DUALISME
ORIENTASI PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA :
TRADISIONAL DAN MODERN
Mata Kuliah : Rekontruksi Pendidikan
Islam
Dosen Pengampu : Mahsun Mahfudz, S.Ag., M.Ag.
MSI UII
M A K A L A H
Disusun oleh :
1.
Ahmad Kasban
Syarqowi, Lc NIM : 10913197
2.
Umar Fadlullah
Khasanudin, Lc NIM : 10913222
PROGRAM PASCA SARJANA ( S-2 )
MAGISTER STUDI ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
Jl. Demangan Baru No. 24, Telp. 0274-523637 Yogyakarta
55281
Email : msi@uii.ac.id
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah swt. Yang memadukan hati kita dalam
kecintaan kepada- Nya, mempertemukan kita dalam ketaatan kepada-Nya, menyatukan
kita dalam menjalankan perintah di jalan-Nya, dan menghimpun kita untuk bersama
membela agama-Nya. Semoga kita menjadi bagian dari kelompok yang menjadi
harapan umat ini.
Shalawat dan salam semoga tercurah kepada junjungan kita, Nabi
Muhammad saw.yang memberikan teladan
kepada kita cara membangkitkan umat yang telah mati, mempersatukan bangsa yang
bercerai berai, membimbing umat yang kebingungan di tengah sahara kehidupan,
membangunkan generasi yang tertidur lelap, dan menuntun kemanusiaan yang merana
menuju kejayaan, kemuliaan dan kebahagiaan.Semoga kita termasuk golongan yang
berjuang untuk kejayaan umat.
Alhamdulillah
dengan ijin dan karunia-Nya kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul : “
Dualisme Orientasi Pendidikan Islamdi Indonesia : Tradisional dan Modern”.
Makalah ini merupakan tugas mata kuliah Rekontruksi Pendidikan Islam.
Terimakasih kami ucapkan kepada Bapak Mahsun Mahfudz, S.Ag., M.Ag.
selaku Dosen pengampu mata kuliah Rekontruksi
Pendidikan Islam Program Pasca Sarjana ( S2 ) Magister Studi Islam Universitas
Islam Indonesia yang telah mengantarkan kami untuk menikmati kajian keilmuan yang lebih luas dan
integral.
Makalah ini masih sangat sederhana dan banyak kekurangan serta
kesalahan. Karena itu kami mohon masukan dari pembaca demi perbaikan
selanjutnya. Besar harapan kami
makalah ini bisa bermanfaat untuk
mewujudkan keberhasilan pendidikan secara umum, untuk menyongsong kejayaan dan
kemuliaan umat.
Penyusun.
Dualisme Orientasi Pendidikan Islam di
Indonesia
Tradisional dan Modern
A. MUKADIMAH
Konsep Islam dalam pendidikan : Melihat pandangan Islam yang meletakkan
ilmu dan ahlinya dalam kedudukan yang tinggi dan mulia, maka salah satu
aplikasinya adalah mendirikan lembaga pendidikan yang mampu mencetak ulama yang
memiliki kualitas iman dan ilmu yang memenuhi tuntutan zaman, diantara lembaga
pendidikan tersebut adalah pesantren yang sudah berabad-abad teruji sistemnya
dan dapat melahirkan banyak tokoh pembangkit umat. Dan berdakwah melalui
pesantren ini sangat efektif dalam mencetak keunggulan Sumber Daya Manusia (
SDM.).
Sejarah masuk islam ke Indonesia : Telah kita ketahui bersama bahwa tradisi
pesantren adalah warisan dakwah Wali Songo ( Wali Sembilan ) yang tetap eksis
yang masih membutuhkan penyesuaian sesuai dengan zamannya. Rentetan periodik
dakwah ini tidak perlu kita berpaling dari hasil karya ulama tradisional tetapi
yang perlu kita lakukan adalah melanjutkan estafet dakwah dengan menambah
kualitas pesantren itu sendiri. Karena yang jelas mereka sudah melakukan banyak
ijtihad untuk menjalankan proses dakwah yang merupakan tuntutan agama yang
harus dijalankan oleh masing-masing individu kaum muslimin. Metode mereka dalam
berdakwah banyak mengambil dari budaya kaum hindu yang merupakan kepercayaan
nenek moyang kita zaman dahulu. Maka tidak heran kalau melihat budaya India
yang ada kemiripan dalam penyampaian serta ilmu pengetahuan karena pembawa
dakwah ini berasal dari Gujarat. Dan pesantren merupakan benteng Islam
Indonesia bahkan benteng bangsa Indonesia sendiri..
Perjalanan pesantren dari awal hingga sekarang : Dengan banyaknya
perkembangan pola pesantren yang ada sekarang menunjukkan adanya dinamika
metode yang baik, oleh karenanya kita patut mensyukuri proses ini yang kita
warisi dari para ulama tradisional dan mereka sudah memetik hasil jerih payah
mereka yaitu berupa ijtihad mencari format yang tanggap, cepat dan dan tepat ,
oleh sebabnya Allah SWT memberikan anugrah dua kali lipat pahala jika mereka
benar dan satu pahala jika mereka salah.
Sejarah
perkembangan pemikiran yang merupakan cikal bakal munculnya peradaban mengalami
pasang surut mengikuti dinamika perkembangan sejarah umat Islam. Pendidikan
yang diartikan sebagai suatu yang mampu merubah kondisi yang lebih baik
mengalami perkembangan dan perubahan baik dari segi tujuan, metode, system
serta alat untuk mengukur keberhasilan dari proses pendidikan tersebut. Untuk
mengetahui perkembangan pendidikan haruslah diruntut menurut “historis”
pemikiran yang dikembangkan oleh para pemikir, penggagas, penggerak dan pelaku
pendidikan dari masa ke masa. Karena keterbatasan penulis mengenai hal ini,
terutama mengenai literature maka pembahasan dalam makalah ini lebih menekankan
pada perbandingan sisi-sisi pemikiran pendidikan Islam tradisional dan Modern.
Pendidikan
dalam Islam merupakan sebuah rangkaian proses pemberdayaan manusia menuju
kedewasaan, baik secara akal, mental maupun moral, untuk menjalankan fungsi
kemanusiaan yang diemban sebagai seorang hamba di hadapan Khaliq-nya dan juga
sebagai Khalifatu fil ardh (pemelihara) pada alam semesta ini. Dengan demikian,
fungsi utama pendidikan adalah mempersiapkan generasi penerus (peserta didik)
dengan kemampuan dan keahliannya (skill) yang diperlukan agar memiliki
kemampuan dan kesiapan untuk terjun ke tengah lingkungan masyarakat.
Dalam lintasan sejarah peradaban Islam, peran pendidikan ini benar-benar bisa diaktualisasikan dan diaplikasikan tepatnya pada zaman kejayaan Islam, yang mana itu semua adalah sebuah proses dari sekian lama kaum muslimin berkecimpung dalam naungan ilmu-ilmu ke-Islaman yang bersumber dari Quran dan Sunnah. Hal ini dapat kita saksikan, di mana pendidikan benar-benar mampu membentuk peradaban sehingga peradaban Islam menjadi peradaban terdepan sekaligus peradaban yang mewarnai sepanjang jazirah Arab, Afrika, Asia Barat hingga Eropa timur. Untuk itu, adanya sebuah paradigma pendidikan yang memberdayakan peserta didik merupakan sebuah keniscayaan. Kemajuan peradaban dan kebudayaan Islam pada masa ke-emasan sepanjang abad pertengahan, di mana kebudayaan dan peradaban Islam berhasil memberikan Iluminatif (pencerahan) jazirah Arab, Afrika, Asia Barat dan Eropa Timur, hal ini merupakan bukti sejarah yang tidak terbantahkan bahwa peradaban Islam tidak dapat lepas dari peran serta adanya sistem pendidikan yang berbasis Kurikulum Samawi.
Saat ini dirasakan ada keprihatinan yang sangat mendalam tentang dikotomi ilmu agama dengan ilmu umum. Kita mengenal dan meyakini adanya sistem pendidikan agama dalam hal ini pendidikan Islam dan sistem pendidikan umum. Kedua sistem tersebut lebih dikenal dengan pendidikan tradisional untuk yang pertama dan pendidikan modern untuk yang kedua.
Seiring dengan itu berbagai istilah yang kurang sedap pun hadir ke permukaan, misalnya, adanya fakultas agama dan fakultas umum, sekolah agama dan sekolah umum. Bahkan dikotomi itu menghasilkan kesan bahwa pendidikan agama berjalan tanpa dukungan IPTEK, dan sebaliknya pendidikan umum hadir tanpa sentuhan agama.
Dalam lintasan sejarah peradaban Islam, peran pendidikan ini benar-benar bisa diaktualisasikan dan diaplikasikan tepatnya pada zaman kejayaan Islam, yang mana itu semua adalah sebuah proses dari sekian lama kaum muslimin berkecimpung dalam naungan ilmu-ilmu ke-Islaman yang bersumber dari Quran dan Sunnah. Hal ini dapat kita saksikan, di mana pendidikan benar-benar mampu membentuk peradaban sehingga peradaban Islam menjadi peradaban terdepan sekaligus peradaban yang mewarnai sepanjang jazirah Arab, Afrika, Asia Barat hingga Eropa timur. Untuk itu, adanya sebuah paradigma pendidikan yang memberdayakan peserta didik merupakan sebuah keniscayaan. Kemajuan peradaban dan kebudayaan Islam pada masa ke-emasan sepanjang abad pertengahan, di mana kebudayaan dan peradaban Islam berhasil memberikan Iluminatif (pencerahan) jazirah Arab, Afrika, Asia Barat dan Eropa Timur, hal ini merupakan bukti sejarah yang tidak terbantahkan bahwa peradaban Islam tidak dapat lepas dari peran serta adanya sistem pendidikan yang berbasis Kurikulum Samawi.
Saat ini dirasakan ada keprihatinan yang sangat mendalam tentang dikotomi ilmu agama dengan ilmu umum. Kita mengenal dan meyakini adanya sistem pendidikan agama dalam hal ini pendidikan Islam dan sistem pendidikan umum. Kedua sistem tersebut lebih dikenal dengan pendidikan tradisional untuk yang pertama dan pendidikan modern untuk yang kedua.
Seiring dengan itu berbagai istilah yang kurang sedap pun hadir ke permukaan, misalnya, adanya fakultas agama dan fakultas umum, sekolah agama dan sekolah umum. Bahkan dikotomi itu menghasilkan kesan bahwa pendidikan agama berjalan tanpa dukungan IPTEK, dan sebaliknya pendidikan umum hadir tanpa sentuhan agama.
Usaha untuk mencari paradigma baru pendidikan
Islam tidak akan pernah berhenti sesuai dengan zaman yang terus berubah dan
berkembang. Meskipun demikian tidak berarti bahwa pemikiran untuk mencari
paradigma baru pendidikan itu bersifat reaktif dan defensive, yaitu menjawab
dan membela kebenaran setelah adanya tantangan. Upaya mencari paradigma baru,
selain harus mampu membuat konsep yang mengandung nilai-nilai dasar dan
strategis yang a-produktif dan antisipatif, mendahului perkembangan masalah
yang akan hadir di masa mendatang, juga harus mampu mempertahankan nilai-nilai
dasar yang benar-benar diyakini untuk terus dipelihara dan dikembangkan.
Makalah ini berjudul Rekonstruksi Pendidikan Islam di Indonesia “Paradigma baru
dan Rekonstruksi Pendidikan Islam di Era Modern”.
B. MODEL PEMIKIRAN DALAM PENDIDIKAN
Untuk
mengklasifikasikan pemikiran tradisional dengan yang tidak cukup sulit, sebab
dalam pendidikan ada istilah “reconstruktion end canges”, Artinya yang tradisi
akan selalu diakses sebagai tipe awal, kemudian dtambahi dengan
modifikasi-modifikasi baru. Sehingga dalam dunia pesantren ada istilah ”
menjaga/mempertahankan tradisi lama yang baik dan mengambil yang baru, yang
lebih baik”: المحافطة علىالقديم الصالح والاخذ بالجديد
الاصلح Ideologi pendidikan dalam tinjauan
Giroux dan Aronowitz ( Oky Syaeful R. Harahap, 2007 ) menyebutkan ada tiga
aliran besar, pertama aliran konservatif, kedua aliran liberal dan ketiga
aliran kritis. Aliran konservatif berpendapat bahwa pendidikan tidak ada
hubungannya dengan tatanan dan perubahan social. Pendidikan adalah an sih
pendidikan.
Adapun
fenomena kebodohon, kemiskinan, tertindas adalah kesalahan mereka sendiri.
Aliran liberal (kebebasan individu, pengembangan kemampuan, perlindungan hak)
hampir sama dengan aliran konservatif dalam tinjauan social politik bahwa
masalah kemasyarakatan dengan masalah sekolah dua hal yang berbeda. Berbeda
dengan dua aliran sebelumnya aliran kritis memandang bahwa tujuan pendidikan
tidak bisa tidak adalah transformasi social. Saat ini dunia pendidikan
terkontaminasi oleh idiologi dominan negara, dunia pendidikan dianggap
melanggengkan diskriminatif dan berpihak pada status quo. Ada juga yang
berpendapat bahwa gerak laju pemikiran Islam ditandai dengan istilah aliran
tradisional, fundamentalis, modern dan neomodern. Perkembangan neomodernis yang
diusung oleh Fazlur Rohman lebih menekankan kepada semangat ijtihad yang terus
menerus dalam konteks berusaha menemukan pesan-pesan AL-Qur’an. Ciri-ciri
neo-modernism Rahman sebagai pencetus awal dari aliran ini adalah :
1).
Penafisiran Al-Quran secara sistematik dan komfrehensif,
2).
Penggunaan metode hermeneutika yang digunakan untuk memahmi teks-teks kuno
seperti kitab suci, sejarah, hukum, falsafah,
3).
Pembedaan secara jelas antara Islam Normatif dan Islam Historis,
4).
Penggabungan paradigma tradisionalis dan modernisme (Taufiq Adnan Kamal : 1990,
112).
Sedangkan
kaum tradisionalis lebih memfokuskan diri dalam pengembangan keilmuan Islam
dengan memakai metode “kesejarahan masa lalu” yang bertumpu pada semangat
penyebaran Islam.
C. Pendidikan
Islam tradisional dan modern
Tidak ada dikotomi antara ilmu agama dan umum : dikotomi ini adalah salah
satu teori konspirasi barat dalam menjalankan misi penghancuran umat Islam.
Jika kita melihat konteks keindonesiaan maka yang terlihat pelaku peran ini
adalah Portugal dan Belanda, tetapi disayangkan kita lambat menyadarinya untuk
menghadang mereka, tetapi Islam tidak mengenal kata menyerah di hadapan musuh
maka yang harus kita lakukan adalah menjalankan roda ulama tradisional dalam
mendakwahkan agama ini secara koperhensif yaitu yang kita sebut Islam dinun
syamil, kamil dan mutakamil yang mencakup semua lini
kehidupan.
Keunggulan pesantren tradisional adalah penguasaan terhadap kitab-kitab
turast islami yang merupakan hasil ijtihad ulama tradisional terdahulu,
kitab-kitab ini berupa matan-matan yang ringkas yang menyimpan rahasia bahwa
khazanah ilmu keislaman akan tetap terjaga oleh para ulama islam menghafal
matan-matan tersebut, hal terbukti saat perpustakaan Islam terbesar di Bagdad
di bakar ilmu khazanah Islam tetap eksis.
Keunggulannya juga bahwa pesantren tradisional adalah lembaga pendidikan
tradisional yang biayanya terjangkau oleh semua kalangan terutama kalangan
ekonomi menengah ke bawah, sehingga banyak mengasih peluang pada mereka sebagai
pencari ilmu agama. Keunggulan pesantren modern adalah aspek manajemen
pengelolaan pesantren, mulai dari pendidikan, keuangan dan pengembangan
bangunan.
Kelemahan dalam bidang pemikiran : memang yang paling ideal dalam membentuk
insan muslim yang sempurna adalah adanya keseimbangan antara pengembangan aqliyah,
ruhiyah dan jasadiyah. Yang paling menonjol dalam budaya
pesantren adalah aspek menyampaian dogma agama tanpa melalui banyak proses
pemikiran yang obyektif, sehingga seakan-akan pintu ijtihad sudah tertutup,
maka tidaklah heran kalau barat akhir-akhir ini berkoar-koar bahwa termasuk
sumber teroris adalah pesantren-pesantren yang ada di Indonesia. Dan
nilai-nilai ruhiyah sangat ditekankan tanpa penyeimbangan aspek aqliyah,
jasadiyah yang menyebabkan generasi-generasi sufi baru, yang menjadi harapan
penulis adalah ruhban al-lail dan fursan al-nahar.
Yang juga menjadi kelemahan pesantren modern adalah kurang tabahhur dalam
dalam ilmu-ilmu dasar yang berupa mutun yang biasa dihafal santri tradisional,
sehingga dari sisi mental, organisasi unggul; tetapi ketika mengadapi referensi
klasik yang lumayan susah bahasanya mereka merasa berat dan inginya
bahasa-bahasa kontemporer yang mudah dipahami, padahal di kitab klasik kita
dapat memahami begitu tinggi nilai satra ulama kita dengan bahasa yang ringkas
mempunyai arti yang begitu luas.
D. PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM TRADISIONAL
1. Ciri
Pendidikan Tradisional.
Pada
awalnya pendidikan Islam tampak sangat tradisional yang berbentuk
halaqoh-halaqoh. Apalagi bila meruntut ke belakang mulai dari zaman Nabi
diawali dengan pelaksanaan pendidikan di rumah (informal), kuttab ( lembaga
pendidikan yang didirikan dekat masjid, tempat untuk belajar membaca dan
menulis Al-Quran ), kemudian pendidikan di masjid dengan membentuk
halaqoh-halaqoh ( lingkaran kecil, saling berkumpul dan transfer ilmu ), sallon
( sanggar-sanggar seni ; kemudian berkembang menjadi tepat tukar menukar
keilmuan, transfer pengetahuan), dari masjid berubah menjadi madrasah ( Syamsul
Nizar : 2007, 109-124 ).
Ciri
pendidikan tradisional yang sangat menonjol adalah lebih betumpu perhatiannya
terhadap ilmu-ilmu keagamaan semata dengan mengabaikan ilmu-ilmu modern
sedangkan sistem pendidikan modern hanya menitik beratkan ilmu-ilmu modern
dengan mengabaikan Ilmu-ilmu keagamaan. Proses ini mulai dilakukan di
rumah-rumah, kuttab, sallon, masjid dan madrasah ilmu yang diajarkan seputar
pengajaran ilmu keagamaan. Dalam konteks Islam “keindonesiaan” mengenal istilah
pesantren. Tempat para santri menimba ilmu agama. Perkembangan lembaga-lembaga
pendidikan pada masa awal ini tidaklah mengherankan karena para pendahulu (
penyebar agama Islam) ingin berusaha memadukan konteks “keindonesiaan dengan
keislman”. Kemudian berkembang menjadi pesantren-pesantren yang ada di
Indonesia. Namun seiring kemajuan zaman, modernisasi pendidikan Islam mulai
tampak dengan munculnya bentuk-bentuk madrasah, sebagai pengembangan dari
system pesantren.
2.
Metodologi Pemikiran Pendidikan Islam Tradisional.
Tradisional
dipahami dengan sifat konservatif atau mempertahankan yang lama. Ia hanya
melihat sejarah masa lalu sebagai inspirasi atau sesuatu yang harus
dipertahankan. Akar teologis pemikiran tradisonalis adalah manusia itu harus
menerima segala ketentuan dan rencana Tuhan yang telah dibentuk sebelumnya
(Qodlo dan Taqdir). Meskipun manusia didorong untuk berusaha namun akhirnya
Tuhan jualah yang menentukan hasilnya ( Atang Abd. Hakim & Jaih Mubarok :
2000, 195 ).
Ilmu
pengetahuan dalam presfektif Islam berasal dari Tuhan. Jika terdapat perbedaan
antara penginderaan (empiris-realis) dengan wahyu, maka pemikir Islam akan
lebih mempercayai dan mandahulukan otoritas kebenaran wahyu daripada hasil
penginderaan, karena kebenaran wahyu dianggap sebagai kebenaran sejati dan
mutlak. Di samping itu, Islam klasik memandang pengetahuan sebagai sesuatu yang
utuh (Whole),terpadu (integrated), dan tersintesiskan (synsthesized) sehingga
membentuk suatu harmoni. ( Hanun Asrohah : 2007). Pada masa Islam Klasik
pendidikan dikelompokkan dalam dua kategori yaitu lembaga formal yang bercirikan
eksklusif (sekolah dan universitas) dan lembaga sampingan (informal) (kuttab,
masjid rumah ulama dan lain-lain) dengan cirinya bebas (Zuhairini, 1997).
Kedua
lembaga ini bersifat Teacher oriented yang memberikan peran yang sangat besar
pada guru, termasuk dalam penentuan materi dan pemberian Ijazah. Wajar bila ada
siswa memiliki ijazah lebih dari satu baik dalam satu bidang studi maupun
berbagai bidang studi. Dengan ijazah ini mereka memiliki hak mengajar orang
lain. Dari ijazah yang diperolehnya dapat dijadikan indikasi seberapa kualitas
mutu ilmu seorang guru dan dengan siapa ia berguru apakah ia ulama terkenal
atau tidak. Kurikulum di lembaga pendidikan Islam masa itu tidak menawarkan
berbagai macam bidang studi atau mata pelajaran. Dalam suatu jangka waktu,
pengajaran hanya mengajarkan satu mata pelajaran yang harus diselesaikan oleh
siswa. Sesudah materi itu selesai, siswa dapat mempelajari materi lain atau
materi yang lebih tinggi tingkatannya. Pelaksanaan proses belajar mengajar
sepenuhnya tergantung pada guru yang memberikan materi pelajaran (Hanun
Asrohah, 1999).
Ada
beberapa karekteristik pemikiran pendidikan Islam tradisional yang bisa
diungkap dalam konteks sejarah yaitu :
a.
Orientasi Pendidikan Adalah Mengemban Misi Suci.
Orientasi
pendidikan adalah mengemban tugas suci, menyebarkan agama. Titik tolak ini
berkembang dari para sahabat sampai pada penyebar agama Islam awal termasuk di
Indonesia. Para Wali (wali sanga) menyebarkan Islam di Indonesia berawal dari
panggilan suci, menyampaikan amanat sehingga tujuan akhir yang ingin dicapai
adalah mardlotillah, ridlo Allah SWT. Manusia pada satu sisi sebagai hamba
Tuhan yang berbanding sejajar dengan makhluk lain – dengan segala bentuk
ritualnya masing-masing -, pada sisi lain sebagai puncak ciptaan Tuhan manusia
mengusung misi suci berdasarkan visi yang telah digariskan Tuhan sebagai
“khalifah” (QS Al-Baqoroh : 30) (Jalaluddin dan Usman Said 1994; 108).
b.
Melestarikan ajaran Islam.
Islam
bisa berkembang dan bertahan karena pemeluknya berupaya untuk melestarikan
ajarannya. Salah satu untuk melanggengkan ajaran Islam adalah dengan proses
pewarisan ajaran, budaya, adat istiadat masyarakat beragama. Proses ini bisa
dijalani melalui pendidikan karena pendidikan itu sendiri merupakan sarana atau
wadah dalam rangka proses pentransferan nilai-nilai relegius. Melestarikan
ajaran adalah tugas setiap muslim. Tugas yang diemban didasarkan pada panggilan
suci untuk mewariskan nilai-nilai relegius pada generasi selanjutnya. Proses
pelestarian ajaran Islam ini tidak hanya dilihat dari segi keilmuan saja tetapi
juga dari pembentukan etika dan akhlak. Penanaman akhlak adalah suatu hal yang
sangat penting dalam pewarisan dan pelestarian ajaran Islam ini. Tidak heran
para peserta didik masa tradisional ini sangat santun baik kepada orang tua,
lingkungan apalagi kepada para gurunya. Adab, etika sopan santun dijadikan alat
untuk menentukan keberhasilan peserta didik.
c.
Penguatan Doktrin Tauhid
Seting
masyarakat masa itu belum mengenal Islam sehingga penyampaian nilai-nilai agama
sangat sederhana. Sosio-kultur masih diwarnai dengan adat-istiadat setempat
yang masih (di Indonesia) beragama Hindu, Budha, animisme dan diamisme. Tidak
jarang penyebar agama Islam memakai pendekatan “culture approach”. Pendekatan
budaya sebagai konsekwensi dari keadaan kultur masyarakat dimana para penyebar
Islam awal berdakwah merupakan keniscayaan. Hal ini dilakukan karena pada
awal-awal-awal penyebaran agama Islam, masyarakat masih memeluk agama dan
kepercayaan setampat. Penguatan doktrin agama dengan menanamkan aqidah-tauhid
menjadi garapan pertama di awal-awal pendidikan. Doktrin baru dengan
meng”Esakan” Tuhan inilah yang diajarkan Nabi selama belasan tahun di Mekkah.
Demikian pula pola dan metode yang dilakukan di Indonesia. Usaha ini sekaligus
bertujuan untuk memperkokoh dimensi-dimensi keimanan.
d. Terfokus
pada Pendidikan Keilmuan Islam.
Salah
satu metode berfikir masyarakat tradisional Islam pada waktu itu adalah
bagaimana mengajarkan ilmu-ilmu Islam kepada generasinya. Sehingga di
tempat-tempat halaqoh yang diajarkan adalah terfokus pada ilmu-ilmu keislaman.
Pendidikan tradisional belum menambahkan ilmu-ilmu yang berdimensi keduniaan.
Masih seputar Al-Qur’an, Tarikh, Fikih, ibadah dan ilmu Islam lainnya. Usaha
ini dilakukan Karena pada dasarnya umat pada waktu itu hanya ingin mentransfer
melestarikan ajaran Islam yang luhur. Pendidikan akhlak sebagai inti dari semua
materi keilmuan Islam memainkan peranan yang sangat dominant. Sehingga para
peserta didik memiliki ahklak yang bermanfaat terhadap lingkungan baik
keluarga, tempat belajar maupun untuk pribadinya sendiri.
e.
Pendidikan Terpusat pada guru
Dalam
deskriptif aliraan tradisoanl guru menjadi pusat dalam proses belajar mengajar.
Guru sebagai tokoh sentral dalam usaha pentransferan ilmu pengetahuan, sebagai
sumber ilmu pengetahuan, serba tahu sehingga gambaran mengenai guru adalah
sosok manusia ideal yang selalu berwatak dewasa dan semua tingkah lakunya harus
digugu dan ditiru oleh para peserta didiknya. Istilah yang dipakai dalam
pendidikan Islam tradisional ini adalah syeikh, ustadz, kyai.
f.
Sistem Pembelajaran.
Sistem
belajarnya memakai halaqoh, bekumpul, mengelompok setelah itu maju satu
persatu. Sehingga bisa dikatakan bahwa sistem yang dijalankan dengan memakai
dua pendekatan, kelompok dan individual. Dalam istilah pesantren ada sorogan
dan bandongan. Sistem sorogan lebih berorientasi pada pendekatan individual,
bimbingan pribadi sedangkan system bandongan adalah bimbingan kelompok.
g.
Metode Mengajar
Metode
yang sering digunakan dalam proses belajar mengajar adalah metode ceramah.
Metode ini paling dominan digunakan dengan diselingi dengan metode imla’,
mencatat. Dominannya metode ini disebabkan oleh beberapa hal, pertama
perkembangan pendidikan belum semodern sekarang, kedua sarana prasarana masih
sangat sederhana, ketiga saat itu metode ini sangat effektif dan efesien,
keempat tidak memerlukan waktu untuk persiapan mengajar tergantung kelihaian
guru.
Metode
ceramah adalah dengan cara penyampaian informasi berupa ilmu pengetahuan
melalui penuturan secara lisan oleh pendidik kepada peserta didik. Banyak
sekali di dalam Al-Qur’an yang mengemukakan hal ini, diantaranya dalam surat
An-Nahl 64 : وَمَا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ
إِلَّا لِتُبَيِّنَ لَهُمُ الَّذِي اخْتَلَفُوا فِيهِ وَهُدًى وَرَحْمَةً لِقَوْمٍ
يُؤْمِنُونَ Artinya : Dan Kami
tidak menurunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur’an) ini, melainkan agar kamu dapat
menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu dan menjadi
petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. ( Moh. Rifa’i, 1991 : 246 )
E. PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM MODERN
Paradigma
baru pendidikan Islam yang dimaksud di sini adalah pemikiran yang terus menerus
harus dikembangkan melalui pendidikan untuk merebut kembali pendidikan IPTEK,
akan tetapi tidak melupakan pendidikan agama, sebagaimana zaman keemasan dulu.
Pencarian paradigma baru dalam pendidikan Islam di mulai dari konsep manusia
menurut Islam, pandangan Islam terhadap IPTEK, dan setelah itu baru dirumuskan
konsep atau sistem pendidikan Islam secara utuh.
Prinsip-prinsip lain dalam paradigma baru pendidikan Islam yang ingin dikembangkan adalah: tidak ada dikotomi antara ilmu dan agama; ilmu tidak bebas nilai tetapi bebas di nilai; mengajarkan agama dengan bahasa ilmu pengetahuan dan tidak hanya mengajarkan sisi tradisional, melainkan sisi rasional.
Masalah pendidikan memang tidak akan pernah selesai dibicarakan oleh siapapun. Hal ini setidak-tidaknya didasarkan pada beberapa alasan: pertama, merupakan fitrah orang bahwa mereka menginginkan pendidikan yang lebih baik, sekalipun mereka kadang-kadang belum tahu sebenarnya mana pendidikan yang lebih baik itu. Karena sudah fitrahnya, sehingga sudah menjadi takdirnya pendidikan itu tidak pernah selesai. Gagasan tentang no limit to study atau life long education merupakan implikasi praktis dari fitrah tersebut. Kedua, teori pendidikan akan selalu ketinggalan zaman, karena ia dibuat berdasarkan kebutuhan masyarakat yang selalu berubah pada setiap tempat dan waktu. Karena adanya perubahan itu maka masyarakat tidak pernah puas dengan teori pendidikan yang ada. Ketiga, perubahan pandangan hidup juga ikut berpengaruh terhadap ketidakpuasan seseorang akan pendidikan.
Pendidikan dalam pengertian yang lebih luas dapat diartikan sebagai suatu proses pembelajaran kepada peserta didik (manusia) dalam upaya mencerdaskan dan mendewasakan peserta didik tersebut. Dalam hubungannya ini dapat dipastikan bahwa pendidikan itu tidak hanya menumbuhkan, melainkan mengembangkan ke arah tujuan akhir. Juga tidak hanya suatu proses yang sedang berlangsung, melainkan suatu proses yang berlangsung ke arah sasarannya. Sedangkan “Pendidikan Islam adalah ilmu pendidikan yang berdasarkan Islam. Islam adalah nama agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. Islam berisi seperangkat ajaran tentang kehidupan manusia, ajaran itu dirumuskan berdasarkan dan bersumber pada al-Qur’an dan hadits.” Ilmu pendidikan Islam dapat diartikan sebagai studi tentang proses kependidikan yang didasarkan pada nilai-nilai filosofis ajaran berdasarkan Al-Qur`an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW. Dengan redaksi yang sangat singkat, ilmu pendidikan Islam adalah ilmu pendidikan yang berdasarkan Islam.
Kata “Islam” yang berada di belakang “pendidikan” selain menjadi sumber motivasi, inspirasi, sublimasi dan integrasi bagi pengembangan bagi ilmu pendidikan, juga sekaligus menjadi karakter dari ilmu pendidikan Islam itu sendiri. Ilmu pendidikan Islam yang berkarakter Islam itu adalah ilmu pendidikan yang sejalan dengan nilai-nilai luhur yang terdapat di dalam Al-Qur`an dan Sunnah.
Pendidikan Islam adalah sebuah sarana atau pun furshoh untuk menyiapkan masyarakat muslim yang benar-benar mengerti tentang Islam. Di sini para pendidik muslim mempunyai satu kewajiban dan tanggung jawab untuk menyampaikan ilmu yang dimilikinya kepada anak didiknya, baik melalui pendidikan formal maupun non formal. Pendidikan Islam berbeda dengan pendidikan yang lain. Pendidikan Islam lebih mengedepankan nilai-nilai keislaman dan tertuju pada terbentuknya manusia yang ber-akhlakul karimah serta taat dan tunduk kepada Allah semata. Sedangkan pendidikan selain Islam, tidak terlalu memprioritaskan pada unsur-unsur dan nilai-nilai keislaman, yang menjadi prioritas hanyalah pemenuhan kebutuhan inderawi semata.
Prinsip-prinsip lain dalam paradigma baru pendidikan Islam yang ingin dikembangkan adalah: tidak ada dikotomi antara ilmu dan agama; ilmu tidak bebas nilai tetapi bebas di nilai; mengajarkan agama dengan bahasa ilmu pengetahuan dan tidak hanya mengajarkan sisi tradisional, melainkan sisi rasional.
Masalah pendidikan memang tidak akan pernah selesai dibicarakan oleh siapapun. Hal ini setidak-tidaknya didasarkan pada beberapa alasan: pertama, merupakan fitrah orang bahwa mereka menginginkan pendidikan yang lebih baik, sekalipun mereka kadang-kadang belum tahu sebenarnya mana pendidikan yang lebih baik itu. Karena sudah fitrahnya, sehingga sudah menjadi takdirnya pendidikan itu tidak pernah selesai. Gagasan tentang no limit to study atau life long education merupakan implikasi praktis dari fitrah tersebut. Kedua, teori pendidikan akan selalu ketinggalan zaman, karena ia dibuat berdasarkan kebutuhan masyarakat yang selalu berubah pada setiap tempat dan waktu. Karena adanya perubahan itu maka masyarakat tidak pernah puas dengan teori pendidikan yang ada. Ketiga, perubahan pandangan hidup juga ikut berpengaruh terhadap ketidakpuasan seseorang akan pendidikan.
Pendidikan dalam pengertian yang lebih luas dapat diartikan sebagai suatu proses pembelajaran kepada peserta didik (manusia) dalam upaya mencerdaskan dan mendewasakan peserta didik tersebut. Dalam hubungannya ini dapat dipastikan bahwa pendidikan itu tidak hanya menumbuhkan, melainkan mengembangkan ke arah tujuan akhir. Juga tidak hanya suatu proses yang sedang berlangsung, melainkan suatu proses yang berlangsung ke arah sasarannya. Sedangkan “Pendidikan Islam adalah ilmu pendidikan yang berdasarkan Islam. Islam adalah nama agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. Islam berisi seperangkat ajaran tentang kehidupan manusia, ajaran itu dirumuskan berdasarkan dan bersumber pada al-Qur’an dan hadits.” Ilmu pendidikan Islam dapat diartikan sebagai studi tentang proses kependidikan yang didasarkan pada nilai-nilai filosofis ajaran berdasarkan Al-Qur`an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW. Dengan redaksi yang sangat singkat, ilmu pendidikan Islam adalah ilmu pendidikan yang berdasarkan Islam.
Kata “Islam” yang berada di belakang “pendidikan” selain menjadi sumber motivasi, inspirasi, sublimasi dan integrasi bagi pengembangan bagi ilmu pendidikan, juga sekaligus menjadi karakter dari ilmu pendidikan Islam itu sendiri. Ilmu pendidikan Islam yang berkarakter Islam itu adalah ilmu pendidikan yang sejalan dengan nilai-nilai luhur yang terdapat di dalam Al-Qur`an dan Sunnah.
Pendidikan Islam adalah sebuah sarana atau pun furshoh untuk menyiapkan masyarakat muslim yang benar-benar mengerti tentang Islam. Di sini para pendidik muslim mempunyai satu kewajiban dan tanggung jawab untuk menyampaikan ilmu yang dimilikinya kepada anak didiknya, baik melalui pendidikan formal maupun non formal. Pendidikan Islam berbeda dengan pendidikan yang lain. Pendidikan Islam lebih mengedepankan nilai-nilai keislaman dan tertuju pada terbentuknya manusia yang ber-akhlakul karimah serta taat dan tunduk kepada Allah semata. Sedangkan pendidikan selain Islam, tidak terlalu memprioritaskan pada unsur-unsur dan nilai-nilai keislaman, yang menjadi prioritas hanyalah pemenuhan kebutuhan inderawi semata.
Pendidikan
Islam ke depan harus lebih memprioritaskan kepada ilmu terapan yang sifatnya
aplikatif, bukan saja dalam ilmu-ilmu agama akan tetapi juga dalam bidang
teknologi. Bila dianalisis lebih jeli selama ini, khususnya sistem pendidikan
Islam seakan-akan terkotak-kotak antara urusan duniawi dengan urusan ukhrowi,
ada pemisahan antara keduanya. Sehingga dari paradigma yang salah itu,
menyebabkan umat Islam belum mau ikut andil atau berpartisipasi banyak dalam
agenda-agenda yang tidak ada hubungannya dengan agama, begitu juga sebaliknya.
Agama mengasumsikan atau melihat suatu persoalan dari segi normatif (bagaimana
seharusnya), sedangkan sains meneropongnya dari segi objektifnya (bagaimana
adanya). Sebagai permisalan tentang sains, sering kali umat Islam Phobia dan
merasa sains bukan urusan agama begitu juga sebaliknya. Dalam hal ini ada
pemisahan antara urusan agama yang berorientasi akhirat dengan sains yang
dianggap hanya berorientasi dunia saja. Di sini sangat jelas pemisahan dikotomi
ilmu tersebut.
Islam bukanlah agama sekuler yang memisahkan urusan agama dan dunia. Dalam Islam, agama mendasari aktivitas dunia, dan aktivitas dunia dapat menopang pelaksanaan ajaran agama. Islam bukan hanya sekedar mengatur hubungan manusia dengan Tuhan sebagaimana yang terdapat pada agama lain, melainkan juga mengatur hubungan manusia dengan manusia dan manusia dengan dunia. Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Allah kepada manusia melalui Nabi Muhammad SAW sebagai rasul. Islam pada hakikatnya, membawa ajaran-ajaran yang bukan hanya mengatur satu segi, tetapi mengenai berbagai segi kehidupan manusia. Sumber dari ajaran-ajaran yang mengambil berbagai aspek itu ialah Al-Qur`an dan al-Sunnah.
Apabila ingin merekonstruksi pendidikan Islam di era modern ini, persoalan pertama yang harus di tuntaskan adalah persoalan “dikotomi”. Artinya harus berusaha mengintegrasikan kedua ilmu tersebut baik secara filosofis, kurikulum, metodologi, pengelolaan, bahkan sampai pada departementalnya. Perubahan orientasi pendidikan Islam harus dilakukan yaitu “bukan hanya bagaimana membuat manusia sibuk mengurusi dan memuliakan Tuhan dengan melupakan eksistensinya, tetapi bagaimana memuliakan Tuhan dengan sibuk memuliakan manusia dengan eksistensinya di dunia ini. Artinya, bagaimana pendidikan Islam harus mampu mengembangkan potensi manusia seoptimal mungkin sehingga menghasilkan manusia yang memahami eksistensinya dan dapat mengelola dan memanfaatkan dunia sesuai dengan kemampuannya. Dengan dasar ini, maka materi pendidikan Islam harus di desain untuk dapat mengakomodasi persoalan-persoalan yang menyangkut dengan kebutuhan manusia, yaitu mengembangkan pengetahuan dan keterampilan, teknologi, seni serta budaya, sehingga mampu melahirkan manusia yang berkualitas, handal dalam penguasaan ilmu pengetahuan, keterampilan, unggul dalam moral yang di dasarkan pada nilai-nilai ilahiah sebagai produk pendidikan Islam. Dengan kata lain pendidikan dalam hal ini pendidikan Islam, akan menghasilkan ilmuan yang tidak hanya unggul dalam ilmu sains akan tetapi juga ilmuan yang tahu posisinya sebagai khalifah di muka bumi, yang bertakwa kepada Allah SWT, serta menjalankan apa yang diperintah dan menjauhkan apa yang dilarang oleh-Nya.
Dalam kehidupan sosial, institusi pendidikan baik umum maupun Islam, mendapat tugas suci untuk mengemban misi mulia agar membenahi kualitas hidup manusia jadi lebih baik. Suatu misi (risalah) kemanusiaan yang sangat bermanfaat dalam rangka membentuk sikap mental lulusan yang berperadaban dan menjunjung tinggi nilai insani.
Pendidikan Islam harus menjadi kekuatan (power) yang ampuh untuk menghadapi wacana kehidupan yang lebih krusial. Refleksi pemikiran dan rumusan persoalan pendidikan Islam harus bernafaskan kekinian (up to date). Jika dipandang secara historis, memang adanya suatu kejadian yang telah lalu, dapat dijadikan sebuah pelajaran untuk menjadi lebih baik lagi, tapi jangan sampai melupakan perhatian yang perlu diberikan di masa kini dan masa mendatang.
Pendidikan Islam harus menjadi terobosan baru untuk membentuk pola hidup umat yang lebih maju dan terbebas dari kebodohan dan kemiskinan. Sebab secara filosofi yang sudah tidak asing lagi untuk diketahui bahwa antara kebodohan dan kemiskinan itu merupakan dua sifat manusia yang mengkristal dan menjadi musuh bebuyutan pendidikan.
Islam bukanlah agama sekuler yang memisahkan urusan agama dan dunia. Dalam Islam, agama mendasari aktivitas dunia, dan aktivitas dunia dapat menopang pelaksanaan ajaran agama. Islam bukan hanya sekedar mengatur hubungan manusia dengan Tuhan sebagaimana yang terdapat pada agama lain, melainkan juga mengatur hubungan manusia dengan manusia dan manusia dengan dunia. Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Allah kepada manusia melalui Nabi Muhammad SAW sebagai rasul. Islam pada hakikatnya, membawa ajaran-ajaran yang bukan hanya mengatur satu segi, tetapi mengenai berbagai segi kehidupan manusia. Sumber dari ajaran-ajaran yang mengambil berbagai aspek itu ialah Al-Qur`an dan al-Sunnah.
Apabila ingin merekonstruksi pendidikan Islam di era modern ini, persoalan pertama yang harus di tuntaskan adalah persoalan “dikotomi”. Artinya harus berusaha mengintegrasikan kedua ilmu tersebut baik secara filosofis, kurikulum, metodologi, pengelolaan, bahkan sampai pada departementalnya. Perubahan orientasi pendidikan Islam harus dilakukan yaitu “bukan hanya bagaimana membuat manusia sibuk mengurusi dan memuliakan Tuhan dengan melupakan eksistensinya, tetapi bagaimana memuliakan Tuhan dengan sibuk memuliakan manusia dengan eksistensinya di dunia ini. Artinya, bagaimana pendidikan Islam harus mampu mengembangkan potensi manusia seoptimal mungkin sehingga menghasilkan manusia yang memahami eksistensinya dan dapat mengelola dan memanfaatkan dunia sesuai dengan kemampuannya. Dengan dasar ini, maka materi pendidikan Islam harus di desain untuk dapat mengakomodasi persoalan-persoalan yang menyangkut dengan kebutuhan manusia, yaitu mengembangkan pengetahuan dan keterampilan, teknologi, seni serta budaya, sehingga mampu melahirkan manusia yang berkualitas, handal dalam penguasaan ilmu pengetahuan, keterampilan, unggul dalam moral yang di dasarkan pada nilai-nilai ilahiah sebagai produk pendidikan Islam. Dengan kata lain pendidikan dalam hal ini pendidikan Islam, akan menghasilkan ilmuan yang tidak hanya unggul dalam ilmu sains akan tetapi juga ilmuan yang tahu posisinya sebagai khalifah di muka bumi, yang bertakwa kepada Allah SWT, serta menjalankan apa yang diperintah dan menjauhkan apa yang dilarang oleh-Nya.
Dalam kehidupan sosial, institusi pendidikan baik umum maupun Islam, mendapat tugas suci untuk mengemban misi mulia agar membenahi kualitas hidup manusia jadi lebih baik. Suatu misi (risalah) kemanusiaan yang sangat bermanfaat dalam rangka membentuk sikap mental lulusan yang berperadaban dan menjunjung tinggi nilai insani.
Pendidikan Islam harus menjadi kekuatan (power) yang ampuh untuk menghadapi wacana kehidupan yang lebih krusial. Refleksi pemikiran dan rumusan persoalan pendidikan Islam harus bernafaskan kekinian (up to date). Jika dipandang secara historis, memang adanya suatu kejadian yang telah lalu, dapat dijadikan sebuah pelajaran untuk menjadi lebih baik lagi, tapi jangan sampai melupakan perhatian yang perlu diberikan di masa kini dan masa mendatang.
Pendidikan Islam harus menjadi terobosan baru untuk membentuk pola hidup umat yang lebih maju dan terbebas dari kebodohan dan kemiskinan. Sebab secara filosofi yang sudah tidak asing lagi untuk diketahui bahwa antara kebodohan dan kemiskinan itu merupakan dua sifat manusia yang mengkristal dan menjadi musuh bebuyutan pendidikan.
F. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN MASING-MASING
a.
Tradisional
i.
Akhlaqi
ii.
Ikhlas
iii.
Subtansial
iv.
Mencari
ilmu secara murni
b.
Modern
i.
Formal
ii.
Gelar/Ijazah
iii.
Kadang-kadang
dis-orientasi
iv.
·
NB : Catatan penting :
ORIENTED TRADISIONAL EDUCATION
·
The prophet
tradition/sunnah
·
Ponpes adalah gejala desa,
maka bukan skilled or professional teacher
·
Trdisional maka kyai
sebagai uswah, MD : guru dan dosen
·
Tidak ada dikotomi antara ilmu agama/tradisonal dan modern/umum : dikotomi ini adalah salah satu teori konspirasi barat dalam menjalankan
misi penghancuran umat Islam.
·
sederhana → dikembangkan →
besar → community based education
·
belajar ke kyai sebagai
kekuatan sentral → modern → belajar ke institusi /UN/PT sebagi sumber kekuatan
·
orientasi
modern → tenaga kerja terampil pada sektor-sektor modern sebagaimana diangankan
sekolah dan universitas
·
orientasi tradisional →
santri dapat memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam secara
baik/menjadi alim dan shalih, bukan menjadi pegawai atau pejabat
·
Trd “murni belajar” tidak
mengutamakan ijazah atau sertifikat
·
Trd “manajemen berbasis
perjuangan” (jihad based management)/social based education/dimensi social
pendidikan
·
Td solusi belajar kaum
fakir miskin
·
kemenangan parpol islam
adalah kemenangan pesantren
·
Td pesantren harus tetap
ada sebagai batu loncatan ke modern
·
Dunia pendidikan –dalam
perspektif kritis, tak ubahnya seperti penjajahan bagi manusia. Ketika manusia
dikenalkan dengan lingkungan barunya melalui institusi pendidikan, saat itu
pula ia potensial dijajah secara kognitif.
·
Persinggungan kita dengan
dunia di ruang-ruang kelas tiap hari hanyalah persinggungan dengan teks-teks
yang tak selalu aktual, seperangkat alat uji yang tak mencerdaskan, dan
hegemoni wibawa guru yan terkesan dipaksakan. Bahkan,
salah satu kesalahan terbesar pendidikan adalah, ditariknya kita dalam ‘dunia
asing’ yang terpisah dari problematika dan dinamika masyarakat sesungguhnya
·
Teori orientasi :
o
Aliran
pertama, berpendapat bahwa tujuan utama pendidikan adalah mempersiapkan
peserta didik agar bisa meraih kebahagiaan yang optimal melalui pencapaian kesuksesan
kehidupan bermasyarakat dan ekonomi, jauh lebih berhasil dari yang pernah
dicapai oleh orang tua mereka. Dengan demikian, pendidikan adalah jenjang
mobilitas sosial ekonomi suatu masyarakat tertentu.
o
Aliran
kedua lebih menekankan peningkatan intelektual, kekayaan, dan
keseimbangan jiwa peserta didik.
·
taqdim
al-jauhar mina mazhar, , amaliyah dari pada qauliyah, rasional dari pada
emosional, ushul dari pada dzuyul, taisir dari pada ta`sir,
tajdid dari pada taqlid, toleransi dari pada fanatic, moderat/i`tidal
dari pada inhilal, rahmah dari pada niqmah, dan i`tilaf
dari pada ikhtila
·
Ciri
modern : spesialisasi ilmu pengetahuan dan klasikal
·
PI
orientasinya lebih pada Abdullah dari pada mujtaja` = hablum minallah dari pada
hablum minannasi
·
, kita dikenalkan dengan
salah satu rumusan tujuan pendidikan sebagai berikut: “Membentuk manusia susila
yang cakap dan warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab atas
kesejahteraan Negara dan tanah air.”
·
Orientasi
sosial yang harus dipahami oleh anak didik dan umumnya dunia pendidikan kita,
disamping pemahaman dan pemaknaan terhadap fenomena-fenomena sosial yang tengah
menjadi gejala di masyarakat sehingga ia menjadi feomena yang integral dengan
proses pendidikan; adalah juga idealisme tentang: (1) figur pimpinan panutan /
teladan yang diharapkan masyarakat. Misalnya digambarkan figur yang demokrat,
memiliki komitmen kemasyarakatan yang tinggi, religius; sehingga arah
pendidikan dapat kita dorong ke pembinaan sikap mental anak didik yang
demikian; (2) perubahan sosial yang menjamin arah kemakmuran terbesar pada
lapis terbawah masyarakat, sehingga akan memunculkan berbagai rumusan strategi
dan ‘angan-angan’ alternatif tentang perubahan sosial itu berasal dari
proses pendidikan; (3) pemaknaan terhadap perlunya keseimbangan iman, ilmu, dan
amal dalam konteks sosial yang relevan; sehingga dunia pendidikan memiliki
kepedulian untuk mengimplentasikannya.
·
dualisme orientasi
pesantren dan Pemerintah Hindia Belanda untuk mempersiapkan kalangan pribumi
untuk mengisi jabatan-jabatan di kantor-kantor Pemerintah Hidia Belanda.
G. KESIMPULAN
Ada
beberapa kesimpulan yang berkaitan dengan metodologi pemikiran pendidikan Islam
dalam pemahaman masyarakat tradisional yaitu sebagai berikut :
1.
Tenaga pendidik, mereka adalah orang-orang yang tidak meminta imbalan jasa,
tidak ada spesifikasi khusus dalam keahlian mengajar, mendidik bukan pekerjaan
utama, dan tidak diangkat oleh siapapun. Orientasi mereka adalah mengemban misi
suci dan menyampaikan amanah.
2. Mata
pelajaran yang diajarkan terutama ilmu-ilmu yang bersumber kepada al-Qur’an dan
al-Sunnah, namun dalam perkembangan berikutnya ada bidang kajian lain, seperti:
tafsir, fikih, kalam, bahasa Arab, sastra maupun yang lainnya.
3. Siswa
atau peserta didik, mereka adalah orang-orang yang ingin mempelajari Islam,
tidak dibatasi oleh usia, dari segala kalangan dan tidak ada perbedaaan.
4.
Sistem pengajaran yang dilakukan memakai bentuk halaqah, dengan sistem sorogan
dan bandongan ( istilah di pesantren )
5.
Metode pengajaran (penyampaian materi) yang paling dominan adalah ceramah dan
imla’
6.
Pembelajaran terfakus pada guru., Guru atau pendidik menjadi tokoh sentral
dalam pendidikan tradisonal.
7. Waktu
pendidikan, tidak ada waktu khusus dalam proses pendidikan di masjid, hanya biasanya
banyak dilakukan di sore hari atau malam hari, karena waktu tersebut tidak
mengganggu kegiiatan sehari-hari dan mereka mempunyai waktu yang cukup luang.
Kesimpulan
dari metodologi pemikiran pendidikan Islam dalam pemahaman masyarakat modern yaitu :
1. Pendidikan
Modern berusaha mengintegrasi-interkoneksi kedua ilmu tersebut baik pada
tingkat metode, kurikulum, filosofinya baik pada departemennya.
2. Pendidikan
harus mempunyai prinsip kesetaraan antara sektor pendidikan dengan sektor lain.
3. Pendidikan
Islam harus berorientasi kepada pembangunan dan pembaruan, pengembangan
kreativitas, intelektualitas, keterampilan, kecakapan penalaran yang dilandasi
dengan keluhuran moral dan kepribadian, sehingga pendidikan mampu
mempertahankan relevansinya di tengah-tengah laju pembangunan dan pembaruan
paradigma saat ini, sehingga mampu melahirkan manusia yang belajar terus,
mandiri, disiplin, terbuka, inovatif, mampu memecahkan masalah kehidupan, serta
berdaya guna bagi kehidupan diri sendiri maupun masyarakat.
4. Diharapkan
pendidikan yang dikelola lembaga-lembaga Islam sudah harus diupayakan untuk
mengalihkan paradigma yang berorientasikan ke masa lalu (abad pertengahan) ke
paradigma yang berorientasi ke masa depan, yaitu mengalihkan dari paradigma
pendidikan yang hanya mengawetkan kemajuan, ke paradigma pendidikan yang
merintis kemajuan. Demi tegaknya peradaban Islam yang lebih kokoh. Jangan hanya
mengingat kejayaan Islam masa lalu, karena mengingat kejayaan Islam masa lalu,
sama saja seperti obat bius dalam dunia medis yang menghilangkan rasa sakit
untuk sesaat, akan tetapi tidak menyembuhkan sakit itu sendiri.
H. REFERENSI :
1.
Muhamad
al-Thumi al-Syaibani, Umar, min usus
al-tarbiyah al-islamiyah, al-Munsya-ah al-Ammah Tripoli libiya, cet : 2,
thn : 1982.
2.
Nasih
Ulwan, Abdullah. Tarbiyatul Aulad. Cet. Ke 2, Darussalam Cairo.
3.
Nawawi,
al-Imam, Muqaddimah al-Majmu` Maktabah al-Balad al-Amin, Cairo,Cet: 1, Thn :
1999
4. Ibrahim, Abdul Mun`im, Al-Bayan Syarhut Tibyan, Maktabah Aulad Al-Syaikh,
Cairo
5. Muhammad Fuad Abdul Baqi, al-Mu`jam al-Mufahras li alfadz al-Qur`an
al-Karim, Darul Hadist, Cairo, Thn : 2001
6. Al-Qaradhawi, Yusuf. Tsaqafatul Daiyah, Maktabah Wahbah Cairo, cet :
10, thn : 1996
7. Prof.
Dr. Mastuhu, M.Ed, Memberdayakan SItem Pendidikan Islam, cet, II Ciputat: Logos
Wacana Ilmu, 1999
8. Prof.
Dr. Abuddin Nata, MA, Rekonstruksi Pendidikan Islam, Jakarta: Rajawali Press,
2009
9. Ahmad
Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Persfektif Islam, Cet. I. Bandung; Remaja
Rosdakarya, 1994
10. Lihat
H.M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis
Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, Jakarta: Bumi Aksara, 1991, cet I
11. Abuddin
Nata, Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan Multidisipliner, Jakarta:
Rajawali Pers, 2009
12. Hujair
AH. Sanaky, Paradigma Pendidikan Islam, Yogyakarta: Safira Insania Press, 2003
13. http://www.tabraniaceh.com/2011/02/paradigma-dan-rekonstruki-pendidikan.html,
accesed on Friday, 10/2/2012 at 10.29 PM.
14.
http://ibrohimnaw.wordpress.com/2009/04/01/pemikiran-pendidikan-dalam-percikan-sejarah/, accesed at , 07.55/30/1/12
No comments:
Post a Comment