Tuesday, June 7, 2016

Ruang Lingkup Ilmu Ushul Fiqh




·  Ruang lingkup pembahasan ushul fiqih
Ruang lingkup pembahasan ushul fiqih terbagi menjadi tiga, yaitu:
1. Hukum syar’i dan hal-hal yang berkaitan dengannya
  • Pembahasan tentang al-Hakim
  • Khithab at-Taklif
  • Khithab al-Wadh’i
  • Qa’idah Kulliyyah
2. Dalil dan hal-hal yang berkaitan dengannya
  • Dalil-dalil syar’i
  • Sesuatu yang diduga sebagai dalil, padahal bukan dalil
  • Pembahasan tentang bahasa Arab
  • Pembahasan tentang al-Qur’an dan as-Sunnah
3. Ijtihad dan hal-hal yang berkaitan dengannya
  • Pembahasan tentang ijtihad
  • Pembahasan tentang taqlid
  • Pembahasan tentang tarjih

Pengertian Fiqih
Dalam kamus almu’jam al-wasith disebutkan kata “faqiha-faqhan-fiqhan” berarti memahami. Bentuk isim fa’il-nya adalah “faqihun”, artinya orang yang memahami. Sedngkan, apabila derivasinya berasal dari kata faquha, maka bentuk isim fail-nya adalah “faqihun”, berarti ahli fiqih. Adapun kata al-faqih (bentuk mashdar), maknanya adalah pemahaman atau kecerdasan. Kata ini juga biasa diartikan dengan ilmu, tepatnya ilmu-ilmu syari’at dan ilmu ushuluddin. Demikian, makna fiqih secara etimologi.
Adapun makna fiqih secara terminologis telah di definisikan oleh para ahli fiqih sendiri. (ensiklopedia imam syafi’i :378)
Fiqih menurut bahasa berarti ‘paham’, berarti pengetahuan atau pemahaman yang mendalam tentang sesuatu, semisal maksud dari perkataan seseorang seperti dalam firman Allah:
“Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun?” (QS. An Nisa: 78)
Dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Sesungguhnya panjangnya shalat dan pendeknya khutbah seseorang, merupakan tanda akan kepahamannya.” (Muslim no. 1437, Ahmad no. 17598, Daarimi no. 1511)
Tetapi istilah ini selanjutnya berkembang menjadi nama khusus bagi ilmu tentang hukum agama Islam yang bersifat praktis (terkait dengan perbuatan manusia).

Fiqih Secara Istilah Mengandung Dua Arti:
  1. Pengetahuan tentang hukum-hukum syari’at yang berkaitan dengan perbuatan dan perkataan mukallaf (mereka yang sudah terbebani menjalankan syari’at agama), yang diambil dari dalil-dalilnya yang bersifat terperinci, berupa nash-nash al Qur’an dan As sunnah serta yang bercabang darinya yang berupa ijma’ dan ijtihad.
  2. Hukum-hukum syari’at itu sendiri. Jadi perbedaan antara kedua definisi tersebut bahwa yang pertama di gunakan untuk mengetahui hukum-hukum (Seperti seseorang ingin mengetahui apakah suatu perbuatan itu wajib atau sunnah, haram atau makruh, ataukah mubah, ditinjau dari dalil-dalil yang ada), sedangkan yang kedua adalah untuk hukum-hukum syari’at itu sendiri (yaitu hukum apa saja yang terkandung dalam shalat, zakat, puasa, haji, dan lainnya berupa syarat-syarat, rukun-rukun, kewajiban-kewajiban, atau sunnah-sunnahnya).

No comments:

Post a Comment