Al-Quran adalah kitabullah yang
diturunkan kepada rosulullah muhammad SAW untuk petunjuk umat manusia.
وَمَا
يَنطِقُ عَنِ الْهَوَى
“…dan tiadalah yang diucapkannya itu
(Al-Qur’an) menurut kemauan hawa nafsunya. (Muhammad)
إِنْ
هُوَ إِلاَّ وَحْيٌ يُوحَى
Ucapannya itu tiada lain hanyalah
wahyu yang diwahyukan (kepadanya)…”
Dan dilamnya tidak ada keraguan
sedikitpun akan kebenarannya.
ذَلِكَ
الْكِتَابُ لاَ رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِّلْمُتَّقِينَ
Berikut adalah Ruang Lingkup
Al-Qura.
Secara etemologis, al-Qur’an adalah
bacaan atau yang dibaca.[1] Al-Qur’an adalah mashdar dari kata qa-ra-a
(قرأ),
setimbangan dengan kata fu’lan (فعلان). Ada dua pengertian al-Qur’an dalam
bahasa Arab, yaitu qur’an (قرآن) berarti “bacaan,” dan “apa yang dibaca
tertulis padanya,” (مقروء), ismu al-fa’il (subjek) dari qara’a (قرأ).[2]
Sedangkan pengertian al-Qur’an
secara terminologisnya, para ulama dari berbagai golongan mengemukakan
bermacam-macam definisi. Definisi-definisi tersebut berbeda-beda bunyinya dan
sekaligus mempunyai arti yang berbeda pula. Ulama dari kalangan ushul fiqh
mengemukakan definisi yang berbeda dari apa yang diungkapkan oleh ulama ilmu
kalam. Begitu juga ulama dari golongan tafsir berbeda dengan ulama hadits serta
ahli bahasa dalam mendefinisikan al-Qur’an.
Perbedaan-perbedaaan itu muncul
karena antara lain disebabkan oleh perbedaan pandangan mereka dalam memerlukan
unsur-unsur apakah yang harus dimasukkan ke dalam definisi al-Qur’an itu
sehingga definisi tersebut benar-benar dapat memberikan gambaran tentang
sifat-sifat yang esensial dari al-Qur’an itu. Dan tentu saja masing-masing
mereka (baca: golongan) itu memandang al-Qur’an dari segi keahlian mereka dan
kemudian melahirkan definisi yang dititik beratkan kepada sifat-sifat yang
menurut mereka adalah sangat penting untuk diungkapkan.
Menurut ulama ushul fiqh, al-Qur’an
adalah kalamullah, mengandung mu’jizat dan diturunkan kepada nabi Muhammad,
dalam bahasa Arab yang dinukilkan kepada generasi sesudahnya secara mutawatir,
membacanya merupakan ibadah, terdapat dalam mushaf, dimulai dari dari surat
al-Fatihah dan ditutup dengan surat an-Nas.[3]
Menurut Syeh Muhammad Abduh (ulama
ilmu kalam), al-Kitab ialah al-Qur’an yang dituliskan dalam mushaf-mushaf dan
telah dihafal oleh umat Islam sejak masa hidupnya Rasulullah sampai pada masa
kita sekarang ini.[4] Hasbi Ash Shiddieqy
menambahkan, menurut ahli kalam, al-Qur’an adalah yang ditunjuk oleh yang
dibaca itu, yakni: kalam azali yang berdiri pada dzat Allah yang senantiasa
bergerak (tak pernah diam) dan tak pernah ditimpa sesuatu bencana.[5]
Menurut Imam Jalaluddin As-Sayuthy
(ulama hadits), al-Qur’an adalah firman Allah yang diturunkan kepada nabi
Muhammad untuk melemahkan pihak-pihak yang menentangnya walaupun satu surat
saja dari padanya.[6]
Harun Nasution mendefinisikan
al-Qur’an sebagai kitab suci, mengandung sabda Tuhan (Kalam Allah), yang
melalui wahyu disampaikan kepada Nabi Muhammad.[7]
Dari beberapa definisi yang telah
diungkapkan oleh para ulama di atas, dapat disimpulkan. Pertama, bahwa
al-Qur’an merupakan kalam Allah yang diturunkan kepada Muhammad. Artinya,
apabila kalamullah dan tidak diturunkan kepada Muhammad maka tidak dinamakan
al-Qur’an, seperti Zabur, dan lain-lain.
Kedua, al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab Quraisy. Dengan
adanya ketentuan ini berarti bahwa terjemahan al-Qur’an dalam bahasa-bahasa
asing selain bahasa Arab, bukanlah al-Qur’an. Oleh sebab itu
terjemahan-terjemahan al-Qur’an itu tidak mempunyai sifat-sifat khas seperti
yang dimiliki oleh al-Qur’an. Ia tidak dinamakan kitab suci sehingga kita tidak
berdosa bila menyentuhnya tanpa berwudlu terlebih dahulu. Dan ia tidak
berfungsi sebagai mu’jizat, karena terjemahan adalah buatan manusia.
Ketiga, al-Qur’an itu dinukilkan kepada generasi berikutnya secara mutawatir
yaitu diriwayatkan oleh orang banyak, dari orang banyak, kepada orang banyak,
tanpa perubahan dan penggantian satu katapun sehingga mustahillah mereka itu
akan bersepakat untuk berdusta.
Keempat, membaca setiap kata dalam al-Qur’an itu mendapat pahala
dari Allah, baik bacaan itu berasal dari hafalan sendiri maupun langsung dari
mushaf al-Qur’an.
Kelima, al-Qur’an adalah mu’jizat yang terbesar yang diberikan
allah kepada nabi Muhammad. Namun demikian, walaupun nabi-nabi terdahulu
sebelum nabi Muhammad itu diberikan semacam mu’jizat, namun kitab suci mereka
tidaklah berfungsi sebagai mu’jizat.
Keenam, membaca al-Qur’an itu dapat dijadikan sebagai suatu ibadah.
Dan ketujuh, ciri terakhir dari al-Qur’an yang dianggap sebagai suatu kehati-hatian
bagi para ulama untuk membedakan al-Qur’an dengan kitab-kitab lainnya adalah
bahwa al-Qur’an itu dimulai dari surat al-Fatihah dan diakhiri dengan
surat an-Nas. Artinya, segala sesuatu yang ada (baca: bacaan) sebelum
surat al-Fatihah atau sesudah surat an-Nas bukan dinamakan
al-Qur’an.
Kemudian, dinyatakan pula bahwa
kalam Allah yang diwahyukan kepada Muhammad SAW tidak hanya dinamai al-Qur’an
tetapi juga dinamai dengan al-Kitab, al-Furqan, adz-Dzikr, dan at-Tanzil.
Nama-nama itu menunjukkan atas ketinggian derajat dan kedudukan dari al-Qur’an
atas kitab-kitab samawi yang lain.[8]
Dinamakan al-Kitab karena ia dibaca, sesuai dengan firman Allah dalam
surat al-Baqarah ayat 2:
ذَلِكَ الكِتَابُ لاَ رَيْبَ فِيهِ
هُدًى لِّلمُتَّقِينَ
Artinya:
“Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi
mereka yang bertaqwa.” (Q.S.
al-Baqarah: 2).[9]
Dinamakan al-Furqan karena ia
memisahkan perkara antara yang benar dan yang salah, yang haq dan yang bathil.
Sesuai dengan firman Allah dalam surat al-Furqan ayat 1:
تَبَارَكَ الَّذِي نَزَّلَ
الفُرْقَانَ عَلَى عَبْدِهِ لِيَكُونَ لِلعَالَمِينَ نَذِيراً
Artinya:
“Maha suci Allah yang telah menurunkan Al Furqaan (Al Quran)
kepada hamba-Nya, agar Dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam” (Q.S. al-Furqan: 1). [10]
Dinamakan adz-Dzikr karena ia
merupakan peringatan dari Allah. Firman Allah dalam surat al-Hijr ayat 9:
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلنَا الذِّكْرَ
وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
Artinya:
“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan al-Qur’an dan sesungguhnya
Kami benar-benar akan memeliharanya”.(Q.S.
al-Hajar: 9).[11]
Dinamakan at-Tanzil karena
al-Qur’an itu diturunkan oleh Allah kepada nabi Muhammad melalui malaikat
Jibril. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat asy-Syu’ara’ ayat
192-193:
وَإِنَّهُ لَتَنزِيلُ رَبِّ
العَالَمِينَ. نَزَلَ بِهِ الرُّوحُ الأَمِينُ
Artinya:
“Dan Sesungguhnya Al Quran ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan
semesta alam. Dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril)” (Q.S. asy-Syu’ara: 192-193).[12]
Berdasarkan dari pengertian tersebut
di atas, maka bagi umat Nabi Muhammad saw hendaknya mau membaca dan mempelajari
al-Qur’an, walaupun dengan cara sedikit demi sedikit dengan demikian nantinya
akan dapat membaca al-Qur’an dengan baik sebagaimana yang dikehendaki Allah.
Oleh karena al-Qur’an diturunkan
kepada nabi Muhammad SAW tidak sekaligus turun berupa satu kitab, tetapi
diturunkan secara berangsur-angsur ayat demi ayat menurut kepentingan dan
kejadian pada saat itu sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah. Diturunkanya
al-Qur’an secara berangsur-angsur itu dengan maksud agar mudah dibaca, dipahami
dan diamalkan bagi Nabi Muhammad SAW beserta umatnya dan umumnya bagi semua
manusia, firman Allah dalam Q.S. al-Isra’: 106.
وَقُرْآناً فَرَقْنَاهُ لِتَقْرَأَهُ
عَلَى النَّاسِ عَلَى مُكْثٍ وَنَزَّلنَاهُ تَنزِيلاً
Artinya:
“Dan al-Qur’an itu telah kami turunkan dengan berangsur-angsur
agar kamu membacakanya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkanya
bagian demi bagian.” (Q.S.
al-Isra’: 106).[13]
Dari arti ayat dan keterangan di
atas, jelaslah bahwa diturunkanya al-Qur’an sedikit demi sedikit sangat berguna
dan mengandung kepentingan yang tidak sedikit bagi umat manusia yang mau
mempelajarinya, orang yang mau menerima pengajaran al-Qur’an akan dapat
membaca, memahami dan mengamalkan sedikit demi sedikit ajaran yang terdapat di
dalamnya.
Demikian juga perlu diingat bagi
pendidik/guru yang memberikan pendidikan dan pengajaran kepada siswanya, tidak
mungkin dapat menanamkan pendidikan dengan sekali jadi, akan tetapi dapat
melakukanya sedikit demi sedikit sampai akhirnya tertanam dalam hati terdidik
secara sempurna. Apalagi untuk menanamkan kemampuan membaca al-Qur’an kepada
anak hendaknya dilakukan sejak anak masih kecil ketika anak masih dalam
pendidikan keluarga/orang tua sebagai pendidik yang pertama dan utama, karena
kemungkinan keberhasilan pendidikan dirumah akan sangat menunjang
pendidikan/prestasi anak di sekolahnya.
Keutamaan Al-Qur’an
Sebagaimana penjelasan terdahulu
bahwa al-Qur’an adalah firman Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad dan
al-Qur’an juga mengandung ibadah bagi orang yang membacanya. Di samping
al-Qur’an merupakan ibadah, juga mempunyai keutamaan antara lain sebagai
berikut:
Al-Qur’an merupakan salah satu
rahmat dan petunjuk bagi manusia.
Al-Qur’an adalah kitab suci yang
diturunkan Allah kepada nabi Muhammad SAW, sebagai salah satu rahmat yang tiada
taranya bagi alam semesta. Di dalamnya terkumpul wahyu yang menjadi petunjuk,
pedoman, dan pelajaran bagi siapapun yang mempercayainya. Firman Allah Q.S.
Yunus: 57,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءتْكُم
مَّوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَشِفَاء لِّمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ
لِّلمُؤْمِنِينَ
Artinya:
“Hai Manusia, sesungguhnya telah
datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit
(yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang
beriman.” (Q.S. Yunus: 57).[14]
Petunjuk yang dimaksud adalah
petunjuk agama, atau yang biasa juga disebut syari’at. Dari syari’at ditemukan
sekian banyak dari rambu-rambu jalan: ada yang berwarna merah yang berarti
larangan; ada yang berwarna kuning, yang memerlukan kehati-hatian; dan ada yang
hijau warnanya, yang melambangkan kebolehan melanjutkan perjalanan. Ini semua
persis sama dengan lampu-lampu lalu lintas. Lampu merah tidak memperlambat
seseorang sampai ke tujuan. Bahkan ia merupakan salah satu faktor utama yang
memelihara perjalanan dari mara bahaya. Demikian juga dengan larangan-larangan
agama.
Bukan itu saja, al-Qur’an adalah
kitab suci yang paling penghabisan diturunkan oleh Allah yang paling sempurna
dibandingkan dengan kitab-kitab suci sebelumnya.
Karena itu setiap orang yang
mempercayai al-Qur’an akan bertambah cinta kepadanya, cinta untuk membaca,
mempelajari, memahami serta mengamalkan sampai merata rahmatnya dirasai dan
dikecap oleh penghuni alam semesta.
Membaca al-Qur’an termasuk amal
kebaikan yang mendapat pahala dengan berlipat ganda.
Setiap mukmin yakin bahwa membaca
al-Qur’an saja sudah termasuk amal yang sangat mulia dan akan mendapat pahala
yang berlipat ganda, sebab yang dibaca itu adalah kitab suci ilahi. Al-Qur’an
adalah sebaik-baik bacaan bagi orang mukmin, baik dikala ia senang atau susah,
dikala gembira ataupun dikala sedih.
Dalam sebuah hadits Rasulullah
menjelaskan tentang pahala orang yang membaca al-Qur’an:
اَلْمَاهِرُ بِالْقُرْآنِ مَعَ
السَّفَرَةِ ألْكِرَامِ الْبَرَرَةِ. وَالَّذِى يَقْرَأُ الْقُرْآنَ
وَيَتتََعْتَعُ فِيْهِ وَهُوَ عَلَيْهِ شَاقٌّّّ لَهُ أَجْرَانِ (رواه مسلم)
Artinya:
“Orang yang membaca al-Qur’an, lagi pula ia mahir, kelak
mendapat tempat di dalam surga bersama dengan rasul-rasul yang mulia lagi baik,
dan orang yang membaca al-Qur’an, tetapi tidak mahir. Membacanya tertegun-tegun
dan tampak agak berat lidahnya (belum lancar), dia akan mendapatkan dua kali
lipat pahala.” (H.R. Muslim).[15]
Membaca al-Qur’an menjadikan obat
dan penawar bagi orang yang jiwanya gelisah.
Membaca al-Qur’an bukan saja
merupakan ibadah, tetapi juga menjadi obat penawar bagi orang yang gelisah
hatinya. Maka dari itu tidak mengherankan lagi membaca al-Qur’an bagi setiap
muslim di manapun ia berada telah menjadi tradisi. Keutamaannya telah dikenal
luas, dapat mendatangkan ketenangan dan kedamaian jiwa. Sebagaimana firman
Allah dalam Q.S al-Fusshilat: 44
وَلَوْ جَعَلنَاهُ قُرْآناً
أَعْجَمِيّاً لَّقَالُوا لَوْلاَ فُصِّلَتْ آيَاتُهُ أَعْجَمِيٌّ وَعَرَبِيٌّ قُل
هُوَ لِلَّذِينَ آمَنُوا هُدًى وَشِفَاء وَالَّذِينَ لاَ يُؤْمِنُونَ فِي
آذَانِهِمْ وَقْرٌ وَهُوَ عَلَيْهِمْ عَمًى أُوْلَئِكَ يُنَادَوْنَ مِن مَّكَانٍ
بَعِيدٍ
Artinya:
“Dan Jikalau Kami jadikan Al Quran
itu suatu bacaan dalam bahasa selain Arab, tentulah mereka mengatakan: “Mengapa
tidak dijelaskan ayat-ayatnya?” Apakah (patut Al Quran) dalam bahasa asing
sedang (Rasul adalah orang) Arab? Katakanlah: “Al Quran itu adalah petunjuk dan
penawar bagi orang-orang mukmin. dan orang-orang yang tidak beriman pada
telinga mereka ada sumbatan, sedang Al Quran itu suatu kegelapan bagi mereka.
Mereka itu adalah (seperti) yang dipanggil dari tempat yang jauh”. (Q.S. al-Fusshilat: 44).[16]
Dalam sebuah hadits Rasulullah
menjelaskan bahwa Allah akan memberikan rahmatnya bagi orang-orang yang membaca
al-Qur’an, termasuk di dalamnya tempat yang digunakan untuk membaca al-Qur’an,
baik masjid, mushalla, surau, dan lain sebagainya.
اَلْمَاهِرُ بِالْقُرْآنِ مَعَ
السَّفَرَةِ أَلْكَرَامَةِ اَلْبَرَارَةِ وَالَّذِى يَقْرَأُ الْقُرْآنِ
وَيَتَعْتَعُ فِيْهِ وَهُوَ عَلَيْهِ شَاقٌّّّ لَهُ أَجْرَانِ (رواه مسلم)
Artinya:
“Orang yang membaca al-Qur’an, lagi pula ia mahir, kelak
mendapat tempat di dalam surga bersama dengan rasul-rasul yang mulia lagi baik,
dan orang yang membaca al-Qur’an, tetapi tidak mahir. Membacanya tertegun-tegun
dan tampak agak berat lidahnya (belum lancar), dia akan mendapatkan dua kali
lipat pahala.” (HR. Bukhari Muslim).[17]
Dari beberapa pemaparan dia atas,
maka al-Qur’an harus disosialisasikan, diajarkan pada seluruh manusia, baik
untuk peserta didik maupun masyarakat umum. Mengajarkanya al-Qur’an kepada
orang lain itu merupakan pekerjaan yang mulia menurut ajaran Islam, maka dari
itu banyak orang yang sudah mahir membaca al-Qur’an mengajarkanya kepada orang
yang buta al-Qur’an, sehingga banyak metode yang digunakan para ustadz/guru
mengaji untuk mengajarkan al-Qur’an kepada murid atau santrinya.
Demikian pula belajar melagukan
al-Qur’an, di Indonesia bukan lagi merupakan hal yang asing. Melagukan
ayat-ayat suci al-Qur’an sudah dibudayakan melalui Musabaqah Tilawat al-Qur’an.
Kegiatan ini diselenggarakan oleh pemerintah mulai tingkat kecamatan sampai
dengan tingkat nasional/Negara. Sehingga muncullah qari’/qari’ah handal yang
mampu menjuarai bukan saja tingkat nasional, tetapi juga tingkat internasional.
Kegiatan melagukan al-Qur’an tersebut dimulai dari anak-anak usia TK, SD, SMP,
SMU, sampai perguruan tinggi. Bahkan pada orang cacatpun acara semacam ini juga
tidak asing lagi, seperti tuna netra dan lain sebagainya.
Al-Qur’an terjaga keasliannya
sepanjang masa
Al-Qur’an al-Karim memperkenalkan
dirinya dengan berbagai ciri dan sifat. Salah satunya adalah bahwa ia merupaan
kitab Allah yang keotentikannya dijamin oleh Allah, dan ia adalah kitab yang
selalu dipelihara. Firman Allah dalam al-Qur’an surat al-Hijr ayat 9 berbunyi:
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلنَا الذِّكْرَ
وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
Artinya:
“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan al-Qur’an dan sesungguhnya
Kami benar-benar akan memeliharanya”.(Q.
S. al-Hijr: 9).[18]
Demikianlah Allah menjamin keotentikan
al-Qur’an, jaminan yang diberikan atas dasar Kemahakuasaan dan KemahatahuanNya,
serta berkat upaya-upaya yang dilakukan oleh makhluk-makhlukNya, terutama oleh
manusia.
Di samping itu, ada beberapa faktor
(baca: bukti kesejarahan) pendukung atas keaslian al-Qur’an sebagaimana yang
dikatakan oleh Quraish Shihab:
Pertama, masyarakat Arab yang hidup pada masa turunnya al-Qur’an,
adalah masyarakat yang tidak mengenal baca tulis. Karena itu, satu-satunya
andalan mereka adalah hafalan. Dalam hal hafalan, orang Arab -bahkan sampai
kini- dikenal sangat kuat. Kedua, masyarakat Arab khususnya pada masa
turunnya al-Qur’an- dikenal sebagai masyarakat sederhana dan bersahaja.
Kesederhanaan ini menjadikan mereka memiliki waktu luang yang cukup, disamping
menambah ketajaman pikiran dan hafalan. Ketiga, masyarakat Arab sangat
gandrung lagi membanggakan kesusastraan; mereka bahkan melakukan
perlombaan-perlombaan dalam bidang ini pada waktu tertentu. Keempat,
al-Qur’an mencapai tingkat tertinggi dari segi keindahan bahasanya dan sangat
mengagumkan bukan saja bagi kaum mukmin, tetapi juga orang kafir. Berbagai
riwayat menyatakan bahwa tokoh-tokoh kaum musyrik seringkali secara
sembunyi-sembunyi berupaya mendengarkan ayat-ayat al-Qur’an yang dibaca oleh
kaum muslim. Kaum muslim, di samping mengagumi keindahan bahasa al-Qur’an, juga
mengagumi kandungannya serta meyakini bahwa ayat-ayat al-Qur’an adalah petunjuk
kebahagiaan dunia akhirat. Kelima, al-Qur’an, demikian pula Rasulullah
SAW, menganjurkan kepada kaum muslim untuk memperbanyak membaca dan mempelajari
al-Qur’an dan anjuran tersebut mendapat sambutan yang hangat. Keenam,
ayat-ayat al-Qur’an yang turun berdialog dengan mereka, mengomentari keadaan
dan peristiwa-peristiwa yang mereka alami, bahkan menjawab pertanyaan-pertanyaan
mereka. Di samping itu, ayat al-Qur’an turun sedikit demi sedikit. Hal itu
lebih mempermudah pencernaan maknanya dan proses penghafalannya. Ketujuh,
dalam al-Qur’an, demikian pula dalam hadis-hadis nabi, ditemukan
petunjuk-petunjuk yang mendorong para sahabatnya untuk selalu bersikap teliti
dan hati-hati dalam menyampaikan berita lebih-lebih kalau berita tersebut
merupakan Firman-firman Allah atau sabda RasulNya.[19]
Dengan bukti-bukti di atas, setiap
muslim percaya bahwa apa yang dibaca dan didengarnya sebagai al-Qur’an tidak
berbeda sedikitpun dengan apa yang pernah dibaca oleh Rasulullah, dan yang
didengar serta dibaca oleh para sahabat nabi.
[1]Teungku
Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu al-Qur’an dan
Tafsir (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2003), hlm. 3.
[2]
H. Nasrun Haroen, Ushul Fiqh 1 (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997) hlm.
19.
[3]
Ibid., hlm. 20.
[4]
H.A. Mustofa, Sejarah al-Qur’an (Surabaya: al-Ikhlas, 1994), hlm. 11.
[5]
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, op.cit., hlm. 4.
[6]
Ibid., hlm. 10.
[7]
Harun Nasution, Islam Rasional (Bandung: Mizan, 1995), hlm. 17.
[8]
Muhammad Ali ash-Shabuny, at-Tibyan fi Ulumi al-Qur’an (Jakarta:
Dinamika Berkah Utama, 1985), hlm. 11.
[9]
Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: CV. Penerbit J-ART, 2004),
hlm. 3.
[10]
Ibid., hlm. 360.
[11]
Ibid., hlm. 263.
[12]
Ibid., hlm. 376.
[13]
Ibid., hlm. 294.
[14]
Ibid., hlm. 216.
[15]
Imam Abi Husain Muslim bin Hujjaj, Shahih Muslim (Beyrut: Dar al-Kutub
al-‘Ilmiyah, 1979), Jus 1, hlm. 549-550.
[16]
Ibid..
[17]
Muhammad Ali ash-Shabuny, Op. Cit., hlm. 10.
[18]
Depag RI, Op. cit., hlm. 263.
[19]
M. Quraish Shihab, “Membumikan” Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam
Kehidupan Masyarakat (Bandung: Mizan, 2003), hlm. 23-24.
No comments:
Post a Comment