PEMBAHASAN
A.
VISI PENDIDIKAN ISLAM
Kata visi berasal dari
bahasa inggris, vision yang berarti penglihatan, daya lihat, pandangan,
impian atau bayangan. Dengan demikian, secara sederhana kata visi mengacu pada
sebuah cita-cita, khayalan, keinginan, angan-angan, khayalan, dan impian ideal
yang ingin dicapai dan dirumuskan secara sederhana, singkat, padat, dan jelas
namun mengandung penuh makna.
Visi pendidikan islam
sesungguhnya melekat pada visi ajaran islam itu sendiri yang terkait dengan
visi kerasulan Nabi Muhammad Saw, yaitu membangun sebuah kehidupan manusia yang
patuh dan tunduk kepada Allah serta membawa rahmat bagi seluruh alam, seperti
dalam firman-Nya Q.S Al-Ankabut ayat 16 yang artinya : Dan (Ingatlah)
Ibrahim, ketika ia Berkata kepada kaumnya: “Sembahlah olehmu Allah dan
bertakwalah kepada-Nya. yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu
Mengetahui. Kata patuh dan tunduk dan patuh kepada Allah sebagai disebutkan
di dalam ayat tersebut memiliki arti yang amat luas, yaitu melaksanakan segala
perintah Allah dalam segala aspek kehidupan seperti ekonomi, social, politik, budaya,
ilmu pengetahuan, dan lain sebagainya yang didasarkan pada nilai-nilai
kepatuhan dan ketundukan kepada Allah, yaitu nilai keimanan, ketakwaan,
kejujuran, keadilan, kemanusiaan, kesastraan, kebersamaan, toleransi,
tolong-menolong, kerja keras, dan lain-lain. Sedangkan kata rahmat dapat
berarti kedamaian, kesejahteraan, keberuntungan, kasih sayang, kemakmuran dan
lain sebagainya. Pendidikan islam yang dilaksanakan harus diarahkan untuk
mewujudkan sebuah tata kehidupan yang mencerminkan nilai-nilai tersebut.
Dengan demikian visi
pendidikan islam yang sejalan dengan visi ajaran islam yang bertumpu pada
terwujudnya kasih sayang pada semua makhluk ciptaan Tuhan, ternyata memiliki
jangkauan pengertian yang amat luas. Yaitu sebuah kasih sayang yang tulus dan
menjangkau pada seluruh asperk kehidupan manusia dan digunakan dalam berbagai
aktivitas kehidupan. Hampir tidak ada sebuah aktivitas yang dapat terlaksana
dengan baik tanpa adanya rahmat Tuhan. Visi pendidikan islam yang bertumpu
pada mewujudkan rahmat bagi seluruh alam itu, memperlihatkan bahwa pendidikan
islam memiliki sebuah tanggung jawab yang amat berat, kompleks, multi dimensil,
dan berjangka panjang. Visi pendidikan islam terkait erat dengan upaya
mewujudkan sebuah tata kehidupan yang harmoni, aman, damai, sejahtera lahir dan
bathin.
Berdasarkan
pada visi yang demikian itu, maka setiap penyimpangan dalam penyelenggaraan
pendidikan islam dapat dengan mudah diketahui. Sebuah kegiatan pendidikan yang
memperlakuakan anak didik secara tidak manusiawi, tidak adil, merusak jasmani,
rohani dan akalnya, merusak masa depannya serta mengajarkan cara hidup yang
keras, tidak bersahabat, atau mengajarkan memusuhi orang lain dan seterusnya
dapat diduga bahwa pendidikan tersebut telah menyimpang dari visi pendidiakan
islam. Demikian pula sebuah kegiatan pendidikan yang hanya menyuruh manusia
memperhatikan aspek kehidupan saja, atau aspek ke akhiratan saja, atau
membuatnya tidak berdaya dalam menghadapi kehidupan, maka pendidikan tersebut
tidak lagi dapat dikatakan sebagai pendidikan islam.
B.
KONSEP
PENDIDIKAN ISLAM
Secara garis
besar, konsepsi pendidikan dalam Islam adalah mempertemukan pengaruh dasar
dengan pengaruh ajar. Pengaruh pembawaan dan pengaruh pendidikan diharapkan
akan menjadi satu kekuatan yang terpadu yang berproses ke arah pembentukan
kepribadian yang sempurna. Oleh karena itu, pendidikan dalam Islam tidak hanya
menekankan kepada pengajaran yang berorientasi kepada intelektualitas
penalaran, melainkan lebih menekankan kepada pendidikan yang mengarah kepada
pembentukan keribadian yang utuh dan bulat. Konsep pendidikan islam yang
mengacu kepada ajaran Al-Qur’an, sangat jelas terurai dalam kisah Luqman. Dr.
M. Sayyid Ahmad Al-Musayyar menukil beberapa ayat Al-Qur’an dalam Surat Luqman.
Beliau mengatakan, ada tiga kaedah asasi pendidikan dalam Islam menurut
Al-Qur’an yang dijalankan oleh Luqman kepada anaknya. Seperti diketahui, Luqman
diberikan keutamaan Allah berupa Hikmah, yaitu ketepatan bicara, ketajaman
nalar dan kemurnian fitrah. Dengan keistimewaannya tersebut, Luqman ingin
mengajari anaknya hikmah dan membesarkannya dengan metode hikmah itu pula. Kaidah
pendidikan tersebut
yakni :
1.
Peletakan pondasi dasar, yaitu penanaman keesaan Allah,
kelurusan aqidah, beserta keagungan dan kesempurnaan-Nya. Kalimat tauhid adalah
focus utama pendidikannya. Tidak ada pendidikan tanpa iman. Tak ada pula
akhlak, interaksi social, dan etika tanpa iman. Apabila iman lurus, maka lurus
pulalah aspek kehidupannya. Sebab iman selalu diikuti oleh perasaan introspeksi
diri dan takut terhadap Allah. Ini
terdapat dalam QS. Luqman
ayat 16. Seorang mukmin mesti berkeyakinan bahwa tak ada satu pun yang bisa disembunyikan
dari Allah swt Yang Maha
Mengetahui. Dari sinilah ia akan melakukan seluruh amal dan aktivitasnya semata
untuk mencari ridha Allah tanpa sikap riya atau munafik, dan tanpa
menyebut-nyebutnya ataupun menyakiti orang lain.
2. Pilar-pilar
pendidikan. Ia memerintahkan anaknya untuk shalat, memikul tanggung jawab amar
ma’ruf nahi munkar, serta menanamkan sifat sabar. Shalat adalah cahaya yang
menerangi kehidupan seorang muslim. Ini adalah kewajiban harian seorang muslim
yang tidak boleh ditinggalkan selama masih berakal baik. Amar ma’ruf nahi
munkar merupakan istilah untuk kritik konstruktif, rasa cinta dan perasaan
bersaudara yang besar kepada sesame, bukan ditujukan untuk mencari-cari
kesalahan dan ghibah, seperti pada QS. Luqman ayat 10. Sabar itu bermacam-macam.
Ada sabar atas ketaatan hingga ketaatan itu ditunaikan, ada sabar atas
kemaksiatan hingga kemaksiatan itu dihindari, dan ada pula sabar atas kesulitan
hidup hingga diterima dengan perasaan ridha dan tenang. Seorang beriman berada
di posisi antara syukur dan sabar. Dalam kemudahan yang diterimanya, ia pandai
bersyukur
dan dalam
setiap kesulitan yag dihadapinya, ia mesti bersabar dan introspeksi diri.
3. Etika social.
Metode pendidikan Luqman menumbuhkan buah adab yang luhur. Luqman menggambarkan
hal itu untuk putranya dengan larangan melakukan kemungkaran dan tak tahu
terima kasih, serta perintah untuk tidak terlalu cepat dan tidak pula
terlalu lambat dalam berjalan, dan merendahkan suara. Sebab, semua manusia
berasal dari nutfah yang hina dan akan berakhir menjadi bangkai busuk. Dan
ketika hidup pun, ia kesakitan jika tertusuk duri dan berkeringat jika
kepanasan. Sebenarnya, pendidikan dapat diartikan secara sederhana sebagai
upaya menjaga anak keturunan agar memiliki kualitas iman prima, amal sempurna dan
akhlak paripurna. Karena itu, tanpa banyak diketahui, di dalam
islam, langkah awal pendidikan untuk mendapatkan kualitas keturunan yang
demikian sudah ditanamkan sejak anak bahkan belum terlahir. Apa buktinya?
Manhaj islam menggariskan bahwa sebaik-baik kriteria dalam memilih pasangan
hidup adalah factor agama, bukan karena paras muka dan kekayaannya.
Sebab, diyakini, calon orang tua yang memiliki keyakinan beragama yang baik
tentu akan melahirkan anak-anak yang juga baik. Di dalam ajaran islam, orang
tua bertanggung jawab terhadap pendidikan anak-anaknya. Keduanya berkewajiban
mendidik anak-anaknya untuk mempertemukan potensi dasar dengan pendidikan,
sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw yang menyatakan bahwa : “Setiap anak
dilahirkan di atas fitrahnya, maka kedua orangtuanya yang menjadikan dirinya
beragama Yahudi, Nasrani, atau Majusi” (HR Bukhari). Kewajiban ini juga
ditegaskan dalam firman-Nya: Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan
shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezki
kepadamu, Kamilah yang memberi rezki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu
adalah bagi orang yang bertakwa”. (QS. 20:132).
Dalam Islam, pentingnya pendidikan
tidak semata-mata mementingkan individu, melainkan erat kaitannya dengan
kehidupan sosial kemasyarakatan. Konsep belajar/pendidikan dalam Islam
berkaitan erat dengan lingkungan dan kepentingan umat. Oleh karena itu, dalam
proses pendidikan senantiasa dikorelasikan dengan kebutuhan lingkungan, dan
lingkungan dijadikan sebagai sumber belajar. Seorang peserta didik yang diberi
kesempatan untuk belajar yang berwawasan lingkungan akan menumbuhkembangkan
potensi manusia sebagai pemimpin. Konsep pendidikan dalam Islam menawarkan
suatu sistem pendidikan yang holistik dan memposisikan agama dan sains sebagai
suatu hal yang seharusnya saling menguatkan satu sama lain. Pemisahan dan
pengotakan antara agama dan sains jelas akan menimbulkan kepincangan dalam
proses pendidikan, agama jika tanpa dukungan sains akan menjadi tidak mengakar
pada realitas dan penalaran, sedangkan sains yang tidak dilandasi oleh
asas-asas agama dan akhlaq atau etika yang baik akan berkembang menjadi liar
dan menimbulkan dampak yang merusak. Murtadha Mutahhari seorang ulama, filosof
dan ilmuwan Islam menjelaskan bahwa iman dan sains merupakan karakteristik khas
insani, di mana manusia mempunyai kecenderungan untuk menuju ke arah kebenaran
dan wujud-wujud suci dan tidak dapat hidup tanpa menyucikan dan memuja sesuatu.
Ini adalah kecenderungan iman yang merupakan fitrah manusia. Tetapi di lain
pihak manusia pun memiliki kecenderungan untuk selalu ingin mengetahui dan
memahami semesta alam, serta memiliki kemampuan untuk memandang masa lalu,
sekarang dan masa mendatang (yang merupakan ciri khas sains).
Al-Qur’an berkali-kali meminta manusia
membaca tanda-tanda alam, menantang akal manusia untuk melihat ke-MahaKuasa-an
Allah pada makhluk lain, rahasia penciptaan tumbuhan, hewan, serangga,
pertumbuhan manusia, kejadian alam dan penciptaan langit bumi. Banyak ayat-ayat
Al-Qur’an yang berisikan tentang kejadian-kejadian di sekitar kita yang
menuntut pemahaman dengan sains/akal manusia. Karena itu, seorang muslim juga
diwajibkan untuk mempelajari sains, karena sains hanyalah salah satu pembuktian
kekuasaan Allah, di samping ayat-ayat qauliyah. Karenanya, konsep pendidikan
dalam islam menurut Al-Qur’an pun tidak hanya berisi materi-materi pendidikan
keagamaan saja. Pendidikan merupakan jalan utama untuk mendekatkan diri kepada
Allah. Secara sepintas bila melihat tujuan pendidikan diatas, terkesan bahwa
pendidikan yang diharapkan Al-Ghozali hanya bersifat ukhrowi. Akan tetapi jika
dikaji lebih mendalam, pendidikan menurutnya tidak hanya bersifat ukhrowi,
bahkan ia mengatakan dunia merupakan manifestasi menuju ke masa depan.
Berangkat dari pemahaman tersebut dapat
disimpulkan juga konsep peserta didik. Menurutnya, peserta didik sebaiknya
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Belajar merupakan proses jiwa.
b. Belajar menuntut konsentrasi
c. Belajar harus didasari sikap tawadhu’
d. Belajar bertukar pendapat hendaklah telah mantap
pengetahuan dasarnya.
e. Belajar harus mengetahui nilai dan tujuan ilmu
pengetahuan yang di pelajari
f. Belajar secara bertahap
g. Tujuan belajar untuk berakhlakul karimah.
Dilihat dari segi sumber dan tata nilai atau muatan
filosofis yang mendasarinya, pendidikan Islam secara khusus memiliki perangkat
sistem pendidikan yang di dalamnya tergambar visi, misi, tujuan dan
orientasinya. Sistem pendidikan Islam yang berasaskan agama berakar pada
doktrin ajaran Islam yang bersumberkan Al-Qur’an dan hadits Nabi SAW. Sistem
pendidikan Islam bersifat integral, utuh, dan meliputi keseluruhan dimensi
kebutuhan manusia sebagai subyek pendidikan. Hal ini berarti bahwa sistem
pendidikan Islam bersifat menyeluruh dan komprehensif, dalam arti bahwa
nilai-nilai dasar ajaran Islam terpadukan dan terintegrasikan ke dalam ruang
dan aktifitas pendidikan pada semua pola, level, dan tingkatan.
Sifat integralistik dan totalitas sistem pendidikan Islam
meliputi hal-hal sebagai berikut :
a. Sistem pendidikan
Islam tidak memisahkan nilai-nilai moral dan Ketuhanan dari nilai-nilai hidup
keduniawian.
b.
Totalitas bangunan sistem pendidikan Islam menyatupadukan dan menyelaraskan
antara kepentingan dunia dan akhirat.
c.
Sistem pendidikan Islam
menyeimbangkan antara pendidikan akal (intelektual) dan pendidikan
moral-spiritual.
d.
Keseluruhan visi, orientasi dan misi sistem pendidikan Islam bertujuan untuk
menyeimbangkan antara prinsip kepentingan individu dan prinsip kepentingan
masyarakat agar pola-pola hubungan dan tatanan sosial Islami dalam kehidupan
masyarakat dapat terbina dan terjaga dengan baik.
e.
Sistem pendidikan Islam bertujuan untuk memperkuat dasar-dasar komitmen ajaran
hubungan manusia dengan Allah (hablum minallah) dan hubungan sosial
antara manusia dengan sesamanya (hablum minannas) dalam keseimbangan
atas dasar paradigma idealitas Ilahiyah dan realitas insaniyah.
Pada tataran praktis, pendidikan
Islam sebagai sebuah sistem sebagaimana sistem pendidikan pada umumnya,
meliputi komponen-komponen yang berkaitan satu sama lain dalam pelaksanaan
proses pembelajaran. Komponen-komponen tersebut antara lain isi, metode, media,
tujuan, dan evaluasi. Selain itu, komponen utama dalam proses pembelajaran,
yaitu: pendidik, peserta didik, dan kurikulum.
2.
Orientasi
Orientasi
adalah suatu penetapan atau perasan tentang posisi seseorang dalam kaitannya
dengan lingkungan atau dengan orang tertentu atau sesuatu yang khusus atau
lapangan pengetahuan.
Ada
pun orientasi pendidikan islam itu sendiri bahwa islam lebih mementingkan hidup
masa depan yang bernilai duniawi-ukhrawi. Sebagaimana dalam firman Allah SWT
berikut ini:
Artinya:
hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap
diri manusia memperhatikan hal-hal yang diperbuatnya untuk hari esok akhirat)
bertakwalah kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan (Q.S. Al-Hasyr: 18).
Ayat
di atas memberikan indikasi kepada kita bahwa pendidikan islam itu adalah
adanya keseimbangan antara ilmu dunia dan akhirat. Sehingga ketika seseorang
melakukan perbuatan yang dilarang maka ia mempertimbangkannya kembali. Sebab
jika melakukan perbuatan itu, berarti ia telah merusak kehidupan masa depannya.
Ada
tiga sumber pokok orientasi pendidikan islam, antara lain:
a.
Orientasi pengembangan kepada Allah Yanga Maha Mengetahui, yang menjadi
sumbernya segala sumber ilmu pengetahuan.
b.
Orientasi pengembangan ke arah kehidupan sosial manusia, di mana hubungan antar
manusia semakin kompleks dan luas ruang lingkupnya akibat pengaruh kemajuan
ilmu dan teknologi modern yang maju pesat.
c.
Orientasi pengembangan ke arah alam sekitar yang diciptakan Allh untuk
kepentingan hidup umat manusia, mengandung macam kekayaan alam yang harus
digali, dikelola dan dimanfaatkan oleh manusia bagi kesejahteraan hidupnya di
dunia untuk mencapai kebahagiaan hidup di akhirat.
Secara
singkat Metodelogi pendidikan agama adalah segala usaha yang sistematis dan
pragmatis untuk mencapai tujuan pendidikan agama, dengan melalui berbagai
aktifitas, baik di dalam maupun di luar kelas dalam lingkungan sekolah.
Metode
Mengajar itu adalah suatu teknik bahan penyampaian bahan pelajaran kepada
murid. Ia dimaksudkan agar murid dapat menangkap menangkap pelajaran dengan
mudah, efektif dan dapat dicerna dengan baik. Atau dengan kata lain metode
pngajaran adalah penyusunan pengajaran yang sesuai dengan daya serap murid.
Gambaran
Al-Qur’an Tentang Metodologi Pengajaran Agama Islam
Marilah
kita lihat beberapa ayat al-qur’an yang dapat dijadikan petunjuk dalam
membicarakan metode mengajar ini ;
“Semua
makna al-Qur’an itu ditanamkan kedalam hati nabi Muhammad saw, dan dengan
ucapan nabi muhammad-lah al-Qur’an itu dilafalkan.Apabila makna al-Qur’am itu
dibacakan (oleh nabi Muhammmad) maka ikutilah bacaan itu (diujukan kepada
sahabat nabi yang hadir sewaktu wahyu turun kepada nabi).
Ayat
al-Qur’an ini memberikan gambaran kepada kita tentang metode mengajar dalam
suatu proses belajar. Semua bahan pelajaran yang hendak diajarkan
haruslah dikuasai oleh guru sebaik-baiknya. Metode resitas atau metode
pengulangan dapat digunakan.
Ayat
Al-qur’an lain menggambarkan.
”Hai
Muhammmad ! Bacalah ! dengan menyebut nama Allah Yang menciptakan alam semesta.
Ialah yang menciptakan manusia dari segumpal darah, Bacalah muhammad, bahwa
tuhanmu itu amat mulia, yang mengajar dengan perantara kalam. (Q.S. Al-Alaq).
Secara
Lahiriyah ayat tersebut memberi suatau petunjuk tentang metode mengajar, bahwa
pelajaran yang utama adalah membaca. Di dalam membaca terkandung makna hendak
memberikan pengetahuan. Pengetahuan yang mula-mula diketahui oleh manusia ialah
nama. Nama adalah simbol pengetahuan permulaan dan dari nama orang dapat
membuat pengertian atau konsep ilmu pengetahuan.
Faktor
Penyebab banyaknya metode pengajaran
Apabila
dijabarkan secara terperinci, faktor-faktor penyebab bermacam-macamnya metode
mengajar antara lain :
- 1. Tujuan yang berbeda dari masing-masing mata pelajaran yang berbeda sesuai dengan jenis, sifat, maupun isi mata pelajaran masing-masing.
- 2. Perbedaan latar belakang individuil anak, baik latar belakang kehidupan, tingkat usianya maupun tingkat kemampuan berfikirnya.
- 3. Perbedaan situasi dan kondisi dimana pendidikan berlangsung; dengan pengertian bahwa disamping perbedaan jenis lembaga pendidikan (sekolah) masing-masing, juga letak geografis dan perbedaan sosial dan kultural ikut menentukan metode yang digunakan oleh guru.
- 4. Perbedaan pribadi dan kemampuan dari pada pendidik masing-masing.
- 5. Karena adanya fasilitas / Sarana yang berbeda baik dari segi kualitas maupun dalam segi kuantitas.[5]
Beberapa
Metode pendidikan agama
Pada
prinsipnya, metode pengajaran agama sama dengan metode pengajaran ilmu umum,
disamping diakui adanya beberapa ciri khusus tersendiri. Menurut Dr. Winarto
Surachmad Dalam Bukunya “Interaksi Mengajar Dan belajar” Mengemukakan Metode
mengajar didalam kelas, yaitu :
- Metode Ceramah
- Metode Tanya Jawab
- Metode Diskusi
- Metode Pemberian tugas belajar / resitasi
- Metode Demonstrasi dan Eksperimen
- Metode Bekerja kelompok
- Metode Sosiodrama dan bermain perminan
- Metode Karya wisata
- Metode Drill (Latihan Siap)
10.
Metode Sistem regu (Team Teaching)
DAFTAR
PUSTAKA
Dra.H.Zuhairini,
Dkk; Metodik Khusus Pendidikan Agama. Usaha Nasional, Surabaya. 1981.
Dr.Zakiaah
Daradjat, Dkk;Metodologi Pengajaran Agama Islam.Bumi Aksara, Jakarta.
2001.
No comments:
Post a Comment