orang yang menunaikan zakat; dan
orang-orang yang menjaga kemaduannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau
budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya dalam hal ini rnereka tiada
tercela. (Al Mukmirnm, 1 – 6)
Cin-ciri
mentalitas Islami seperti tersebut di atas merupakan beberapa aspek mental
positif yang hendak dikembang-tumbuhkan oleh pendidikan Islam melalui
proses-proses yang direncanakan: Ciri-ciri keimanan dan ketaqwaan kepada Allah,
yang telah tertanam niat dalam jiwa manusia-didik akan menjadi sumber rujukan
semua perbuatannya di masa dewasanya.
Kaitannya
dengan upaya menghilangkan penyakit-penyakit mental tersebut, Pendidikan Islam
mengembang-tumbuhkan sumber utama kekuatan mental-spiritual yang mampu
menangkal segala bcntuk penyakit mental, yaitu kekuatan IMAN yang benar, ialah
iman yang berdasarkan tauhid kepada Allah SWT.
1.
Proses
Perkembangan dan Pertumbuhan manusia-didik, dalam Kaitannya dengan Kemajuan
Hidupnya Melalui Proses Belajar.
Manusia
adalah makhluk yang mempunyai kecendenmgan belajar (perubahan tingkah laku
akibat pengalaman), menurut Edward Walker, 1967. Dapat diartikan sebagai suatu
proses yang membawa perubahan dalam cara seseorang menanggapi: dan memberikan
respon sebagai hasil dari hubungannya dengan alam sekitar, menurut Floyd, L.
Ruch, 1963.
Ciri-ciri
perubahan yang terjadi dalam diri sesearang melalui belajar itu bersifat
disengaja, bukan terjadi perubahan secara automatis, seperti perubahan tingkah
laku akibat mabuk, kelelahan, kematangan usia dan sebagainya.
Manusia
mengalami perkembangan adalah berkat dari kegiatan belajarnya, dan kegiatan
belajar itu berlangsung melalui proses sejak lahir sampai meninggal dunia
Proses belajar yang berhasil-guna adalah jika tujuan-tujuan yang telah
ditetapkan dapat tercapai secara tepat-guna. Jadi proses belajar adalah
kegiatan yang berarah dan bertujuan.
2. Sasaran-sasaran analisis
Ilmu
Pendidikan Islam dilihat dari segi psikologis dan paedagogis mencakup 5 faktor
sebagai berikut:
a.
Pendidik
Sebagai
pengendali dan pengarah proses serta pembimbing arah perkembangan dan
pertumbuhan manusia-didik, ia adalah manusia hamba Allah yang bercita-cita
Islami yang telah matang rohaniah dan jasmaniahnya, dan memahami kebutuhan
perkembangan dan pertumbuhan manusia-didik bagi kehidupan masa depannya. la tidak hanya mentransfer ilmu pengetahuan yang
diperlukan manusiadidik, melainkan juga mentransformasikan tata-nilai Islami
ke dalam pribadi mereka sehingga mapan dan menyatu serta mewarnai prilaku
mereka sebagai pribadi yang bernafaskan Islam.
b.
Manusia-didik.
Sebagai
objek (sasaran) pekerjaan mendidik, manusia-didik adalah mahluk yang sedang
berada dalam proses perkembangan/pertumbuhan menurut fitrah masing-masing,
sangat memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju ke arah titik
optimal kemampuan fitrahnya. Selain sebagai objek didik, ia juga harus diberi
peran. sebagai subjek-didik melalui berbagai kesempatan yang tepat, karena
proses kependidikan untuk mengembangkan ciri-ciri individual mereka berdasar
atas kemampuan dari komponen-komponen fitrahnya harus didorong ke arah
perkembangan positif dan konstruktif bagi kepentingan dirinya. Dorongan atau
motivasi, persuasi atau rangsangan yang positif dan koastruktif itu diberikan
kepada mereka berdasarkan hukum-hukum mekanisme perkembangan atau pertumbuhan
yang bersifat kesatuan organis, konvergensis dan temporer (menurut
tempo).
c.
Alat-alat
pendidikan.
Alat-alat
ini berupa fisik atau non-fisik yang dalam proses kependidikkan perlu didayagunakan secara bervariasi sesuai
dengan situasi dan kondisi yang ada. Tujuan utama mempergunakan alat-alat tersebut
ialah untuk mencapai hasil yang optimal dalam proses kependidikan itu, oleh
karena itu alat-alat tersebut perlu diseleksi terlebih dahulu sebelum dipergunakan
dalam proses, mana yang tepat-guna dan mana yang kurang tepat-guna diukur dari
tujuan pendidikan yang hendak dicapai dalam proses. Dalam pengertian Ilmu
Pendidikan Islam terdapat persyaratan lainnya yaitu walaupun alat-alat itu
bemilai efektif dan efisien namun bila bemilai tidak halal/tak dapat
dibenarkan menurut norma Islalmi, maka alat tersebut tidak halal untuk
diterapkan dalarn proses kependidikan.
d.
Lingkungan
sekitar.
Lingkungan
sekitar dapat dibagi menjadi lingkungan yang disengaja seperti lingkungan
kependidikan, kebudayaan, masyarakat dan lain-lain, dan lingkungan
tak-disengaja seperti lingkungan alam, lingkungan hidup (ekosistem) dan
sebagainya, namun semua lingkungan tersebut mengandung pengaruh yang bersifat
mendidik atau takmendidik terhadap manusia-didik baik di dalam lembaga
pendidikan formal, nonformal, maupun dalam kehidupan bebas dalam masyarakat
terbuka.
e. Cita-cita atau Tujuan.
Pendidikan
Islam adalah suatu sistem di dalam mana terjadi proses kependidikan yang
berusaha mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan pendidikan adalah
suatu nilai ideal yang hendak diwujudkan melalui proses kependidikan itu.
Pendidikan apapun senantiasa kontekstual dengan nilai-nilai atau bahkan komitmen
dengan tata nilai.
Pendidikan
Islam yang membawakan dan menanamkan nilai-nilai Islami, lebih banyak
berorientasi kepada nilai-nilai ajaran Islam. Menurut konsepsi Ilmu Pendidikan
Islam, manusia dengan aspek-aspek kepribadiannya yang berkembang sejak dini
dapat dipengaruhi oleh para pendidik (formal atau non-formal dan informal)
dengan corak dan bentuk idealitas yang diinginkan mereka dalam batas-batas
fitrahnya masing-masing.
C. MODEL PENDIDIKAN ISLAM DENGAN PENDEKATAN
SPIRITUAL
Pendekatan
ini memandang bahwa ajaran Islam yang bersumberkan kitab suci A1 Quran dan
sunnah Nabi menjadi sumber impirasi dan motivasi pendidikan Islam.
Secara
prinsipil, Allah SWT telah memberi petunjuk bagaimana agar manusia yang
diciptakan sebagai rnakhluk yang memiliki struktur dan kontur psychis dan fisik
yang paling sempuma dibandingkan dengan makhluk lainnya, dapat berkembang ke
arah pola kehidupan yang bertaqwa kepada khalik-Nya, tidak menyimpang ke jalan
yang ingkar kepada-Nya.
Allah
hanya memberikan dua altematif pilihan yaitu jalan hidup yang benar atau jalan
hidup yang sesat untuk dipilih oleh manusia melalui pertimbangan akal
pikirannya yang dibantu oleh fungsi-fungsi psikologis lainnya.
Bila ia
memilih jalan kebenaran, maka dijamin oleh Allah akan memperoleh kebahagiaan
hidup dunia-akhirat dan bila memilih jalan sesat, maka ia diancam oleh Allah
dengan sisksaan-Nya yang menyengsarakan hidupnya di dunia dan akhirat.
Abul
A’la Al-Maududi mendeskripsikan perkembangan moralitas Islam itu ke da1am riga
ciri kehidupan sebagai berikut:
1. Keridhoan
Allah menjadi tujuan hidup muslim dan keridhoan Allah menjadi sumber pembakuan
moral yang tinggi serta menjadi jalan evolusi moral
kemanusiaannya dengan sikap yang berorientasi kepada keridhaan Allah,
memberikan sangsi moral untuk mencintai Allah dan takut kepada-Nya, yang pada giliranr.ya mendorong manusia mentaati hukum
moral tanpa paksaan dari luar.
2.
Seluruh lingkungan kehidupan manusia senantiasa
ditegakkan di atas moral Islam sehingga moral itu berkuasa penuh atas semua
masalah kehidupannya, sedang hawa nafsu dan vested interest
(kecenderungan yang tetap) yang picik tidak diberi kesempatan menguasai
kehidupannya.
3.
Islam menuntut manusia agar melaksanakan sistem
kehidupan yang didasari dengan norma-norma kebajikan yang jauh dari kejahatan.
Islam memerintahkan perbuatan yang makruf dan menjauhi perbuatan mungkar,
bahkan manusia dituntut untuk menegakkan keadilan dalam menumpas segala bentuk
kejahatan.
Model
yang ideal bagi proses pendidikan Islam sejalan dengan
nilai-nilai riligius yang Islami tersebut di atas dapat didiskripsikan secara
prinsipal sebagai
berikut: -
1.
Pandangan religious, Tiap
manusia adalah makhluk berketuhanan yang mampu mengembangkan dirinya menjadi
manusia yang beitakwa dan taat kepada Allah, Khalik-Nya. Manusia dapat
terjerumus ke dalam perbuatan dosa yang mempergelap jiwanya sehingga mengalami
derita hidup yang berkepanjangan, namun sesuai dengan fitrahnya pula manusia
mampu menjadi hamba Allah yang mengabdi dan berserah diri kepada-Nya. Ia mampu
membersihkan jiwanya dengan mengamalkan agama Islam. Mendapatkan kendhoan Allah
adalah menjadi cita-cita hidup seorang muslim. Oleh karena itu seluruh tingkah
lakunya mengandung niat yang ihlas untuk beribadah kepada-Nya.
2.
Proses kependidikan, diarahkan
kepada terbentuknya uaanusia muslim yang dedikatif kepada Allah dan yang
bersikap menyerahkan diri secara total kepada-Nya. Iahirnya dan keseluruhan hidupnya
adalah milik Allah semata. Materi pendidikan Islam harus bersifat mendorong
manusia-didik untuk menyadari tentang asat-usul kejadiannya; dari mana, di
mana dan ke mana ia harus kembali.
3. Strategi
Operasianalisasinya, adalah meletakkan manusia-didik berada dalam
proses pendidikan sepanjang hayat dari sejak lahir sampai meninggal dunia.
Belajar tidak dibatasi dalam bentuk institusi atau fonnal melainkan berada
dalam kebebasan sepanjang hayat. Sekolah hanya merupakan bentuk institusional
kependidikan yang formalistik yang mempersiapkan manusia-didik untuk menerjuni
semudera kehidupan yang lebih luas.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Model pendidikan Islam ada tiga, yaitu :
1.
Model Pendidikan Islam dengan pendekatan Sistem
·
Secara sistemik manusia dipandang sebagai makhluk integralistik.
·
Secara pedagogis pendidikan Islam sebagai pengembang potensi dasar
secara integral antara rohani dan jasmani untuk membentuk manusia muslim.
·
Secara institusional pendidikan Islam adalah bentuk pendidikan yang bejenjang.
·
Secara kurikuler pendidikan Islam mengarahkan seluruh komponen dan
faktor-faktor pendukung pendidikan untuk mewujudkan cita-cita Islami.
2.
Model Pendidikan Islam dengan pendekatan pedagogis dan psikologis.
Dengan pendekatan ini pendidikan menganggap manusia sebagai makhluk
yang sedang mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan baik secara jasmani
dan rohani. Pendekatan sistem ini menganalisis lima unsur pendidikan yaitu:
·
Pendidik, harus memenuhi sebagai seorang pendidik yang ideal
·
Anak didik diposisikan sebagai objek pendidikan
·
Alat pendidikan
·
Lingkungan
·
Tujuan pendidikan Islam
3.
Model Pendidikan Islam dengan pendekatan Spiritual
Dalam pandangan agama manusia diberi dua
pilihan yaitu jalan sesat yang mejerumuskan ke jurang nista dan jalan kebenaran
yang menuntun manusia menuju keridhaan Alloh. Sehingga merasakan bahagia
dunia-akhirat.
· Proses pendidikan harus mengarahkan peserta
didik menjadi manusia yang dedikatif dan berserah diri kepada Alloh. Materi pendidikan
harus mengarahkannya dari asal-usul manusia sehingga dia akan mengerti arti
hidup.
· Kurikulum materi pendidikan harus mengandung
nilai-nilai Islami.
· Strategi operasional pendidikan adalah
meletakkan anak didik dalam posisi pendidikan seumur hidup.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin,
HM, Ilmu
Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991)
Hj. Nur uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam,
(Bandung : CV Pustaka Setia, 1998), Jilid I, hal. 2
No comments:
Post a Comment