PENDAHULUAN
Di kalangan Masyarakat Indonesia
terdapat kesan bahwa Islam bersifat sempit. Kesan itu timbul dari salah
pengertian tentang hakekat Islam. Kekeliruan faham ini terdapat bukan hanya
terdapat di kalangan umat bukan Islam, tetapi juga dikalangan umat Islam
sendiri, bahkan juga dikalangan sebagian agamawan-agamawan Islam.
Kekeliruan faham itu terjadi, karena
kurikulum pendidikan agama Islam yang banyak dipakai di Indonesia ditekankan
pada pengajaran ibadah, fikih, tauhid, tafsir, hadits, dan bahasa Arab, oleh
karena itu Islam di Indonesia banyak dikenal hanya dari aspek ibadah,
fikih, dan tauhid saja. Dan itupun, ibadah, fikih dan tauhid, biasanya
diajarkan hanya menurut satu mazhab dan aliran saja. Hal ini memberikan
pengetahuan yang sempit tentang Islam. (Harun Nasution, Islam Ditinjau dari
Berbagai Aspeknya, Jilid I, 1985)
Untuk mengatasi hal itu maka perlu
ada reorientasi pemahaman keislaman yang komprehensif, sehingga setidaknya akan
menambah lebih banyak lagi orang yang faham terhadap hakekat Islam yang
sesungguhnya dan seiring dengan itu meminimalisir orang yang masih salah
mengerti tentang hakekat Islam.
Dalam program pengajaran Al-Islam
Kemuhammadiyahan 1 ini, saya sebagai penulis mencoba, menyuguhkan ke hadapan
para mahasiswa UMT materi-materi Al-Islam Kemuhammadiyahan 1 yang sengaja
disusun berdasarkan silabus yang telah dirumuskan di tingkat Rektorat UMT,
untuk kemudian dapat dibahas dan didiskusikan berkenaan dengan
permasalahan-permasalahan keislaman perspektif Muhammadiyah terutama yang
terkait dengan permasalahan tersebut di atas
a.
Arti dan Ruang Lingkup Agama Islam
Pada awal pembelajaran kali ini kita
akan mendiskusikan arti dan ruang lingkup agama Islam, sebagai sebuah kajian
dasar untuk lebih lanjut mengenal dan mendiskusikan dinul Islam sebagai sebuah
sistem kehidupan yang menyelamatkan.
Mengenai agama, perlu dijelaskan
terlebih dahulu beberapa hal berikut. Perkataan agama berasal dari bahasa
Sansekerta yang erat hubungannya dengan agama Hindu dan Budha. Dalam
kepustakaan dapat dijumpai uraian tentang perkataan ini. Akar kata agama adalah
gam yang mendapat awalan a dan akhiran a
sehingga menjadi a-gam-a, kadang-kadang i-gam-a,
kadang-kadang u-gam-a. Kata go dalam bahasa Inggris
sama dengan gam: pergi. Namun setelah mendapat awalan dan
akhiran a pengertiannya berubah menjadi jalan.
Dalam bahasa Bali ketiganya
mempunyai makna berikut.
Agama artinya peraturan, tata cara, upacara hubungan manusia
dengan raja;
Igama artinya peraturan, tata cara, upacara dalam berhubungan
dengan Dewa-Dewa;
Ugama ialah peraturan, tata cara dalam berhubungan antarmanusia.
Dalam bahasa aslinya agama Islam
disebut din. Mulailah timbul kerancuan atau pencampuradukan
pengertian, karena lambang yang biasa dipakai dalam agama Hindu dan Budha
dipergunakan untuk Dinul Islam yang lain sekali sistem ajaran dan ruang
lingkupnya kalau dibandingkan dengan sistem ajaran agama yang mendahuluinya.
Kita perlu memahami arti perkataan
Islam itu sendiri. Islam kata turunan (jadian) yang berarti ketundukan,
keta’atan, kepatuhan, (kepada kehendak Allah). Berasal dari kata salama artinya
patuh atau menerima; berakar dari huruf sin lam mim. Kata dasarnya adalah
salima yang berarti sejahtera, tidak tercela, tidak bercacat. Dari kata itu
terbentuk kata masdar salamat (yang dalam bahasa Indonesia berarti selamat).
Dari akar kata itu juga terbentuk kata-kata salm, silm yang berarti kedamaian,
kepatuhan, penyerahan (diri). Dari uraian tersebut dapatlah disimpulkan bahwa
arti yang dikandung perkataan Islam adalah: kedamaian, kesejahteraan,
keselamatan, penyerahan (diri), keta’atan dan kepatuhan. (Prof, H. Mohammad
Daud Ali, S.H., Pendidikan Agama Islam, 2006)
Demikianlah analisis perkataan Islam
Intinya adalah berserah diri, tunduk, patuh, dan taat dengan sepenuh hati
kepada kehendak Allah. Kehendak ilahi yang wajib ditaati dengan sepenuh
hati oleh manusia itu, manfaatnya bukanlah untuk Allah tetapi untuk
kemaslahatan dan kebaikan manusia dan lingkungan hidupnya. Kehendak
Allah telah disampaikan oleh malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad sebagai
Rasulnya berupa wahyu yang kini dapat dibaca dan dikaji selengkapnya dalam
Al-Quran. Rasul pun telah memberi penjelasan, petunjuk dengan contoh bagaimana
memahami dan mengamalkan ayat-ayat Quran dengan sunnah beliau.
Islam itu bisa diibaratkan jalan
tol yang lempang dan lurus, di dalamnya terdapat rambu rambu,
tanda-tanda serta jalur-jalur sebanyak aspek kehidupan manusia yang harus
dipatuhi pengguna jalan itu sebagai kenyamanan dan keselamatan, di kanan-kiri
jalan itu dipagari oleh Al-Quran dan As-Sunnah. Berpikir, bersikap dan berbuat
sesuai dengan ajaran Islam, tidak menabrak pagar Quran-Sunnah. Apalagi keluar
dari keduanya. Selama pemikiran, sikap dan perbuatannya tidak menyimpang atau
keluar jalur Al-Quran dan Sunnah, selama itu pula pemikiran, sikap dan
perbuatan mereka dapat disebut sebagai Islami.
Sebagai agama wahyu terakhir, agama
Islam merupakan satu sistem akidah dan syari’ah serta akhlak yang mengatur
hidup dan kehidupan manusia dalam berbagai hubungan. Ruang lingkupnya lebih
luas dari ruang lingkup agama Nasrani yang hanya mengatur hubungan manusia
dengan Tuhan. Agama Islam tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan manusia
dalam masyarakat termasuk dengan diri manusia itu sendiri tetapi juga dengan alam
sekitarnya.
Menurut wilfred Cantwell Smith,
dibandingkan dengan agama-agama lain, agama Islam adalah sui generis
sesuai dengan wataknya, mempunyai corak dan sifat tersendiri dalam jenisnya),
karena dalam banyak hal agama Islam berbeda dengan agama lain. Sebagai contoh
sederhana akan kita bahas di bawah ini;
- Berbeda dengan agama-agama lain yang nama-nya dihubungkan dengan manusia yang mendirikan atau yang menyampaikan agama itu atau dengan tempat lahir agama yang bersangkutan seperti agama Budha (Budhism), agama Kristen (Christianity) atau agama Yahudi (Judaism), nama agama yang disampaikan oleh Nabi Muhammad ini tidak dihubungkan dengan namanya atau nama tempat agama itu mula-mula tumbuh dan berkembang. Seperti agama-agama tersebut di atas. Juga namanya tidak diberikan oleh para penganutnya atau orang lain kemudian hari. Menurut Wilfred nama Islam yang diberikan kepada agama yang disampaikan kepada Nabi Muhammad itu adalah nama yang diberikan oleh Allah sendiri melalui wahyu-Nya yang kini dapat dibaca dalam Al-Quran surah Ali Imran: 19 yang berbunyi, ”Innad diina ’indallahi-l-Islam.” Artinya lebih kurang, ”sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.” Penamaan itu juga dapat kita jumpai dalam surah Al-Maidah bagian terakhir ayat 3 yang berbunyi, Waradiitu lakumul Islaama diinaa,” artinya lebih kurang, …”dan aku ridhai Islam sebagai agamamu.”
- Islam, seperti telah dikemukakan di atas, mengandung makna damai, sejahtera, selamat, penyerahan diri, taat, patuh dan menerima kehendak Allah. Orang yang mengaku beragama Islam disebut muslim. Penamaan orang yang memeluk agama Islam inipun, menurut Wilfred terdapat dalam Al-Quran surat az-Zumar ayat 12 yang berbunyi, ”Waumirtu li an akuna awwalal muslimina”. Artinya lebih kurang, ”Dan aku diperintahkan menjadi orang yang pertama-tama berserah diri.”
Oleh karena itu kata Wilfred
selanjutnya, Penamaan Muhamedanism untuk agama Islam dan Mohammedan
untuk orang-orang Islam yang telah dilakukan berabat-abad oleh orang Barat,
terutama oleh para orientalis, seperti dapat dibaca dalam kepustakaan berbahasa
Inggris, misalnya, adalah salah. Kesalahan ini disebabkan karena para penulis
Barat menyamakan agama Islam dengan agama-agama lain, misalnya dengan
Christianity yang diajarkan oleh Jesus Kristus. Budhism yang diajarkan oleh
Budha Gautama dan lain-lain.
Penamaan yang salah ini telah
menyebabkan pemahaman yang keliru terhadap Islam yang akan dibicarakan kelak.
Namun demikian perlu dicatat bahwa setelah perang dunia kedua salah pengertian
ini sudah berangsur kurang. Karena pergaulan internasional antar bangsa,
menjadi anggota PBB atau lembaga-lembaga dinia lainnya.
Orang yang mengaku beragama
Islam atau yang secara bebas memilih untuk menyesuaikan kehendaknya
dengan kehendak Tuhan, disebut muslim. Seorang muslim yang benar
adalah orang yang menerima petunjuk Tuhan dan menyerahkan diri untuk
mengikuti kemauan Ilahi. Artinya seorang muslim (yang benar) adalah
orang yang melalui akal bebasnya, mengikuti petunjuk Tuhan. (S.H. Nasr, 1981:
11). Makna ini berlaku untuk semua yang menerima dan patuh kepada hukum-hukum
Tuhan yang tidak terbantah itu.
Di dalam ajaran Islam, apa yang
disebut Natural Law di dunia barat itu dinamakan sunnatullah.
Namun isinya berbeda, karena Sunnatullah menurut ajaran Islam, adalah ketentuan
atau hukum-hukum Allah yang berlaku untuk alam semesta. Adanya sunatullah
mengatur alam semesta itu menyebabkan ketertiban hubungan antara benda-benda di
alam raya. Di dalam al-Quran banyak ayat-ayat yang menunjukkan ada dan
berlakunya Sunnatullah atas alam semesta, termasuk manusia di dalamnya.
- b. Klasifikasi Agama dan Agama Islam
Agama-agama yang dianut oleh manusia
di dunia ini dapat diklasifikasikan menjad dua golongan berdasarkan tolok ukur
tertentu, salah satu tolok ukurnya yang dapat dipergunakan adalah sumber asal
ajaran agama, yaitu:
1) Agama
Wahyu, (revealed religion) yang kadang-kadang disebut juga agama
langit, dan
2) Agama Budaya
(cultural religion atau natural religion) yang
kadang-kadang disebut juga agama bumi atau agama alam.
Dengan mempergunakan tolok ukur dan
klasifikasi tersebut, akan diketahui ciri-ciri masing-masing agama tersebut,
adalah sebagai berikut;
No
|
Agama
Wahyu/Langit (Revealed Religion)
|
Agama
Budaya (Natural Religion)
|
1
|
Dapat dipastikan kelahirannya.
Pada waktu agama wahyu disampaikan malaikat (Jibril) kepada manusia pilihan
yang disebut utusan atau Rasul-Nya, pada waktu itulah agama wahyu lahir.
|
Tidak dapat dipastikan
kelahirannya karena mengalami proses pertumbuhan sesuai dengan proses
pertumbuhan kebudayaan masyarakat atau perkembangan pemikiran manusia yang
memberikan ajaran agama budaya itu.
|
2
|
Disampaikan kepada manusia melalui
utusan atau Rasul Allah yang bertugas selain menyampaikan, juga menjelaskan
wahyu yang diterimanya dengan berbagai cara dan upaya.
|
Tidak mengenal utusan atau Rasul
Allah. Yang mengajarkan agama budaya adalah filsuf atau pemimpin kerohanian
atau pendiri agama itu sendiri.
|
3
|
Mempunyai kitab suci yang berisi
himpunan wahyu yang diturunkan Allah. Wahyu yang ada dalam kitab suci itu
tidak boleh berubah atau diubah. Yang berhak mengubahnya hanyalah Allah
melalui wahyu-Nya juga.
|
Tidak mempunyai kitab suci pada
masyarakat sederhana. Agama budaya masyarakat yang telah berperadaban mungkin
mempunyai kitab suci, namun isinya dapat berubah karena perubahan filsafat
agama atau kesadaran agama masyarakatnya.
|
4
|
Ajaran Agama Wahyu mutlak benar
karena berasal dari Allah karena mutlak benar, Maha Mengetahui
segala-galanya. Karena itu pula kebenaran tidak terikat ruang dan waktu. Yang
terikat pada ruang dan waktu adalah kebenaran pemahaman atau penafsiran
ajaran agama wahyu yang dilakukan oleh akal yang terbatas kemampuannya dan
terikat pada pengalaman pengetahuan manusia.
|
Ajaran Agama Budaya kebenarannya
relatif, terikat pada ruang dan waktu tertentu.
|
5
|
Sistem hubungan manusia dengan
Allah, dalam agama wahyu, ditentukan oleh Allah sendiri denga penjelasan
lebih lanjut oleh Rasulnya. Sistem hubungan ini tetap tidak berubah
bagaimanapun dahsyatnya perubahan karena perkembangan budaya, ilmu
pengetahuan dan tekhnologi.
|
Sistem hubungan manusia dengan
Tuhan berasal dari akal berdasarkan kepercayaan (yang berisi anggapan) dan
pengetahuan serta pengalaman manusia yang senantiasa berubah atau bertambah.
|
6
|
Konsep ketuhanan ialah monoteisme
murni sebagaimana yang disebutkan dalam ajaran agama langit itu.
|
Konsep ketuhanan karena disusun
oleh akal manusia, berkembang sesuai dengan perkembangan akal manusia mulai dari
dinamisme sampai kepada monoteisme tidak murni atau monoteisme terbatas.
|
7
|
Dasar-dasar ajaran bersifat mutlak
berlaku bagi seluruh ummat manusia.
|
Dasar-dasar bersifat relatif
karena ditujukan kepada manusia dalam masyarakat tertentu yang belum tentu sesuai
dengan masyarakat lain.
|
8
|
Sistem nilai ditentukan oleh Allah
sendiri yang diselaraskan dengan ukuran dan hakikat kemanusiaan. Yang
bernilai baik diwajibkan untuk dilaksanakan agar manusia mmperoleh
keselamatan dan kebahagiaan, dan yang bernilai buruk dilarang (ditinggalkan)
untuk mencegah kecelakaan dan penderitaan manusia di dunia ini dan diakhirat
kelak.
|
Nilai-nilai ditentukan oleh
manusia sesuai dengan cita-cita, pengalaman serta penghayatan masyarakat yang
menganutnya. Nilai-nilai itu mungkin sesuai untuk suatu masyarakat pada suatu
masa tertentu, mungkin juga harus diubah lagi disuatu masyarakat pada masa
yang lain.
|
9
|
Menyebut sesuatu tentang alam yang
kemudian dibuktikan kebenarannya oleh ilmu pengetahuan (sains) modern.
|
Hal-hal yang disebut tentang alam
sering dibuktikan kekeliruannya oleh sains.
|
10
|
Melalui agama wahyu Allah memberi
petunjuk, pedoman, tuntunan, dan peringatan kepada manusia dalam pembentukan
insan kamil, yaitu manusia sempurna, manusia baik yang bersih dari noda dan
dosa.
|
Pembentukan manusia menurut agama
budaya disandarkan kepada pengalaman dan penghayatan masyarakat penganutnya
yang belum tentu diakui oleh masyarakat lain yang berbeda cita-cita,
pengalaman dan penghayatannya.
|
- c. Salah Paham Terhadap Islam
1) Salah
Memahami Ruang Lingkup Islam
Salah paham terhadap Islam terjadi
karena orang salah memahami ruang lingkup agama Islam. Lambang yang sama yakni
perkataan agama dipakai untuk sistem ajaran yang berbeda, orang menganggap
bahwa sebagai agama, Islam pun ruang lingkupnyna hanya mengatur hubungan
manusia dengan Tuhan belaka. Sesungguhnya tidaklah begitu, karena ruang lingkup
agama Islam dalam makna Dinul Islam seperti telah berulang-ulang dikatakan di
atas, tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhan saja seperti yang
terkandung dalam istilah religion, tetapi juga mengatur hubungan manusia dengan
dirinya sendiri, dengan masyarakat, dan alam lingkungan hidupnya.
2) Salah
Menggambarkan Susunan Bagian-Bagian Agama dan Ajaran Islam
Kesalahpahaman yang lain timbul
karena penggambaran bagian-bagian agama dan ajaran Islam tidak menyeluruh,
tetapi sebagian-sebagian atau sepotong-sepotong. Orang menggambarkan yang
memberi kesan seakan-akan Islam hanyalah akidah (iman) atau ilmu tauhid saja,
atau Islam seolah-olah hanya syariat (hukum) atau fikih belaka, atau Islam
hanya ajaran akhlak, tasawuf, dan tarikat semata-mata, tanpa memandang dan
meletakkan bagian-bagian atau segmen-segmen itu ke dalam kerangka agama dan
ajaran Islam terpadu secara keseluruhan. Karena penggambaran yang
sepotong-sepotong inilah yang telah menyebabkan Islam menjadi the most
misunderstood religion in the world: agama yang paling disalahpahami dunia.
Penggambaran Islam seperti ini sering dilakukan oleh orang Islam sendiri tanpa
disadari dan dengan maksud-maksud tertentu dengan sadar oleh para orientalis,
terutama dimasa-masa sebelum perang dunia kedua dahulu.
3) Salah
Mempergunakan Metode Mempelajari Islam
Kesalahan ketiga adalah kesalahan
mempergunakan metode mempelajari Islam. Metode atau jalan yang ditempuh para
orientalis, terutama sebelum perang dunia kedua, adalah pendekatan yang
menjadikan Islam dan seluruh ajarannya semata-mata sebagai obyek studi dan
analisis. Laksana dokter bedah mayat, para orientalis meletakkan Islam di atas meja
operasi, memotongnya bagian demi bagian dan menganalisis bagian-bagian itu
dengan mempergunakan ukuran-ukuran
yang un-Islamic /
tidak sesuai dengan ajaran Islam. (Fazlur Rahman, 1966: 44)
Untuk menghindari salah paham
terhadap Islam dan supaya dapat memahami Islam secara baik dan benar, hal-hal
berikut perlu diperhatikan ialah:
Pertama, pelajarilah Islam dari sumbernya yang asli yakni al-Quran
yang memuat wahyu-wahyu Allah dan al-Hadits yang memuat sunnah Nabi Muhammad.
Dengan mempelajari Islam dari kedua sumber tersebut akan jelas ruang
lingkupnya. Jika tidak (mampu) berbahasa Arab, sekarang banyak terjemahan
al-Quran-Hadits yang bisa diakses.
Kedua, Islam tidak dipelajari secara parsial tetapi harus
dipelajari secara
\integral. Artinya Islam tidak dipelajari sepotong-sepotong,
tetapi secara keseluruhan dan dipadukan kedalam satu kesatuan yang bulat.
Mempelajari dan memahami Islam secara sepotong-sepotong akan menghasilkan
pemahaman yang salah terhadap Islam, seperti pemahaman empat orang normal
tetapi buta sejak lahir. Mereka mencoba memahami seekor gajah yang dirabanya
dengan tangannya. Maka akan menimbulkan banyak pemahaman dan persepsi sesuai
bagian yang mananya yang mereka raba. Untuk menghindari pemahaman
sepotong-sepotong, Islam harus dipelajari secara menyeluruh, walaupun
keseluruhan itu (mungkin) dalam garis-garis besarnya saja.
Ketiga, Islam dipelajari dari karya atau kepustakaan yang ditulis
oleh mereka yang telah mengkaji dan memahami Islam secara baik dan benar. Pada
umumnya mereka adalah para ahli atau ulama, cendekiawan dan sarjana muslim yang
diakui otoritasnya.
Keempat, dihubungkan dengan berbagai persoalan asasi yang dihadapi
manusia dalam masyarakat dan dilihat relasi dan relevansinya dengan
persoalan-persoalan politik, ekonomi, sosial, budaya sepanjang sejarah manusia
terutama sejarah umat Islam.
Kelima, memahami Islam dengan bantuan ilmu pengetahuan yang
berkembang sampai sekarang, seperti ilmu-ilmu alamiah, ilmu-ilmu sosial dan
budaya, serta ilmu-ilmu kemanusiaan (humaniora). Ketiga bidang ilmu ini beserta
cabang dan rantingnya merupakan ilmu-ilmu bantu dalam mengkaji dan memahami
Islam.
Keenam, tidak menyamakan Islam dengan umat Islam,
terutama dengan keadaan umat Islam pada suatu masa di suatu tempat. Penjajahan
Barat yang melanda umat Islam selama berabad-abad telah menyebabkan umat Islam
berada dalam keadaan lemah, miskin, terbelakang, terpecah-pecah dalam berbagai
firkah atau kelompok-kelompok, terlepas atau sengaja dilepaskan dari ajaran
agamanya. Keadaan ini sering menyebabkan para ahli ilmu-ilmu sosial terutama,
menarik kesimpulan yang tidak benar dan tidak dapat dipertanggungjawabkan
tentang Islam. Dengan melihat kenyataan keadaan umat Islam di suatu tempat pada
suatu masa demikian halnya, mereka lalu menarik kesimpulan bahwa demikian
pulalah agama dan ajaran Islam.
Ketujuh, Pelajarilah Islam dengan metode yang selaras dengan agama
dan ajaran Islam. Menurut Ali Syari’ati, orang tidak dapat memilih hanya satu
metode tunggal dari sekian banyak metode yang dapat dipergunakan, karena Islam
bukan agama uni-dimensional (agama satu dimensi) saja. Untuk
mempelajari Islam yang banyak dimensinya itu, selain dari metode filosofis
orang harus mempergunakan juga metode-metode yang terdapat dalam ilmu-ilmu
manusia dewasa ini (Ali Syari’ati, 1982: 72). Ia menyebut metode sejarah dan
sosiologi, soal-soal yang bersifat kosmologis dan berkaitan dengan ilmu-ilmu
alam serta gejala-gejala alam, harus dipelajari dan dipahami menurut metodologi
ilmu-ilmu alam (Ali Syari’ati, 1982: 73).
Sumber Bacaan :
- Prof. H. Mohammad Daud Ali, S.H., Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2006.
- Prof. Dr. Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid I,
Jakarta: UI Press, 1985.
No comments:
Post a Comment