Monday, June 6, 2016

Pendidikan Islam Menurut Pandangan Qadariyah, Jabariyah, Dan Asy’ariyah




1)       Ahmad  Kusasi
2)       Herlina  Saraswati 
3)       Rabiatul   Adawiyah  B
4)       Sucipto
5)       Tarip  Hosen
Lokal / Semester       :   G / IV  (Empat)
Mata Kuliah            :   Filsafat  Pendidikan  Islam

Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI)
Kuala Kapuas
2012
KATA PENGANTAR


Assalamualaikum Wr. Wb
Alhamdulillah segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq serta hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Pendidikan Islam Menurut Pandangan Qadariyah, Jabariyah dan Asy-‘Ariyah”, sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Shalawat serta salam tak lupa pula kami berikan kepada junjungan Nabi besar Muhammad Saw. Beserta keluarga, sahabat, kerabat, dan pengikut beliau hingga akhir zaman.
  Pembuatan makalah ini tentunya bertujuan untuk menambah wawasan para mahasiswa (i) STAI Kuala Kapuas, serta melengkapi tugas mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam yang dibimbing oleh Ibu Siti Rofingah, M. Pd. I.
Kami menyadari dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, dari segi cara penulisan maupun isi data yang kami miliki. Untuk itu kami memohon maaf sebesar-besarnya. Dan kami juga sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun, agar pada pembuatan makalah selanjutnya kami bisa melakukannya dengan lebih baik lagi.
Wassalamualaikum Wr. Wb.


Kuala Kapuas,    Februari  2013
                         

                 Penyusun


DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL  .........................................................................................................       i
KATA PENGANTAR  ...........................................................................................................      ii
DAFTAR ISI  .........................................................................................................................     iii
BAB   I      PENDAHULUAN
A.      Latar  Belakang  ............................................................................................      1
B.       Rumusan  Masalah  .......................................................................................      1
BAB   II    PEMBAHASAN
A.      Pendidikan  Islam  Menurut Pandangan Qadariyah .....................................      2
B.       Pandangan Islam  Menurut Pandangan Jabariyah  ........................................      4
C.       Pandangan Islam Menurut Pandangan Asy-‘Ariyah .....................................      6
BAB   III   PENUTUP
A.      Kesimpulan  ...................................................................................................      9
DAFTAR PUSTAKA  ............................................................................................................    10

BAB  I

PENDAHULUAN

A.      LATAR  BELAKANG
Secara umum, pendidikan diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai dan budaya masyarakat. Dengan demikian, bagaimana pun sederhananya peradaban suatu masyarakat, di dalamnya pasti berlangsung suatu proses pendidikan, sehingga sering dikatakan bahwa pendidikan telah ada sepanjang peradaban umat manusia. Berdasarkan hal tersebut dapat dipahami bahwa peroses pendidikan merupakan proses pengembangan segala potensi yang dimiliki manusia.
Meskipun dalam Islam terdapat beberapa pandangan mengenai pendidikan Islam, dalam hal ini pandangan Qadariyah yang memandang segala perbuatan yang dilakukan manusia merupakan hasil usahanya sendiri tanpa adanya intervensi dari Allah, sedangkan pandangan Jabariyah yang memandang bahwa manusia tunduk pada kehendak Tuhan semata, begitupun dengan Asy-‘Ariyah yang memandang bahwa  Tuhan pencipta semua perkara manusia berarti Tuhanlah pembuat semuanya pula. Semua perbuatan yang timbul dari manusia dengan perantaraan daya yang diciptakan adalah berarti manusia sebenarnya merupakan tempat bagi perbuata-perbuatan Tuhan. 

B.       RUMUSAN  MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merumuskan beberapa masalah yang akan dijadikan pokok pembahasan dalam penulisan makalah ini, diantaranya :
1.      Bagaimana pendidikan Islam menurut pandangan Qadariyah?
2.      Bagaimana pendidikan Islam menurut pandangan Jabariyah?
3.      Bagaimana pendidikan Islam menurut pandangan Asy-‘Ariyah? 
BAB  II
PEMBAHASAN

A.      PENDIDIKAN ISLAM MENURUT PANDANGAN QADARIYAH
1.         Pengertian Qadariyah
Sebagian ahli sejarah merasa heran atas penamaan paham Qadariyah padahal dalam paham tersebut adanya al-qadar dinafikan, ada yang berpendapat tidak mengapa jika menamai dengan sebutan yang berbeda dengan apa yang mereka anut, seperti halnya banyak benda yang dinamai dengan sebutan yang berbeda dengan apa yang mencirikan benda-benda tersebut. Ada juga yang berpendapat bahwa dinamai demikian karena mereka menafikan al-qadar kepada Allah dan menetapkannya pada manusia sebab mereka menyatakan bahwa segala sesuatu karena kehendak dan qudrah manusia, seolah-olah mereka memberi manusia suatu kewenangan terhadap al-qadar.
Secara etimologi Qadariyah berasal dari kata qadara yang berarti kuasa atau mampu. Maksudnya adalah manusia berkuasa atas dan bebas dalam perbuatan-perbuatannya. Paham ini juga dikenal dengan nama free will yang berarti kemauan bebas dan free act yang berarti bebas atau merdeka dalam perbuatannya. Nama Qadariyah berasal dari pengertian bahwa manusia mempunyai qudrah atau kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya sendiri tanpa ada intervensi dari Tuhan.
Dengan demikian, dapatlah dipahami bahwa Qadariyah adalah suatu paham yang menyatakan bahwa manusia mempunyai kemerdekaan atau bebas dalam melakukan perbuatan atau memilih dalam suatu perbuatan. Dengan kata lain, manusia mempunyai kekuasaan atau daya pada tindakan-tindakannya dan otoritas akallah yang berperan penting dalam aktivitas manusia terlepas dari kehendak Allah. Allah hanya mengetahui setelah perbuatan yang dilakukan manusia. Saat itulah Tuhan tidak bekerja lagi tetapi hanya mengawasi.
2.         Latar Belakang Munculnya Paham Qadariyah serta Corak Pemikirannya.
Paham Qadariyah tidak dapat diketahui dengan pasti kapan muncul dalam sejarah perkembangan teologi Islam. Ahli sejarah berusaha menerangkan tentang orang yang pertama melahirkan aliran Qadariyah ini. Menurut Ahmad Amin sebagaimana yang dikutip oleh Rosihin Anwar bahwa ada ahli teologi yang mengatakan bahwa Qadariyah pertama kali dimunculkan oleh seorang yang bernama Ma’bad al-Juhani dan Ghailan al-Dimasyqi Ma’bad al-Juhani adalah seorang taba’i yang dapat dipercaya dan pernah berguru pada Hasan al-Basri. Adapun Ghailan al-Dimasyqi adalah seorang orator yang


berasal dari Damaskus. Ma’bad al-Juhani mendirikan Irak sebagai daerah sasaran pengembangan paham ini dalam waktu yang lama, sedangkan Ghailan al-Dimasyqi mengembangkan di daerah Damaskus dan Syam. Adapun corak pemikiran paham Qadariyah lebih mengedepankan sikap rasionalitas, otoritas akal yang sangat berperan dalam segala perbuatan atau aktivitas manusia tanpa adanya campur tangan Tuhan.
Dalam filsafat, paham Qadariyah disebut paham indeterminisme sebagai lawan determinisme (Jabariyah). Paham indeterminisme memiliki beberapa argumen yang membuktikan kebebasan kehendak manusia dalam berbuat, antara lain:
a.    Kehendak merupakan salah satu bentuk keinginan. Sebagai umumnya, keinginan, kehendak itu mempunyai tujuan tertentu dan karena itu menghendaki terjadinya tindakan untuk mencapainya.
b.    Keinginan merupakan suatu tindak lanjut dari pengetahuan, dengan demikian kehendak itu disebut juga keinginan rasional. Hal ini menentukan adanya hubungan konsekuensi antara kehendak dengan pengetahuan sebelumnya.
c.    Oleh karena kehendak itu bersifat rasional maka biasanya selalu mengarah kepada nilai kebaikan umum termasuk keinginan yang bersifat parsial. Akibatnya, seseorang tidak pernah menghendaki sesuatu kecuali jika mengandung nilai baik menurut pandangan orang tersebut.
d.   Tidak ada hubungan kemestian antara tujuan umum (dalam perbuatanTuhan) dan tujuan parsial (dalam perbuatan manusia), sebaliknya manusia yakin bahwa terdapat ruang perbedaan antara kebaikan transenden dan kebaikan terestial (alam); kebaikan terestial dapat saja bersifat bebas sebagai anugerah dari Yang Maha Baik.
e.    Ketika kehendak itu mengarah kepada suatu objek, dasar ketergantungannya adalah dirinya sendiri. Dengan demikian, ruang lingkup kosmologi tentang objek yang bergerak dan diam, wujud pasif dan aktif adalah mencakup pengertian tentang pengaruh yang sangat menentukan dari kekuatan manusia terhadap perbuatannya sendiri. Jadi perbuatan manusia menurut paham Qadariyah adalah manusia mempunyai kebebasan untuk memilih, dalam hal memilih perbuatan yang baik dan buruk, karena Allah telah menciptakan keduanya. Jika manusia berbuat baik maka ia akan mendapatkan pahala karena telah mempergunakan kodrat yang diberikan oleh Allah dengan sebaik-baiknya dan sebaliknya.
Adapun ciri-ciri corak pemikiran paham Qadariyah adalah:
                            a.     Kedudukan akal lebih tinggi 
                           b.     Kebebasan manusia dalam kemauan dan perbuatan 
                            c.     Percaya adanya sunnatullah dan kausalitas 
                           d.     Kebebasan berpikir hanya diikat oleh ajaran-ajaran dasar dalam al-Qur’an dan hadis 
                            e.     Mengambil metaforis dari tes wahyu 
                            f.     Dinamika dalam sikap dan berpikir. 
                           g.     Pendidikan Islam dengan Pandangan Qadariyah
3.         Pendidikan Islam dalam Pandangan Qadariyah
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa Qadariyah adalah paham yang lebih condong kepada penggunaan akal pikiran yang sangat dominan, sehingga menganggap bahwa perbuatan yang dihasilkan manusia itu atas dasar kehendaknya sendiri tanpa adanya campur tangan Tuhan. Sejalan dengan hal tersebut mengenai pendidikan Islam, seorang tokoh filosof muslim bernama Ibnu Sina mengatakan bahwa seorang anak telah mempunyai kemampuan-kemampuan alamiah, akan tetapi mengandalkan kemampuan tersebut tidak cukup untuk mendidik seseorang, harus ada faktor-faktor lain yang turut mempengaruhinya. Ini berarti bahwa manusia diberikan kebebasan dengan menggunakan akal pikirannya dalam menentukan jalan hidupnya.
Jadi, paham Qadariyah memberikan peran yang sangat besar kepada manusia dalam memilih, berpikir, menentukan atau memutuskan perbuatannnya. Kebebasan yang di maksud bukan berarti kebebasan tak terbatas, melainkan kebebasan dalam determinisme. Di sinilah peran pendidikan Islam dalam mengajarkan berbagai hal agar menjadi suatu kebiasaan yang tentunya dalam hal ini faktor lingkungan sosial dapat memberikan pengaruh pada kebebasan diri atau pikiran manusia dalam memilih atau memperbuat sesuatu. Sehingga, pendidikan Islam sangat membuka peluang kepada manusia agar senantiasa berusaha mananamkan nilai-nilai yang baik dalam kehidupannya dengan mengerahkan seluruh kemampuan akalnya dan pemahamannya terhadap wahyu karena dua hal tersebut selalu berdampingan satu sama lain dan saling melengkapi.

B.       PENDIDIKAN ISLAM MENURUT PANDANGAN JABARIYAH
1.         Pengertian Jabariyah
Istilah Jabariyah dapat diartikan menolak adanya perbuatan dari manusia dan menyandarkan semua perbuatan kepada Allah. Argumen ini merupakan antitesa dari paham Qadariyah maka paham ini lebih menekankan pada otoritas atau kehendak mutlak Tuhan. Setiap yang terjadi pada diri manusia telah ditentukan oleh Tuhan sejak zaman azali sehingga segalanya pasti terjadi menurut iradah yang Qadim. Oleh karena itu manusia tidak bebas memilih untuk melakukan atau menghindar dari suatu perbuatan.
Jabariyah berasal dari kata jabara yang berarti terpaksa melakukan sesuatu. Manusia tidak mempunyai kemampuan untuk berbuat. Jabariyah juga dikenal dengan istilah fatalisme yang berarti kepercayaan bahwa nasib manusia menguasai segala-galanya, atau predestination yang berarti takdir. Dengan demikian dapat dipahami bahwa paham ini memandang manusia tidak mempunyai kekuasaan untuk berbuat sesuatu. Ia tidak mempunyai daya, kekuasaan, kemauan dan pilihan. Manusia berbuat secara terpaksa dan Allah pencipta tindakannya. Manusia hanya bergantung pada qada’ dan qadar Tuhan yang telah diciptakan kepadanya.
2.         Latar Belakang Munculnya Paham Jabariyah serta Corak Pemikirannya.
Paham Jabariyah dalam sejarah teologi Islam pertama kali dikemukakan oleh al-Ja’d bin Dirham. Tetapi yang menyebarkannya adalah Jahm bin Safwan. Jahm bin Safwan adalah tokoh yang paling terkenal sebagai pelopor atau pendiri  paham Jabariyah. Oleh sebab itu, paham ini juga identik dengan paham Jahmiyah dalam kalangan Murji’ah sesuai dengan namanya. Jahm bin Safwan terkenal pandai berbicara dan berpidato menyeru manusia ke jalan Allah dan berbakti kepada-Nya sehingga banyak sekali orang yang tertarik kepadanya.
Adapun corak pemikiran paham Jabariyah menganggap bahwa perbuatan manusia dilakukan oleh Tuhan dan manusia hanya menerima. Hal ini juga dikenal dengan istilah kasb yang secara literal berarti usaha. Tetapi kasb di sini mengandung pengertian bahwa pelaku perbuatan manusia adalah Tuhan sendiri dan usaha manusia tidaklah efektif. Manusia hanya menerima perbuatan bagaikan gerak tak sadar yang dialaminya. Menurut paham ini bahwa perbuatan manusia mesti ada pelakunya secara hakiki, karena perbuatan membutuhkan adanya pelaku jika manusia bukan pelaku secara hakiki maka tentu Tuhan pelaku secara hakiki (bukan secara majazi).
Ada dua kelompok yang terdapat dalam paham Jabariyah, yaitu :
                            a.     Jabariyah murni menolak adanya perbuatan yang berasal dari menusia dan memandang menusia tidak mempunyai kemampuan untuk berbuat.
                           b.     Jabariyah moderat mengakui adanya perbuatan dari manusia namun perbuatannya tidak membatasi.
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa Jabariyah menempatkan akal pada porsi yang rendah karena semua tindakan dan ketentuan alam di bawah kekuasaan atau kehendak Tuhan. Sehingga membuat pemikiran dalam segala aspek kehidupan tidak berkembang, bahkan terhenti. Pemikiran diikat oleh dogma atau doktrin, tidak berkembang dan mempersempit wawasan yang mengakibatkan tidak adanya pemikiran yang mendalam seperti yang dikehendaki oleh filsafat. Salah satu argumen yang memperkuat paham Jabariyah adalah: QS. Ash-Shaffat (37): 96.
ª!$#ur ö/ä3s)n=s{ $tBur tbqè=yJ÷ès? ÇÒÏÈ  
Artinya : “Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu".
3.         Pendidikan Islam dengan Pandangan Jabariyah
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa Jabariyah adalah paham yang menganggap bahwa segala perbuatan manusia tunduk pada kehendak Tuhan semata. Dengan demikian jika dikaitkan dengan pendidikan Islam maka pendidikan sama sekali tidak mempunyai daya atau kekuatan untuk mempengaruhi anak. Pendidikan hanya dapat memberi polesan luar dari tingkah laku sosial anak, sedangkan bagian internal dari kepribadian anak didik tidak dapat ditentukan, sehingga akan melahirkan sikap pesimisme karena tidak adanya kepercayaan akan nilai-nilai dari pendidikan sehingga anak itu diterima apa adanya. Di samping itu, dalam Islam juga dikenal dengan teori fitrah yang salah satunya dapat diartikan sebagai potensi dasar dimiliki oleh manusia. Dalam salah satu hadis, Nabi saw. bersabda:
كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
Artinya: “tiap-tiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan ia Yahudi, Nasrani, atau Majusi”. 
Bila diinterpretasikan lebih lanjut dari istilah fitrah sebagaimana yang telah disebutkan di atas, dapat mengandung implikasi kependidikan yang berkonotasi kepada paham nativisme. Oleh karena itu, fitrah mengandung makna “kejadian” yang di dalamnya berisi potensi dasar beragama yang benar dan lurus, yaitu Islam. Potensi dasar ini tidak dapat diubah oleh apa pun karena fitrah itu merupakan ciptaan Allah yang tidak akan mengalami perubahan, baik isi maupun bentuknya dalam tiap pribadi manusia.

C.      PENDIDIKAN ISLAM MENURUT PANDANGAN ASY’ARIYAH
1.         Pengertian Asy’ariyah
Asy-‘Ariyah adalah suatu paham yang dicetuskan oleh seorang tokoh yang bernama Al-‘Asy’ari sehingga paham ini dinamakan Asy-‘Ariyah. Ia dilahirkan di Basrah pada tahun 160 H dan wafat pada tahun 330 H. Ia mempelajari ilmu kalam dari seorang tokoh Muktazilah, Abu ‘Ali al-Jubba’i. Karena kemahiraannya, ia selalu mewakili gurunya dalam berdiskusi.  Meskipun begitu, pada perkembangan selanjutnya ia menjauhkan diri dari pemikiran Muktazilah kemudian condong kepada pemikiran para


fuqaha dan ahli hadis. Padahal ia sama sekali tidak pernah mengikuti majelis mereka dan tidak pernah mempelajari akidah berdasarkan metode mereka.
2.         Latar Belakang Munculnya Paham Asy’ariyah serta Corak Pemikirannya.
Dalam suasana kemuktazilahan yang keruh, muncullah al-Asy-‘Ari, dibesarkan dan didik serta berguru pada al-Jubbai, seorang tokoh Muktazilah sampai mencapai umur lanjut. Ia telah membela aliran Muktazilah sebaik-baiknya. Akan tetapi aliran tersebut kemudian ditinggalkan bahkan memberinya pukulan-pukulan hebat dan menganggapnya lawan yang berbahaya. Sebab utama ia meninggalkan aliran Muktazilah karena terjadinya perpecahan antara kaum muslimin yang dapat menghancurkan mereka kalau tidak segera diakhiri, ia sangat mengkhawatirkan Qur’an dan hadis menjadi korban paham-paham Muktazilah, yang menurut pendapatnya tidak dapat dibenarkan karena didasarkan atas pemujaan akal pikiran. Sebagaimana juga dikhawatirkan menjadi korban sikap ahli hadis antrhopomorphis yang hanya memegangi nash-nash dengan meninggalkan jiwanya dan hampir menyeret Islam kepada kelemahan, kebekuan yang tidak dapat dibenarkan agama. Oleh karena itu, Asy-‘Ariyah mengambil jalan tengah antara golongan rasionalis dan golongan tekstualis, ternyata jalan tersebut dapat diterima oleh mayoritas kaum muslimin.
Adapun corak pemikiran Asy-‘Ariyah mengenai perbuatan manusia hubungannya dengan kehendak dan kekuasaan Tuhan ia namai dengan istilah kasb (perolehan/ perbuatan). Menurutnya, kasb adalah ciptaan Allah. Dapat disimpulkan bahwa Tuhan pencipta semua perkara manusia berarti Tuhanlah pembuat semuanya pula. Semua perbuatan yang timbul dari manusia dengan perantaraan daya yang diciptakan adalah berarti manusia sebenarnya merupakan tempat bagi perbuata-perbuatan Tuhan. Oleh karena itu, tampak bahwa tidak terdapat perbedaan-perbedaan antara perbuatan gerakan terpaksa dengan kasb manusia.  Kedua jenis perbuatan tersebut dibuat oleh Tuhan. Dengan begitu, tampak jelas bahwa manusia sangat dekat dengan paham predestination. Mereka tidak mempunyai kekuasaan atas semua perbuatannya karena Allah pencipta atau pembuat yang sebenarnya. Jadi pada dasarnya, sesuatu yang dikehendaki oleh Allah akan terjadi sedang sesuatu yang tidak dikehendaki-Nya tidak akan terjadi. Hal ini mereka tegaskan dengan firman Allah dalam QS al-Takwir (81): 29.
$tBur tbrâä!$t±n@ HwÎ) br& uä!$t±o ª!$# >u šúüÏJn=»yèø9$# ÇËÒÈ   
Artinya : “Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.”
Dalam pemakaian akal, Asy-‘Ariyah menggunakannya secara seimbang dengan wahyu, tidak berlebihan seperti halnya Muktazilah. Namun, tampaknya ia lebih memprioritaskan wahyu ketimbang akal. Dalam mengomentari 4 masalah; mengetahui Tuhan, kewajiban mengetahui Tuhan, mengetauhi baik dan jahat dan kewajiban mengetahui baik dan jahat. Hanya satu yang dapat diketahui akal, yaitu mengetahui Tuhan. Tiga hal lainnya hanya dapat diketahui melalui informasi wahyu.
3.         Pendidikan Islam dengan Pandangan Asy’ariyah.
Asy-‘Ariyah sebagaimana telah dijelaskan terdahulu bahwa ia merupakan paham sebagai lanjutan dari Jabariyah, hanya saja ia mengambil jalan tengah antara golongan rasionalis dan golongan tekstualis. Tidak menjauhkan diri dari pemakaian akal pikiran dan argumentasi pikiran yang tugasnya tidak lebih dari memperkuat nash-nash al-Qur’an dan Al-hadist.
Jika dikaitkan dengan pandangannya mengenai pendidikan Islam maka manusia sesuai dengan teori kasbnya bahwa manusia dapat berkehendak untuk melaksanakan proses pendidikan Islam, adapun mengenai berhasil atau tidaknya proses tersebut maka Tuhanlah yang berkuasa menentukannya, sebab manusia hanya dapat berkehendak akan tetapi Tuhanlah yang menciptakan kehendak yang ada pada diri manusia tersebut. Pandangan ini dalam Pendidikan Islam dikenal dengan aliran antara al-fitrah dengan al-biah. Masing-masing mempunyai peran aktif dalam memberikan pengaruh terhadap proses pendidikan.
Al-Qur’an merupakan kitab suci petunjuk yang senantiasa mengajak manusia untuk menuntut ilmu pengetahuan. Bahkan dalam salah satu ayat al-Qur’an Allah swt. menjanjikan akan menempatkan orang-orang yang berpengetahuan pada derajat yang lebih tinggi. Demikian tegasnya Allah swt. memerintahkan kepada manusia sehingga mereka termotivasi untuk menuntut ilmu pengetahuan dan mengembangkannya dalam berbagai bentuk kreativitas. Pendidikan dalam arti yang luas telah ditempatkan sebagai bagian dari misi Rasulullah yang utama dalam mengajarkan dan menyebarkan risalah yang diamanahkan Allah swt. Islam juga menegaskan bahwa proses pendidikan telah terjadi sejak awal adanya manusia di muka bumi ini.


BAB  III
PENUTUP

A.      KESIMPULAN
1.      Secara etimologi Qadariyah berasal dari kata qadara yang berarti kuasa atau mampu. Nama Qadariyah berasal dari pengertian bahwa manusia mempunyai qudrah atau kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya sendiri tanpa ada intervensi dari Tuhan.
2.      Peran pendidikan Islam dalam mengajarkan berbagai hal agar menjadi suatu kebiasaan yang tentunya dalam hal ini faktor lingkungan sosial dapat memberikan pengaruh pada kebebasan diri atau pikiran manusia dalam memilih atau memperbuat sesuatu. Sehingga, pendidikan Islam sangat membuka peluang kepada manusia agar senantiasa berusaha mananamkan nilai-nilai yang baik dalam kehidupannya dengan mengerahkan seluruh kemampuan akalnya dan pemahamannya terhadap wahyu karena dua hal tersebut selalu berdampingan satu sama lain dan saling melengkapi.
3.      Jabariyah berasal dari kata jabara yang berarti terpaksa melakukan sesuatu. Manusia tidak mempunyai kemampuan untuk berbuat. Manusia hanya bergantung pada qada’ dan qadar Tuhan yang telah diciptakan kepadanya.
4.      Jika dikaitkan dengan pendidikan Islam maka pendidikan sama sekali tidak mempunyai daya atau kekuatan untuk mempengaruhi anak. Pendidikan hanya dapat memberi polesan luar dari tingkah laku sosial anak, sedangkan bagian internal dari kepribadian anak didik tidak dapat ditentukan, sehingga akan melahirkan sikap pesimisme karena tidak adanya kepercayaan akan nilai-nilai dari pendidikan sehingga anak itu diterima apa adanya.
5.      Pemikiran Asy-‘Ariyah mengenai perbuatan manusia hubungannya dengan kehendak dan kekuasaan Tuhan ia namai dengan istilah kasb (perolehan/ perbuatan). Tuhan pencipta semua perkara manusia berarti Tuhanlah pembuat semuanya pula. Semua perbuatan yang timbul dari manusia dengan perantaraan daya yang diciptakan adalah berarti manusia sebenarnya merupakan tempat bagi perbuata-perbuatan Tuhan. Jadi pada dasarnya, sesuatu yang dikehendaki oleh Allah akan terjadi sedang sesuatu yang tidak dikehendaki-Nya tidak akan terjadi.
6.      Jika dikaitkan dengan pandangannya mengenai pendidikan Islam maka manusia dapat berkehendak untuk melaksanakan proses pendidikan Islam, adapun mengenai berhasil atau tidaknya proses tersebut maka Tuhanlah yang berkuasa menentukannya, sebab manusia hanya dapat berkehendak akan tetapi Tuhanlah yang menciptakan kehendak yang ada pada diri manusia tersebut.

DAFTAR PUSTAKA


http://www.smp1belawa.com/2010/12/filsafat-pendidikan.html

No comments:

Post a Comment