Thursday, June 9, 2016

karakter dan model evaluasi pembelajaran



BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Perkembangan konsep penilaian pendidikan yang ada pada saat ini menunjukkan arah yang lebih luas. Penilaian program pendidikan menyangkut penilaian terhadap tujuan pendidikan, isi program, strategi pelaksanaan program dan sarana pendidikan. Penilaian proses belajar mengajar menyangkut penilaian terhadap kegiatan guru, kegiatan siswa, pola interaksi guru siswa dan keterlaksanaan program belajar mengajar. Sedangkan penilaian hasil belajar menyangkut hasil belajar jangka pendek dan hasil belajar jangka panjang.
Dengan demikian, inti penilaian adalah proses memberikan atau menentukan nilai kepada objek tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu. Proses pemberian nilai tersebut berlangsung, baik dalam bentuk validitas maupun reliabilitas. Keberhasilan mengungkapkan hasil dan proses belajar siswa sebagaimana adanya (objektivitas hasil penilaian) sangat tergantung pada kualitas alat penilaiannya di samping pada cara pelaksanaannya.

B.     RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1.      Apa saja karakteristik instumen evaluasi pembelajaran ?
2.      Apa saja jenis model-model evaluasi pembelajaran ?

C.    TUJUAN PENULISAN
Tujuan dari penulisan makalah ini antara lain ?
1.      Untuk mengetahui dan mempelajari tentang karakteristik instumen evaluasi pembelajaran
2.      Untuk mengetahui dan mempelajari tentang jenis model-model evaluasi pembelajaran





BAB  II
PEMBAHASAN

A.    KARAKTERISTIK INSTRUMEN EVALUASI PEMBELAJARAN
Evaluasi sangat berguna untuk meningkatkan kualitas system pembelajaran. Kedudukan dan pentingnya evaluasi dalam pembelajaran, baik dilijat dari tujuan dan fungsi maupun system pembelajaran itu sendiri. Evaluasi tidak dapat dipisahkan dari pembelajaran, karena keefektifan pembelajaran hanya dapat diketahui melalui evaluasi. Dengan kata lain, melalui evaluasi semua komponen pembelajaran data diketahui aakah dapat berfungsi sebagaimana mestinya atau tidak. Guru dapat mengetahui tingkat kemampuan peserta didik, baik secara kelompok maupun perseorangan. Guru juga dapat melihat berbagai perkembangan hasil belajar peserta didik, baik yang menyangkut dominan kognitif, afektif maupun psikomotor. Pada akhirnya, guru akan memperoleh gambaran tentang keefektifan proses pembelajaran.
Adapun karakteristik intrumen evaluasi yang baik adalah, valid, reliable, relevan, representatif, praktis, deskriminatif, spesifik, dan proporsional.
1.    Valid artinya suatu instrument dapat dikatakan valid jika betul-betul mengukur apa yang hendak diukur secara tepat. Misalnya alat ukur tersebut harus betul-betul dan hanya mengukur kemampuan peserta didik dalam pempelajari PAI, tidak boleh dicampuradukkan dengan materi pelajaran lain.
2.    Reliable, artinya suatu instrument dapat dikatakan reliable atau handal jika ia mempunyai hasil yang taat asas (consistent). Misalnya, seorang guru mengembangkan instrument tes diberikan kepada sekelompok peserta didik saat ini, kemudian diberikan kepada sekelompok peserta didik yang sama pada waktu yang berbeda, dan ternyata hasilnya sama atau mendekati sama, maka dapat dikatakan instrument tersebut mempunyai tingkat reliabilitas yang tinggi.
3.    Relevan, artinya instrument yang digunakan harus sesuai dengan standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indicator yang telah ditetapkan. dalam konteks penilaian hasil belajar, maka instrument harus disesuaikan dengan domain hasil belajar, seperti domain kognitif, afektif, dan psikomotor. Jangan sampai ingin mengukur domain kognitif menggunakan instrument non-tes. Hal ini tentu tidak relevan.


4.    Representative, artinya materi instrument harus betul-betul mewakili seluruh materi yang disampaikan. Hal ini dapat dilakukan bila penyusun instrument menggunakan silabus sebagai acuan pemilihan materi tes. Guru juga harus memperhatikan proses seleksi materi, mana yang bersifat aplikatif dan mana yang tidak, mana yang oenting dan mana yang tidak.
5.    Praktis, artinya mudah digunakan. Jika instrument itu sudah memenuhi syarat tetapi sukar digunakan, berarti tidak praktis. Kepraktisan ini bukan hanya dilihat dari teknik penyusunan instrument, tetapi juga bagi orang lain yang ingin menggunakan instrument tersebut.
6.    Deskriminatif, artinya instrument itu harus disusun sedemikian rupa, sehingga dapat menunjukkan perbedaan yang sekecil apapun. Semakin baik suatu instrument, maka semakin mampu instrument tersebut menunjukkan perbedaan secara teliti. Untuk mengetahui apakah instrument cukup deskriminatif atau tidak, biaanya dilakukan uji daya pembeda instrument tersebut.
7.    Spesifik, artinya suatu instrument disusun dan digunakan khusus untuk objek yang dievaluasi. Jika instrument tersebut menggunakan tes, maka jawaban tes jangan menimbulkan ambivalensi atau spekulasi.
8.    Proporsional, artinya suatu instrument harus memiliki tingkat kesulitan yang proposional antara sulit, sedang, dan mudah. Begitu jika ketika menentukan jenis instrument, baik tes maupun non-tes.

B.     MODEL-MODEL EVALUASI PEMBELAJARAN
Studi tentang evaluasi, banyak sekali dijumpai model-model evaluasi dengan format atau sistematika yang berbeda, sekalipun dalam beberapa model ada juga yang sama. Misalnya saja, Said Hamid Hasan (1988) mengelompokkan model evaluasi sebagai berikut:
1.    Model evaluasi kuantitatif, yang meliputi: model Tyler, model teoretik Taylor dan Maguire, model pendekatan system Alkin, Model Counternance Stake, model CIPP, dan model ekenomi mikro.
2.    Model evaluasi kualitatif, yang meliputi: model studi kasus, model iluminatif dan model responsive.
3.    Model ekonomi mikro, model ini pada dasarnya adalah model yang menggunakan pendekatan kuantitatif. Sebagaimana kebanyakan model kuantitatif, model ekonomi mikro memiliki focus utama pada hasil (hasil dari pekerjaan, hasil belajar, dan hasil yang diperkirakan).

Zainal Arifin memaparkan beberapa model-model evaluasi diantaranya adalah:
1.    Model Tyler
Nama model ini diambil dari nama pengembangnya yaitu Tyler. Tyler banyak mengemukakan ide dan gagasannya tentang evaluasi. Model ini dibangun atas dua dasar pemikiran. Pertama, evaluasi ditujukan pada tingkah aku peserta didik. Kedua, evaluasi harus dilakukan pada tingkah laku awal peserta didik sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran dan sesudah melaksanakan kegiatan pembelajaran (hasil).
2.    Model yang berorientasi pada tujuan
Kita mengenal adanya tujuan pembelajaran umum dan tujuan pembelajaran khusus. Model evaluasi ini menggunakan kedua tujuan tersebut sebagai criteria untuk menentukan keberhasilan. Evaluasi diartikan sebagai proses pengukuran untuk mengetahui sejauh mana tujuan pembelajaran telah tercapai. Model ini dianggap lebih praktis karena menentukan hasil yang diinginkan dengan rumusan yang dapat diukur.
3.    Model Pengukuran
Model pengukuran banyak dikemukakan oleh pemikiran-pemikiran dari R. Thorndike dan R. L. Ebel. Sesuai dengan namanya, model ini sangat menitikberatkan pada kegiatan pengukuran. Pengukuran digunakan untuk menentikan luantitas suatu sifat (attribute) tertentu yang dimiliki oleh objek, orang atau peristiwa, dalam bentuk unit ukuran tertentu.
4.    Model Kesesuaian (Ralph W. Tyler, John B. Carrol, and Lee J. Cronbach)
Menurut model ini evaluasi adalah suatu kegiatan untuk melihat kesesuaian antara tujuan dengan hasil belajar yang telah dicapai. Hasil evaluasi digunakan untuk menyempurnakan system bimbingan peserta didik dan untuk memberikan informasi kepada puhak-pihak yang memerlukan. Objek evaluasi ini adalah tingkah laku siswa, yaitu tingkah laku yang diinginkan pada akhir kegiatan pembelajaran, baik menyangkut aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor.
5.    Educational system evaluation model (Daniel L. Stufflebeam, Michael Scriven, Robert E. Stake dan Malcolm M. Provus)
Menurut model ini evaluasi berarti membandingkan performance dari berbagai dimensi (tidak hanya dimensi hasil saja) dengan sejumlah criterion, baik yang bersifat mutlak/intern maupun relatif/ekstern.
6.    Model Alkin
Model ini diambil dari nama pengembangnya, yaitu Marvin Alkin (1969). Menurut Alkin, evaluasi adalah suatu proses untuk meyakinkan keputusan, mengumpulkan informasi, memilih informasi yang tepat, dan menganalisis informasi sehingga dapat disusun laporan bagi pembuat keputusan dalam memilih beberapa alternatif.
7.    Model Brinkerhoff
Robert O. Brinkerhoff (1987) mengemukakan tiga jenis evaluasi yang disusun berdasarkan penggabungan elemen-elemen yang sama, yaitu:
a.    Fixed vs Emergent Evaluation Design harus direncanakan dan disusun secara sistematik-terstruktur sebelum program dilaksanakan. Meskipun demikian, desain fixed dapat juga disesuaikan dengan kebutuhan yang sewaktu-waktu dapat berubah. Desain evaluasi ini dikembangkan berdasarkan tujuan program, kemudian disusun pertanyaan-pertanyaan untuk mengumpulkan berbagai informasi yang diperoleh disumber-sumber tertentu.
b.    Formative vs Summative Evaluation pertama kali dipopulerkan oleh Michael Scriven. Untuk dapat memahami kedua jenis evaluasi ini dapat dilihat dari fungsinya. Evaluasi formatif berfungsi untuk memperbaiki kurikulum dan pembelajaran, sedangkan evaluasi sumatif berfungsi untuk melihat kemanfaatan kurikulum dan pembelajaran secara menyeluruh.
c.    Desain eksperimental dan jenis desain quasi eksperimental natural inquiry banyak menggunakan pendekatan kuantitatif, random sampling, memberikan perlakuan, dan mengukur dampak. Tujuannya adalah untuk menilai manfaat hasil percobaan program pembelajaran.
8.    Illuminative Model (Malcolm Parlett dan Hamilton)
Model ini lebih menekankan pada evaluasi kualitatif-terbuka. Kegiatan evaluasi dihubungkan dengan learning milieu, dalam konteks sekolah sebagai lingkungan material dan psikososial, dimana guru dan peserta didik dapat berinteraksi. Tujuan evaluasi ini adalah untuk mempelajari secara cermat dan hati-hati terhadap pelaksanaan system pembelajaran, factor-faktor yang memengaruhinya, kelebihan dan kekurangan system, dan pengaruhh system terhadap pengalaman belajar peserta didik.
9.    Model Responsif
Sebagaimana model illuminatif, model ini juga menekankan pada pendekatan kualitatif-naturalistik. Evaluasi tidak diartikan sebagai pengukuran melainkan pemberian makna atau melukiskan sebuah realitas dari berbagai perspektif prang-orang yang terlibat, berminat dan berkepentingan dengan program pembelajaran. Tujuan evaluasi ini adalah untuk memahami semua komponen program pembelajaran melalui berbagai sudut pandang yang berbeda.
BAB  III
PENUTUP

Evaluasi sangat berguna untuk meningkatkan kualitas system pembelajaran. Kedudukan dan pentingnya evaluasi dalam pembelajaran, baik dilijat dari tujuan dan fungsi maupun system pembelajaran itu sendiri. Evaluasi tidak dapat dipisahkan dari pembelajaran, karena keefektifan pembelajaran hanya dapat diketahui melalui evaluasi. Dengan kata lain, melalui evaluasi semua komponen pembelajaran data diketahui aakah dapat berfungsi sebagaimana mestinya atau tidak. Guru dapat mengetahui tingkat kemampuan peserta didik, baik secara kelompok maupun perseorangan. Guru juga dapat melihat berbagai perkembangan hasil belajar peserta didik, baik yang menyangkut dominan kognitif, afektif maupun psikomotor. Pada akhirnya, guru akan memperoleh gambaran tentang keefektifan proses pembelajaran.
Adapun karakteristik intrumen evaluasi yang baik adalah, valid, reliable, relevan, representatif, praktis, deskriminatif, spesifik, dan proporsional.
Studi tentang evaluasi, banyak sekali dijumpai model-model evaluasi dengan format atau sistematika yang berbeda, sekalipun dalam beberapa model ada juga yang sama. Misalnya saja, Said Hamid Hasan (1988) mengelompokkan model evaluasi sebagai berikut:
1.      Model evaluasi kuantitatif, yang meliputi: model Tyler, model teoretik Taylor dan Maguire, model pendekatan system Alkin, Model Counternance Stake, model CIPP, dan ekenomi mikro.
2.      Model evaluasi kualitatif, yang meliputi: model studi kasus, iluminatif dan model responsive.
3.      Model ekonomi mikro, model ini pada dasarnya adalah model yang menggunakan pendekatan kuantitatif. Sebagaimana kebanyakan model kuantitatif, model ekonomi mikro memiliki focus utama pada hasil (hasil dari pekerjaan, hasil belajar, dan hasil yang diperkirakan).
 Zainal Arifin memaparkan beberapa model-model evaluasi diantaranya adalah:
1.      Model Tyler
2.      Model yang berorientasi pada tujuan
3.      Model Pengukuran
4.      Model Kesesuaian (Ralph W. Tyler, John B. Carrol, and Lee J. Cronbach)
5.      Educational system evaluation model (Daniel L. Stufflebeam, Michael Scriven, Robert E. Stake dan Malcolm M. Provus)
6.      Model Alkin
7.      Model Brinkerhoff
8.      Illuminative Model (Malcolm Parlett dan Hamilton)
9.      Model Responsif
DAFTAR PUSTAKA


http://sangbyyou.blogspot.com/2013/05/makalah-evaluasi-pembelajaran.html


Rifa’i, Achmad. (2007). Evaluasi Pembelajaran. Semarang: UNNES Press

Said Hamid Hasan, Evaluasi kurikulum (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), h. 223.

Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), h. 69.

No comments:

Post a Comment