BAB I
PENDAHULUAN
Zakat
adalah harta kekayaan yang diwajibkan Allah SWT untuk sejumlah orang yang
berhak menerimanya.
1. Pengertian
Zakat.
2. Landasan
bahwa zakat wajib atas hasil pertanian.
3. Hasil-hasil
pertanian yang wajib dizakatkan.
4. Nisab
zakat pertanian.
5. Besar zakat
dan macam-macamnya.
6. Menentukan
besar zakat secara taksiran.
7. Besar
zakat yang ditinggalkan buat pemilik hasil pertanian.
8. Pengeluaran
hutang, biaya dan zakat sisa.
9. Zakat
tanah yang disewa.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN ZAKAT PERTANIAN
Zakat
pertanian adalah harta kekayaan yang bersumber dari hasil pertanian yanh
diwajibkan Allah SWT untuk sejumlah orang yang berhak menerimanya.
B. LANDASAN
BAHWA ZAKAT WAJIB ATAS HASIL PERTANIAN
1.
Dari Al-Qur’an
$ygr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä (#qà)ÏÿRr& `ÏB ÏM»t6ÍhsÛ $tB óOçFö;|¡2 !$£JÏBur $oYô_t÷zr& Nä3s9 z`ÏiB ÇÚöF{$# ( wur (#qßJ£Jus? y]Î7yø9$# çm÷ZÏB tbqà)ÏÿYè? NçGó¡s9ur ÏmÉÏ{$t«Î/ HwÎ) br& (#qàÒÏJøóè? ÏmÏù 4 (#þqßJn=ôã$#ur ¨br& ©!$# ;ÓÍ_xî îÏJym ÇËÏÐÈ
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman,
nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan
sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu
memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu
sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya.
dan Ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” { Qs. Al-Baqarah :
267}
* uqèdur üÏ%©!$# r't±Sr& ;M»¨Yy_ ;M»x©rá÷è¨B uöxîur ;M»x©râ÷êtB @÷¨Z9$#ur tíö¨9$#ur $¸ÿÎ=tFøèC ¼ã&é#à2é& cqçG÷¨9$#ur c$¨B9$#ur $\kÈ:»t±tFãB uöxîur 7mÎ7»t±tFãB 4 (#qè=à2 `ÏB ÿ¾ÍnÌyJrO !#sÎ) tyJøOr& (#qè?#uäur ¼çm¤)ym uQöqt ¾ÍnÏ$|Áym ( wur (#þqèùÎô£è@ 4 ¼çm¯RÎ) w =Ïtä úüÏùÎô£ßJø9$# ÇÊÍÊÈ
Artinya : ”Dan dialah yang menjadikan
kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma,
tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa
(bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). makanlah dari buahnya (yang
bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik
hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu
berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang
berlebih-lebihan.”{ Qs. Al-An’am :141}
2. Dari
Hadist
HR Umar
bahwa Nabi SAW bersabda yang artinya: “Yang diairi oleh air hujan, mata air
atau air tanah, zakatnya 10%, sedangkan yang diairi penyiraman zakatnya 5%.
3. Dari
Ijma’
Para
ulama sepakat (Ijma’) tentang wajibnya zakat sebesar 10% atau 5% dari keseluruhan
hasil tani, sekalipun mereka berbeda pendapat tentang ketentuan-ketentuan lain.
C. HASIL-HASIL
PERTANIAN YANG WAJIB DIZAKATKAN
Pendapat
para ulama tentang hasil-hasil pertanian yang wajib dizakatkan
1. Ibnu
Umar dan segolongan Ulama Salaf
Ibnu
Umar dan sebagian tabi’in serta sebagian ulama seperi Ahmad, Hasan, Sya’bi
berpendapat bahwa zakat hanya wajib atas 4 jenis makanan yaitu gandum, sejenis
gandum lain, kurma dan anggur. Sedangkan Ibnu Majah dan Daruquthmi menambahnya
dengan jagung, sedangkan Abu Burda sependapat dengan Ibnu Umar, begitu juga
ijma’ juga sependapat dengan Ibnu Umar.
2. Malik
dan Syafi’i
Malik
dan Syafi’i berpendapat bahwa zakat wajib atas segala makanan yang dapat
dimakan dan disimpan, seperti bijian dan buahan kering, contohnya gandum, biji
gandum, jagung, padi dan sejenisnya. Dengan kata lain, makanan pokok manusia
pada saat normal bukan dalam masa luar biasa.
3. Ahmad
Pendapat
Ahmad beragam, yang terpenting dan terkenal adalah bijian dan buahan yang
memiliki sifat ditimbang, tetap dan kering, seperti gandum, padi, jagung,
kedele mentimun, kurma, anggur dan lain-laion. Dengan kata lain, Ahmad
berpendapat bahwa makanan yang menjadi perhatian manusia yang tumbuh
ditanahnya.
4. Abu
Hanifah
Abu
Hanifah berpendapat bahwa semua hasil tanaman, yaitu yang dimaksudkan untuk
mengeksploitasi dan memperoleh penghasilan dari penanamannya, wajib zakatnya
10% atau 5%. Oleh karena itu dikecualikannya kayu api, ganja dan bambu, sebab
tidak bisa ditanam orang, bahkan dibersihkan dari semuanya itu. Tetapi bila
seseorang sengaja menanami tanahnya dengan bambu, kayu atau ganja, maka ia
wajib mengeluarkan zakatnya 10%.
D. NISAB
ZAKAT PERTANIAN
Pendapat para ulama tentang besar nisab yaitu :
1.
Jumhur ulama berpendapat bahwa tanaman dan
buahan sama sekali tidak wajib zakat sampai berjumlah lima beban unta (wasaq)
2.
Abu Hanifah berpendapat bahwa tanaman dan
buahan itu sedikit maupun banyak wajib zakat
3.
Ibrahim Nakha’i berpendapat bahwa tanaman dan
buahan itu sedikit maupun banyak hasil tanaman harus dikeluarkan zakatnya 10%
atau5%
4.
Ibnu Abbas berpendapat bahwa wajib berzakat
dari semua tanaman bahkan dari daun kucai
5.
Ibnu Hazm berpendapat bahwa wajib zakat dari
semua yang tumbuh diatas tanah, banyak ataupun sedikit
6.
Umar bin Abdul Azis, berpendapat bahwa dalam
setiap 10 ikat sayuran harus dikeluarkan zakatnya1 ikat
7.
Daud Zahiri berpendapat bahwa sesuatu yang
dapat disukat tidak wajib zakat sampai berjumlah lima beban unta, tetapi yang
tidak wajib disukat seperti kapas, kunyit wajib zakat sedikit ataupun banyak
8.
Pengarang Al-Bahr berpendapat bahwa nisab
diberlakukan pada kurma, anggur dan gandum
Dari
pendapat diatas diambil jalan tengah dengan mengambil sebuah pengertian bahwa
semua yang dapat air dari hujan zakatnya 10% dan yang tidak cukup 5 wasaq tidak
wajib zakat.
1 wasaq sama dengan 60 sa’, 1 sha’ sama dengan
2,5 kg atau 3,1 liter, jadi nisabnya adalah seukuran 750 kg atau 930 liter.[1]
E. BESAR
ZAKAT DAN MACAM-MACAMNYA
1. 10% dan
5%
a. Bukhari
meriwayatkan: “
diwajibkan 10% apabila diairi oleh air hujan dan yang 5% apabila diairi dengan
bantuan binatang”
b. Ibnu
Majah meriwayatkan 10% apabila diairi oleh air hujan dan 5% apabila dengan
bantuan kincir
c. Abu Ubaid berpendapat bahwa tanah yang
mendapat air dari air tanahnya sendiri atau dengan pengairan zakatnya 10%
d. Dalam
Al- Mughni dikatakan bahwa tanah yang diairi dengan usaha pengairan maka zakatnya 10%, sedangkan yang diairi
tanpa usaha zakatnya 5%
2. Tanah
yang dalam setahun diairi dangan usaha pengauran dan tanpa usaha pengairan
a. Bila
tanaman 6 bulan diairi dengan usaha pengairan dan 6 bulan lagi tanpa pengairan
, maka zakatnya 15%
b. Bila
tidak bisa diketahui usaha mana yang lebih besar, diairi atau tidak, maka wajib
zakat 10, karena alasan untuk lebih hati-hati, hal itu oleh karena kewajiban
asal adalah membayar 10%
3. Usaha
berat pengairan
Apabila
diairi dengan usaha yang berat maka wajib zakatnya 10%, tapi apabila tanpa diairi,
zakatnya 5%
F. MENENTUKAN
BESAR ZAKAT SECARA TAKSIRAN
Rasulullah
memberikan contoh penentuan besar nisab dan zakat kurma dan anggur secara
taksiran, tidak berdasarkan takaran dan beratnya. Apabila buah sudah tua, maka
orang itu menaksir banyak kurma dan anggur itu, kemudian memperkirakan berapa
kurma dan anggur jadinya. Dengan demikian dapat diketahui berapa besar
zakatnya, dan segera seyelah kurma kering zakatnya dapat langsung dikeluarkan.
Cara menaksir adalah seorang ahli taksir yang
jujur mengira-ngira buah kurma dan anggur dipohon, lalu menaksir berapa banyak
nantinya jika telah kering, sehingga diketahui berapa kadar zakat yang wajib
dikeluarkan[2].
Tujuan
penaksiran adalah agar hak kedua belah pihak dapat terjaga, penaksiran
dilakukan pada saat buah sudah tua. Penaksiran dapat juga dilakukan apabila
anggur sudah berbuah dan terlihat akan menjadi buah yang baik[3]
Selain
kurma dan anggur tidak ditaksir, misalnya zaitun tidak bisa ditaksir karena
bijinya bertebaran d ipohon, tertutup oleh daun-daun dan pemilik tidak
memerlukan untuk mengkonsumsinya.
Berbeda dengan anggur dan kurma, karena buah kurma terkumpul ditandan dan
anggur ditangkainya.
G. BESAR
YANG DITINGGALKAN BUAT PEMILIK HASIL PERTANIAN
Dalam
Al-Mughnu ditulis, penaksir harus meninggalkan 1/3 atau ¼ untuk membantu
pemilik, karena diperlukan mereka untuk sendiri, tamu, tetangga, sanak
keluarga, teman serta peminta-minta. Buat itu sendiri ada yang jatuh, dimakan
burung dan dipetik orang lewat, yang kalau semuanya itutidak diperhitungkan
akan berat sekali bagi pemilik itu.
H. PENGELUARAN
HUTANG, BIAYA DAN ZAKAT SISA
Abu
Ubaid mengatakan tentang seorang yang meminjam untuk keperluan keluarga dan
ladangnya, orang itu hanya boleh membelanjakan hutangnya itu kepada ladangnya.
Orang itu membayar pengeluarannya dari hasil buahan tersebut, kemudian baru
mengeluarkan zakat dari sisa.
Biaya
yang dikeluarkan untuk produksi hasil tanaman dan buahan tersebut yang tidak
berupa hutang atau pajak tanah, misalnya biaya yang dikeluarkan untuk bibit,
pupuk dan sebagainya. Ibnu Hazm berpendapat bahwa seorang yang mengeluarkan
biaya atas produksi pertaniannya, orang
itu harus menghitung zakat dari seluryhnya.
Ibnu
Humam berpendapat bahwa hukum menetapkan kewajiban itu berbeda-beda besarnya sesuai dengan besar
beban. Bila beban sudah dibayar, maka besar kewajiban tetap satu yaitu 10% dari
sisa.
Jadi,
hukum menetapkan kewajiban atas hasil berdasarkan besar kecilnya beban dan
biaya yang harus dikeluarkan misalnya dalam mengairi tanah.
I. ZAKAT
TANAH YANG DISEWA
Jumhur
ulama berpendapat bahwa orang yang menyewa tanah dan menggarapnya wajib
membayar zakatnya, bukan sipemilik tanah. Akan tetapi, menurut Abu Hanifah,
zakat menjadi kewajiban sipemilik tanah. Hal ini disebabkan zakat adalah beban
tanaman bukan beban tanah dan pemilik tidaklah menghasilkan bijian dan buahan
yang oleh karena itu tidak mungkin akan mengeluarkan zakat hasil tanaman yang
bukan miliknya
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Zakat
pertanian adalah harta kekayaan yang bersumber dari hasil pertanian yang
diwajibkan Allah SWT untuk sejumlah orang yang berhak menerimanya.
Zakat
wajib atas hasil pertanian dilandasi oleh Al-Qur’an, Hadist dan Ijma’. Ulama
menjelaskan hasil-hasil pertanian yang wajib dizakatkan. Ulama juga menjelaskan
tentang nisab zakat pertanian, besar zakat dan macam-macamnya. Zakat ditentukan
besarnya secara taksiran . Dijelaskan juga tentang zakat tanah yang disewa,
pengeluaran hutang, biaya dan zakat sisa serta besar yang ditinggalkan buat
pemilik hasil pertanian.
B. SARAN
Dari
penulisan makalah ini tidak liput dari kesalahan serta banya kekuirangan yang
jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritikan dan saran
yang mendukung.
DAFTAR PUSTAKA
Qardawi,Yusuf. 2007. Hukum Zakat Bogor:
Pustaka Litera Antar Nusa
Ritongga, A. Rahman. 2002. Fiqh Ibadah.
Jakarta: Gaya Media Pratama
Sabiq, Sayyid. 2006. Fiqh Sunnah.
Jakarta: PT Pena Pundi Aksara
Syarifuddin, Amir. 2003. Garis-Garis Besar
Fiqh. Jakarta: Kencana
No comments:
Post a Comment