Thursday, June 9, 2016

Jual Beli



BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa lepas dari bermu’amalah antara satu dengan yang lainnya. Mu’amalah sesama manusia senantiasa mengalami perkembangan dan perubahan sesuai kemajuan dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu aturan Allah yang terdapat dalam al-Qur’an tidak mungkin menjangkau seluruh segi pergaulan yang berubah itu. Itulah sebabnya ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan hal ini hanya bersifat prinsip dalam mu’amalat dan dalam bentuk umum yang mengatur secara garis besar. Aturan yang lebih khusus datang dari Nabi. Hubungan manusia satu dengan manusia berkaitan dengan harta diatur agama islam salah satunya dalam jual beli. Jual beli yang didalamnya terdapat aturan-aturan yang seharusnya kita mengerti dan kita pahami. Jual beli seperti apakah yang dibenarkan oleh syara’ dan jual beli manakah yang tidak diperbolehkan.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apa Pengertian Jual Beli?
2.      Bagaimana syarat-syarat jual beli?
3.      Bagaimana Rukun Jual Beli?
4.      Bagaimana macam-macam jual beli?
5.      Apa pengertian khiyar?
6.      Bagaimana macam-macam jual beli terlarang?


BAB II
PEMBAHASAN

A.      PENGERTIAN JUAL BELI
 Jual beli dalam bahasa arab disebut ba’i yang secara bahasa adalah tukar menukar, sedangkan menurut istilah adalah tukar menukar atau peralihan kepemilikan dengan cara pergantian menurut bentuk yang diperbolehkan oleh syara’ atau menukarkan barang dengan barang atau barang dengan uang, dengan jalan melepaskan hak milik dari seseorang terhadap orang lainnya atas kerelaan kedua belah pihak. Hukum melakukan jual beli adalah boleh (جواز) atau (مباح), sesuai dengan firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 275:
وأحل الله البيع وحرم الربا
“Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”
 Dan hadist Nabi yang berasal dari Rufa’ah bin Rafi’ .Menurut riwayat al- Bazar yang disahkan oleh al-Hakim:
أن النبى صلى الله عليه وسلم سئل أى الكسب أطيب قال عمل الرجل بيده وكل بيع مبرور
Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW, pernah ditanya tentang usaha apa yang paling baik; nabi berkata: “Usaha seseorang dengan tangannya dan jual beli yang mabrur”.

B.       SYARAT-SYARAT JUAL BELI
Agar jual beli sah, harus memenuhi syarat-syaratnya sebagai berikut :
1.    Syarat-Syarat Pelaku Akad
a.    Baligh (berakal)
وَلاتُؤْتُوْا السّفَهَاء اَمْوَالَـكُمُ الّتِى جَعَلَ اللهُ لَكُمْ قِيَامًا... (النساء: ٥(
 “Dan janganlah kamu berikan hartamu itu kepada orang yang bodoh (belum sempurna akalnya) harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan.” (Q.S. an-Nisa: 5)
Ayat diatas menunjukkan bahwa orang yang bukan ahli tasaruf tidak boleh melakukan jual beli dan melakukan akad (ijab qobul). Pelaku akad disyariatkan seorang yang berakal dan bisa membedakan. Maka tidak sah akad jual beli oleh orang gila dan orang mabuk serta anak kecil yang tidak dapat membedakan. Apabila orang gila itu kadang sadar dan kadang gila, maka akad ketika gila tidak sah. Akad anak kecil yang bisa membedakan (tamyiz) adalah sah dan tergantung pada izin wali. Jika walinya mengizinkannya maka akadnya sah menurut syara’.
b.    Beragama
Islam, hal ini berlaku untuk pembeli (kitab suci al-Qur’an/budak muslim) bukan penjual, hal ini dijadikan syarat karena dihawatirkan jika orang yang membeli adalah orang kafir, maka mereka akan merendahkan atau menghina islam dan kaum muslimin.
c.    Tidak dipaksa 

2.    Syarat-Syarat Barang Yang Dijualbelikan
Ada enam syarat untuk barang yang dijualbelikan antara lain:
a.    Bendanya suci.
Haram menjual khamar, bangkai, babi, dan tulang. Fuqaha Hanafi dan Dhahiri mengecualikan setiap benda yang bermanfaat dan hala menurut syara’. Mereka menyatakan: boleh menjual kotoran hewan dan sampah yang najis, tetapi yang sangat dibutuhkan untuk digunakan di kebun-kebun dan dimanfaatkan sebagai bahan bakar dan pupuk. Boleh menjual benda najis yang dimanfaatkan untuk selain makan dan minum, seperti minyak yang najis dan dimanfaatkan untuk bahan penerang dan zat, bahan pewarna yang najis, lalu dijual untuk mewarnai dan sebagainya selama pemanfaatannya tidak untuk dimakan.

b.    Dapat dimanfaatkan.
Tidak boleh menjual serangga, ular dan tikus, kecuali bila dimanfaatkan. Diperbolehkan menjual kucing, macan tutul dan singa serta binatang yang layak untuk diburu atau dimanfaatkan kulitnya dan boleh menjual gajah untuk angkutan. Boleh menjual burung kakak tua, merak dan burung yang indah bentuknya, meskipun tidak dikalimatkan. Karena dapat menghibur dengan suaranya dan memandang bentuknya yang merupakan tujuan utamanya.
Tidak boleh menjual anjing, karena Rasulullah Saw.  Melarang hal itu, selain anjing yang dilatih dan yang boleh dipelihara seperti anjing penjaga dan anjing penunggu tanaman.  Abu Hanifa mengatakan : boleh menjualnya.

c.    Milik penuh penjualnya atau diizinkan menjual oleh pemiliknya.
Jika berlangsung penjualan atau pembelian sebelum mendapat izin, maka ini dianggap tindakan orang yang lancang. Misalnya: suami menjual barang milik istri tanpa izinnya atau membeli barang tanpa izin darinya.
Misalnya seorang yang menjual barang milik orang lain disaat orang itu tidak ada atau membeli sesuatu tanpa izin darinya seperti yang biasa terjadi. Akad orang yang lancang dianggap sah.


d.    Kemampuan untuk menyerahkannya.
Barang yang dijual dapat diserahkan secara nyata menurut syara’. Maka barang yang tidak dapat diserahkan secara nyata, tidak sah dijual seperti ikan di dalam air.

e.    Barangnya diketahui.
Barang dan harganya harus diketahui, karena Nabi Saw. Melarang menjual barang yang tidak jelas keadaannya. Dan untuk menghindari penipuan jual beli, disyaratkan diketahui benda, jumlah dan sifatnya.

f.      Barangnya dikuasai.
 Barang yang dijual harus dikuasai, jika telah diperoleh dengan pertukaran.

C.      RUKUN JUAL BELI
1.    Adanya ‘aqid (عاقد) yaitu penjual dan pembeli.
2.    Adanya ma’qud ‘alaih yaitu adanya harta (uang) dan barang yang dijual.
3.    Adanya sighat (صيغة) yaitu adanya ijab dan qobul. Ijab adalah penyerahan penjual kepada pembeli sedangkan qobul adalah penerimaan dari pihak pembeli.

Bagi orang yang melakukan akad disyaratkan cakap melakukan akad. Maka tidak sah anak kecil dan orang gila serta orang bodoh melakukan akad jual beli. Dan juga disyaratkan suka sama suka. Maka tidak sah jual beli orang yang hanya dipaksa, kecuali dipaksa dengan cara yang benar.
Misalkan bila ia dipaksa untuk menjual harta guna melunasi hutang atau membeli sesuatu yang sudah disetujuinya. Maka penguasa boleh memaksanya untuk menjual atau membelinya. Adapun sighat yaitu ijab dan kabul seperti perkataan penjual, “saya jual kepadamu atau saya serahkan kepadamu.” Dan perkataan pembeli, “saya terima atau saya beli.” Tidak sah serah terima sebagaimana yang bisa berlangsung dikalangan masyarakat, karena tidak ada sighat (ijab kabul).
Ibnu Syurairah berkata, “serah terima adalah sah mengenai barang-barang dagangan yang remeh (tak berharga) dan biasa dilakukan orang-orang. Ini adalah pendapat Ar-Ruyani dan lainnya. Malik menyatakan, “sah jual beli pada setiap barang yang dianggap orang banyak sebagai jual beli. Ibnu Ash-Shabbaugh menyetujui pendapat ini.
An-Nawawi menegaskan, “yang disetujui oleh ibnu Ash-Shabbagh itulah yang kuat dan terpilih sebagai dalil, karena syara’ tidak mensyaratkan lafal. Maka kita wajib kembali kepada kebiasaan. Termasuk kebiasaan yang umum terjadi ialah mengirim anak-anak kecil untuk membeli kebutuhan-kebutuhan. Kebiasaan ini berlangsung dinegri-negri lain. Kebutuhan mendesak menyebabkan terjadinya hal itu. Maka hal itu patut digolongkan dalam jenis serah terima. Apabila terdapat syarat sighat untuk itu, maka jual belinya sah dengan syarat barang itu dibeli dengan harga yang pantas. Mereka berdalil bahwa wanita-wanita yang mengenakan hijab menyuruh anak-anak kecil di zaman Umar ra. Untuk membeli kebutuhan-kebutuhannya dan Umar tidak menyalahkan. 

D.      MACAM-MACAM JUAL BELI
Ada tiga macam jual beli:
1.    Menjual barang yang dapat dilihat. Hukumnya boleh jika barang yang dijual suci, bermanfaat dan memenuhi rukun jual beli.
2.    Menjual sesuatu yang ditentukan sifatnya dan diserahkan kemudian. Ini adalah jenis “salam” (pembayarannya lebih jual beli ini tidak boleh dulu), hukumnya boleh.
3.    Menjual barang yang tidak ada dan tidak dapat dilihat oleh penjual dan pembeli atau salah satu dari mereka. Atau barangnya ada, tetapi tidak diperlihatkan. Maka jual beli ini tidak boleh, karena penjualan yang tersembunyi yang dilarang. Penjualan gharar adalah penjualan yang tidak diketahui. 

E.       KHIYAR
Khiyar adalah hak memilih bagi penjual dan pembeli untuk meneruskan jual belinya atau membatalkannya karena adanya suatu hal. Ada tiga jenis khiyar, yaitu sebagai berikut :
1.      Khiyar Majlis adalah hak memilih bagi penjual dan pembeli untuk meneruskan atau membatalkan akad selama masih berada di tempat akad dan kedua belah pihak belum berpisah.
2.      Khiyar Syarat yaitu hak memilih antara meneruskan jual beli atau membatalkannya dengan syarat tertentu.
3.      Khiyar’Aib yaitu hak memilih antara meneruskan jual beli atau membatalkannya yang disebabkan karena adanya cacat pada barang yang dijual.

F.       MACAM-MACAM JUAL BELI TERLARANG
1.      Jual beli gharar adalah jual beli yang mengandung unsur penipuan dan penghianatan. Hadist Nabi dari Abi Hurairah yang diriwayatkan oleh Muslim:
نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم عن بيع الحصاة وعن بيع الغرر.

2.      Jual beli mulaqih (الملاقيح) adalah jual beli dimana barang yang dijual berupa hewan yang masih dalam bibit jantan sebelum bersetubuh dengan betina. Hadist dari Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh al-Bazzar:
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم نهى عن بيع المضامين والملاقيح

3.      Jual beli mudhamin (المضامين) adalah jual beli hewan yang masih dalam perut induknya.

4.      Jual beli muhaqolah (المحاقلة) adalah jual beli buah buahan yang masih ada di tangkainya dan belum layak untuk dimakan.

5.      Jual beli munabadzah (المنابذة) adalah tukar menukar kurma basah dengan kurma kering dan tukar menukar anggur basah dengan kering dengan menggunakan alat ukur takaran.

6.      Jual beli mukhabarah (المخابرة) adalah muamalah dengan penggunaan tanah dengan imbalan bagian dari apa yang dihasilkan oleh tanah tersebut.

7.      Jual beli tsunaya (الثنيا) adalah jual beli dengan harga tertentu, sedangkan barang yang menjadi objek jual beli adalah sejumlah barang dengan pengecualian yang tidak jelas.

8.      Jual beli ‘asb al-fahl (عسبالفحل) adalah memperjual-belikan bibit pejantan hewan untuk dibiakkan dalam rahim hewan betina untuk mendapatkan anak.

9.      Jual beli mulamasah (الملامسة) adalah jual beli antara dua pihak, yang satu diantaranya menyentuh pakaian pihak lain yang diperjual-belikan waktu malam atau siang.

10.  Jual beli munabadzah (المنابذة) adalah jual beli dengan melemparkan apa yang ada padanya ke pihak lain tanpa mengetahui kualitas dan kuantitas dari barang yang dijadikan jual beli.

11.  Jual beli ‘urban (العربان) adalah jual beli atas suatu barang dengan harga tertentu, dimana pembeli memberikan uang muka dengan catatan bahwa bila jual beli jadi dilangsungkan akan membayar dengan harga yang telah disepakati, namun kalau tidak jadi, uang muka untuk penjual yang telah menerimanya terlebih dahulu.

12.  Jual beli talqi rukban (الركبان) adalah jual beli setelah pembeli datang menyongsong penjual sebelum ia sampai di pasar dan mengetahui harga pasaran.

13.  Jual beli orang kota dengan orang desa (بيع حاضر لباد) adalah orang kota yang tahu harga pasaran menjual barang pada orang desa yang belum mengetahui harga pasaran.

14.  Jual beli musharrah (المصرة). Musharrah adalah nama hewan ternak yang diikat puting susunya sehingga kelihatan susunya banyak, hal ini dilakukan agar harganya lebih tinggi.

15.  Jual beli shubrah (الصبرة) adalah jual beli barang yang ditumpuk yang mana bagian luar terlihat lebih baik dari bagian dalam.

16.  Jual beli najasy (النجش) adalah jual beli yang bersifat pura-pura dimana si pembeli menaikkan harga barang, bukan untuk membelinya, tetapi untuk menipu pembeli lainnya agar membeli dengan harga yang tinggi.
BAB III
PENUTUP

A.      KESIMPULAN
Menurut istilah adalah tukar menukar atau peralihan kepemilikan dengan cara pergantian menurut bentuk yang diperbolehkan oleh syara’ atau menukarkan barang dengan barang atau barang dengan uang, dengan jalan melepaskan hak milik dari seseorang terhadap orang lainnya atas kerelaan kedua belah pihak.
Syarat-syarat jual beli antara lain : (a) syarat-syarat pelaku akad; serta (b) syarat-syarat yang dijual belikan
Rukun dalam Jual beli sebagai berikut:
1. Adanya ‘aqid (عاقد)yaitu penjual dan pembeli.
2. Adanya ma’qud ‘alaih (معقودعليه) yaitu adanya harta (uang) dan barang yang dijual.
3. Adanya sighat (صيغة) yaitu adanya ijab dan qobul. Ijab adalah penyerahan penjual kepada
Khiyar adalah hak memilih bagi penjual dan pembeli untuk meneruskan jual belinya atau membatalkannya karena adanya suatu hal. Khiyar dibagi atas tiga jenis, yaitu : (a) Khiyar Majlis; (b) Khiyar Syarat; serta (c) Khiyar’Aib.
Macam-macam jual beli terlarang antara lain : (a) Jual beli gharar; (b) Jual beli mulaqih (الملاقيح); (c) Jual beli mudhamin (المضامين); (c) Jual beli muhaqolah (المحاقلة); (d) Jual beli munabadzah (المنابذة); (e) Jual beli mukhabarah (المخابرة); (f) Jual beli tsunaya (الثنيا); (g) Jual beli ‘asb al-fahl (عسبالفحل); (h) Jual beli mulamasah (الملامسة); (i) Jual beli munabadzah (المنابذة); (j) Jual beli ‘urban (العربان); (k) Jual beli talqi rukban (الركبان); (l) Jual beli orang kota dengan orang desa (بيع حاضر لباد); (m) Jual beli musharrah (المصرة); (n) Jual beli shubrah (الصبرة); serta (o) Jual beli najasy (النجش).










DAFTAR PUSTAKA

Muhammad, Ibrahim Al-Jamal, Fiqih Muslimah, Jakarta: Pustaka Amani, 1999
http://makalahjualbeli.blogspot.com/

No comments:

Post a Comment