MAKALAH
FUNGSI-FUNGSI PENDIDIKAN ISLAM DALAM HIDUP DAN
KEHIDUPAN MANUSIA
Dosen Pembimbing : Siti
Rofingah, M. Pd. I
Disusun oleh : Kelompok XII
Anggota :
1)
Mawarni
2)
Muhammad Ali
3)
Nor Hadi
4)
Raihanatun Nisa
5)
Sam’uni
Lokal / Semester : G
/ IV (Empat)
Mata Kuliah : Filsafat Pendidikan
Islam
Sekolah Tinggi Agama Islam
(STAI)
Kuala Kapuas
2013
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
Alhamdulillah segala
puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq serta
hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Fungsi-Fungsi Pendidikan Islam
dalam Hidup dan Kehidupan Manusia”, sesuai
dengan waktu yang telah ditentukan. Shalawat serta salam tak lupa pula kami
berikan kepada junjungan Nabi besar Muhammad Saw. Beserta keluarga, sahabat,
kerabat, dan pengikut beliau hingga akhir zaman.
Pembuatan makalah ini tentunya bertujuan
untuk menambah wawasan para mahasiswa (i) STAI Kuala Kapuas, serta melengkapi
tugas mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam yang dibimbing oleh Ibu Siti Rofingah, M. Pd. I.
Kami menyadari dalam
pembuatan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, dari segi cara
penulisan maupun isi data yang kami miliki. Untuk itu kami memohon maaf
sebesar-besarnya. Dan kami juga sangat mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun, agar pada pembuatan makalah selanjutnya kami bisa
melakukannya dengan lebih baik lagi.
Wassalamualaikum Wr.
Wb.
Kuala Kapuas,
Februari 2013
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN
SAMPUL ........................................................................................................... i
KATA
PENGANTAR ............................................................................................................ ii
DAFTAR
ISI ........................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang .............................................................................................. 1
B.
Rumusan
Masalah
......................................................................................... 1
C.
Tujuan
Penulisan ........................................................................................... 1
D.
Ruang
Lingkup Penulisan
.............................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
A.
Fungsi Pendidikan Islam
dalam Hidup dan
Kehidupan Manusia ................. 2
B.
Manusia Memiliki
Fitrah atau Potensi .......................................................... 2
C.
Manusia dapat
Didik dan Mendidik
............................................................. 5
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan
.................................................................................................... 7
B.
Saran
– Saran ................................................................................................ 7
DAFTAR PUSTAKA
............................................................................................................. 8
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pendidikan
adalah kata yang tidak asing lagi didengar bagi semua orang di dunia. Kebutuhan
akan pendidikan sudah menjadi sangat primer, seperti sandang, pangan dan papan.
Pendidikan
pun memiliki fungsinya sendiri. Ditinjau dari segi antropologi budaya dan
sosiologi, fungsi pendidikan yakni :
1. Mengembangkan wawasan subjek didik
mengenai dirinya dan alam sekitarnya, sehingga timbul kemampuan membaca
(analisis), mengembangkan kreativitas dan produkstivitas.
2. Melestarikan nilai-nilai insani yang
akan menuntun jalan kehidupannya sehingga keberdaannya, baik secara individual
maupun sosial, lebih bermakna.
3. Membuka pintu ilmu pengetahuan dan
keterampilan yang sangat bermanfaat bagi kelangsungan dan kemajuan hidup
individu maupun sosial.
B.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas,
penulis merumuskan beberapa masalah yang akan dijadikan pokok pembahasan dalam
penulisan makalah ini, diantaranya :
1. Apa
fungsi pendidikan Islam dalam hidup dan kehidupan manusia ?
2. Bagaimana
manusia memiliki fitrah atau potensi ?
3. Bagaimana
manusia dapat dididik dan harus mendidik ?
C.
TUJUAN PENULISAN
Makalah ini adalah sebuah tulisan yang
disusun dan direncanakan oleh penulis. Hal ini menunjukkan bahwa adanya tujuan
yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini yakni :
1. Untuk
mempelajari tentang fungsi pendidikan Islam dalam hidup dan kehidupan manusia.
2. Untuk
mengetahui dan mempelajari tentang manusia memiliki fitrah atau potensi.
3. Untuk
mengetahui dan mempelajari tentang manusia dapat dididik dan harus mendidik.
D.
RUANG LINGKUP PENULISAN
Dalam pembuatan makalah ini, lingkup
pembahasannya meliputi :
1. Lingkup
pembahasan makalah difokuskan pada pembahasan tentang fungsi-fungsi pendidikan
Islam dalam hidup dan kehidupan manusia.
2. Lingkup
waktu yang diberikan dalam pembuatan makalah ini selama 1 minggu.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
FUNGSI PENDIDIKAN ISLAM DALAM HIDUP
DAN KEHIDUPAN MANUSIA
Pendidikan Islam adalah bimbingan
jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam, menuju terbentuknya
kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.[1]
Memahami ajaran Islam secara universal adalah merupakan tujuan yang harus
dicapai oleh pendidikan itu sendiri, dan tujuan ini adalah manipestasi dari
kehendak Allah yang memang dari awal penciptaan manusia dibekali dengan
berbagai potensi terutama pada fitrah ketuhanan.
Dari pengertian pendidikan Islam di
atas fungsi pendidikan Islam dapat berarti memelihara dan mengembangkan fitrah
dan sumber daya manusia menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil)
yakni manusia berkualitas sesuai dengan pandangan Islam.
Apabila dari kajian antropologi dan
sosiologi tentang fungsi pendidikan dikembalikan ke dalam perspektif al-Qur’an
dapat disimpulkan bahwa fungsi pendidikan Islam ialah :
1. Mengembangkan wawasan yang tepat dan
benar mengenai jati diri manusia, alam sekitarnya dan mengenai kebesaran ilahi,
sehingga tumguh kemampuan membaca (analisis) fenomena alam dan kehidupan serta
memahami hukum-hukum yang terkandung di dalamnya. Dengan kemampuan ini akan
menumbuhkan kreativitas dan produktivitas sebagai implementasi identifikasi
diri pada tuhan “pencipta”.
2. Membebaskan manusia dari segala unsur
yang dapat merendahkan martabat manusia (fitrah manusia), baik yang datang dari
dalam dirinya sendiri maupun dari luar.
3. Mengembangkan ilmu pengetahuan untuk
dan memajukan kehidupan baik individu maupun sosial.
B.
MANUSIA MEMILIKI
FITRAH ATAU POTENSI
Fitrah
merupakan istilah bahasa arab yang berarti asal kejadian manusia,
kesucian dan agama yang benar.[2]
Fitrah manusia atau asal kejadiannya sebagaimana diciptakan Allah swt, menurut
ajaran Islam, adalah bebas dari noda dan dosa seperti bayi baru lahir dari
perut ibunya.
Ditinjau
dari segi bahasa, fitrah berarti ciptaan, sifat tertentu yang mana setiap yang
maujud disifati dengannya pada masa awal penciptaannya, sifat pembawaan manusia
(sejak lahir), agama, as-sunnah.[3]
Dari satu
sisi, aliran konvergensi dekat dengan konsep fitrah walaupun tidak sama karena
perbedaan paradigmanya. Adapun kedekatannya: Pertama, Islam menegaskan
bahwa manusia mempunyai bakat-bakat bawaan atau keturunan, meskipun semua itu
merupakan potensi yang mengandung berbagai kemungkinan, Kedua, Karena masih
merupakan potensi maka fitrah itu belum berarti bagi kehidupan manusia sebelum
dikembangkan, didayagunakan dan diaktualisasikan. Namun demikian, dalam Islam,
faktor keturunan tidaklah merupakan suatu yang kaku sehingga tidak bisa
dipengaruhi. Ia bahkan dapat dilenturkan dalam batas tertentu. Alat untuk
melentur dan mengubahnya ialah lingkungan dengan segala unsurnya. Karenanya,
lingkungan sekitar ialah aspek pendidikan yang penting. Ini berarti bahwa
fitrah tidak berarti kosong atau bersih seperti teori tabula rasa tetapi
merupakan pola dasar yang dilengkapi dengan berbagai sumber daya manusia yang
potensial.
Al Ragib
al Asfahani, ketika menjelaskan makna fitrah dari segi bahasa, dia
mengungkapkan kalimat” Fatara Allah al Halk” yang maksudnya Allah mewujudkan sesuatu
dan menciptakannya bentuk atau keadaan kemampuan untuk melakukan
perbuatan-perbuatan.[4]
Sedangkan maksud firman Allah, sebagaimana dalam Al Qur an surah Ar rum ayat 30
adalah suatu kekuatan atau daya untuk mengenal atau mengakui Allah (keimanan
kepadanya) yang menetap atau menancap di dalam diri manusia. Dengan demikian,
maka fitrah Adalah suatu kekuatan atau kemampuan (potensi terpendang) yang
menancap pada diri manusia sejak awal kejadiaanya, untuk komitmen terhadap
nilai-nilai keimanan kepadaNya, cenderung kepada kebenaran (hanif), dan potensi
itu merupakan ciptaan Allah swt.
Menurut
Hasan Langulung, ketika Allah menghembuskan atau meniupkan ruh pada diri
manusia (pada proses kejadian manusia secara non fisik atau immateri) maka pada
saat itu pula manusia (dalam bentuknya yang sempurna) mempunyai sebagian
sifat-sifat ketuhanan sebagaimana yang terkandung dalam Asmaul Husna. Hanya saja
kalau Allah serba Maha, sedang manusia hanya diberi sebagiannya. Sebagian
sifat-sifat ketuhanan yang menancap pada diri manusia dan dibawanya sejak
lahir, itulah yang disebut fitrah.[5]
Sebagian sifat-sifat ketuhanan (potensi atau fitrah) itu harus ditumbuhkembangkan
secara terpadu oleh manusia dan diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari,
baik dalam kehidupan individu maupun kehidupan sosialnya. Karena kemuliaan
seseorang di sisi Allah lebih ditentukan oleh sejauh mana kualitasnya dalam
mengembangkan sifat-sifat ketuhanan tersebut yang ada pada dirinya, bukan
dilihat dari aspek fisik dan jasmani. Islam sangat menentang faham
materialisme, faham atau pandangan yang berlebih-lebihan dalam mencintai materi
karena pandangan semacam itu dapat merusak bagi pengembangan sifat-sifat
ketuhanan (fitrah manusia) serta menghalangi kemampuan seseorang dalam
menangkap kebenaran Ilahiyah yang bersifat immateri.
Pemahaman
tentang fitrah manusia, sangat mendasar bila dikaji dari ajaran agama
Islam sebagaimana yang ditunjukkan dalam al Qur’an dan as-Sunnah, karena di dalam
al Qur an surah ar Rum ayat 30 dinyatakan bahwa agama Islam sangat sesuai
dengan fitrah manusia. Ajaran Islam yang hendaknya dipatuhi oleh manusia itu
syarat dengan nilai-nilai ilahiyah yang universal dan manusiawi yang patut
dikembangkan dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Bahkan segala perintah dan
larangannya pun erat hubungannya dengan fitrah manusia.
Fitrah
dengan arti kesucian terdapat dalam hadis yang menyebutkan bahwa setiap
kelahiran (anak yang lahir) berada dalam keadaan fitrah, maka kedua orang
tuanya yang mempengaruhi anak itu menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majuzi. (H.R.
Ahmad).[6] Fitrah
dalam pengertian ini, tidak berarti kosong atau bersih seperti teori
tabularasa, tetapi merupakan pola dasar yang harus dilengkapi dengan berbagai
sumber daya insani yang potensial. Karena masih merupakan potensi maka fitrah
itu belum berarti apa-apa bagi kehidupannya sebelum dikembangkan, didayagunakan
dan diaktulisasikan. Firman Allah dalam an Nahl ayat 78:
ª!$#ur Nä3y_t÷zr&
.`ÏiB
ÈbqäÜç/ öNä3ÏF»yg¨Bé&
w
cqßJn=÷ès? $\«øx© @yèy_ur
ãNä3s9
yìôJ¡¡9$#
t»|Áö/F{$#ur noyÏ«øùF{$#ur
öNä3ª=yès9
crãä3ô±s?
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu
dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran,
penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.”[7]
Agar manusia dapat bersyukur atas
nikmat dan anugerah Allah swt (menggunakannya dengan sebaik-baiknya), perlu
bantuan dari luar dirinya yaitu pengaruh lingkungannya yang positif,
konstruktif, dan yang mendidik. Jadi jelas bahwa fitrah dan sumber daya insani
serta bakat-bakat bawaanya bersama-sama dengan lingkungan, termasuk
pendidikannya, mempengaruhi perkembangan dan prosses realisasi diri manusia.[8]
Bila dicermati maka fitrah manusia itu banyak macamnya
antara lain:
1. Fitrah beragama, ialah potensi
bawaan yang mendorong manusia untuk selalu pasra, tunduk dan patuh kepada Tuhan
yang menguasai dan mengatur segalah aspek kehidupan manusia.
2. Fitrah berarti berakal budi,
merupakan potensi bawaan yang mendorong manusia untuk berfikir dan berzikir dalam
memahami tanda-tanda keagunan Tuhan yang ada dialam semesta, berkreasi dan
berbudaya, serta memahami persoalan dan tantangan hidup yang dihadapinya
dan berusaha memecahkannya.
3. Fitrah kebersihan dan kesucian
4. Fitrah bermoral atau berakhlak.
5. Fitrah kebersamaan dan persatuan.
6. Fitrah individu dan social.
7.
Fitrah kebenaran, keadilan dan kemerdekaan.
8.
Fitra seksual.
9.
Fitrah ekonomi dan politik dan.
10. Fitrah seni.
C.
MANUSIA
DAPAT DIDIDIK DAN MENDIDIK
Manusia adalah makhluk paedagogik
yang diciptakan oleh Allah swt dengan membawa potensi dapat dididik dan
mendidik. Potensi ini pulalah yang kemudian mengantar manusia mendapat
kepercayaan atau amanah sebagai khalifah.
Potensi atau fitrah yang dimiliki setiap
insan untuk mencari atau menemukan kebenaran melalui kegiatan belajar artinya
bahwa manusia membutuhkan pendidikan yakni setiap orang berpotensi untuk didik
dan mendidik. Teori nativis dan empiris yang dipertemukan oleh Kershenteiner
dengaan teori konvergensinya, telah membuktikan bahwa manusia itu adalah
makhluk yang dapat didik dan mendidik.[9]
Manusia sebagai makhluk yang dapat
dididik dan mendidik (homo-educadum) diimplementasikan dalam kegiatan
pendidikan yang didalamnya terdapat peserta didik dan pendidik sebagai objek
utama pendidikan. Peserta didik dalam perspektif pendidikan sering disebut
sebagai manusia yang belum dewasa, maka ia memerlukan pertolongan dari orang
lain yang di anggapnya dewasa.
Anak didik adalah salah satu bagian yang terpenting
dalam proses pendidikan. Hal tersebut mengingat, fokus utama proses pendidikan
adalah pembentukan anak didik menjadi manusia-manusia baru. Menjadikannya
menyadari tentang potensi-potensi kemanusiaan yang dimiliki, dan menggunakan potensinya
itu sesuai dengan norma budaya dan agama yang dianutnya. Pada tahap kelanjutan pendidikan
anak didik diharapkan menyadari eksistensinya sebagai manusia atau lebih
tepatnya sebagai hamba yang harus mengenal pencipta-Nya dan tunduk kepada-Nya.
Fitrah atau potensi yang dimiliki setiap manusia akan mengantarkan kepada
hakikat dari tujuan hidupnya yang bermuara pada penemuan jati dirinya. Dengan
demikian dapat dikatatakan bahwa terminal akhir dari proses pendidikan adalah
menjadikan peserta didik sebagai manusia yang memiliki bekal ilmu, iman dan
amal.
Keharusan anak dalam mendapatkan
pendidikan didasari atas fitrah anak sebagai manusia yang memiliki
kecenderungan kepada pencarian pada hal-hal yang positif (hanif). Oleh karena
itu, pendidikan harus memiliki tugas mengembangkan potensi itu sehingga
diharapkan dapat menemukan kebenaran hakiki dan universal.
Sedang pendidik adalah mereka yang
dikategorikan sebagai orang dewasa yang bertanggung jawab memberi pertolongan
kepada peserta didik, dalam arti membantunya dalam mengembangkan fitrahnya
dalam menemukan kebenaran dan mencapai tingkat kedewasaan.
Berangkat dari sebuah tanggung jawab
dalam menjalankan amanah merupakan konsekuensi dari tugas kekhalifahan. Amanah
ini harus diterjemahkan secara mendalam mengingat potensi atau fitrah yang
dianugerahkan kepada manusia mencakup semua aspek pencapaian secara paripurna.
Manusia yang lahir tanpa mengetahui apa-apa selain dari fitrah, yang
mendasarinya menjadi tahu bahwa semuanya tidak berjalan secara instan tetapi
melalui proses pendidikan. Proses pendidikan akan melahirkan setiap generasi
pelanjut dalam menyambung tugas kekhalifahan. Dengan dasar ini manusia wajib
untuk mewariskan ilmu pengetahuan yang dimiliki melalui kegiatan pendidikan.
Kewajiban orang tua dalam hal
pendidikan menjadi hal yang sangat esensi bagi kehidupan anak didik. Peranan
orang tua sebagai pendidik akan menentukan perjalanan anak didiknya dalam
menemukan dan menngembangkan potensi atau fitrah yang dimilikinya. Hal ini sejalan
dengan perkataan Rasulullah bahwa setiap anak yang lahir dalam keadaan fitrah,
tergantung kepada kedua orang tuanya apakah anak mau diarahkan ke Yahudi,
Nasrani, atau Majusi. Hal ini memberi makna, bahwa orang tua selaku pendidik
memiliki tanggung jawab yang besar dalam membimbing, mengarahkan dan menemukan
jati diri setiap anak didiknya.
Dalam
hal fungsi pendidik menurut esensialisme, bahwa peran guru sebagai penyusdun
scenario pendidikan. Peran ini didasarkan atas dua alas an utama yakni :
1. Transmisi pengetahuan dan kecakapan,
bersumber dari pendidik. Untuk pelaksanaannya, pengetahuan pendidik tentang
konten dan materi serta teknik penyampaiannya harus lebih dari cukup.
2. Pengembangan kemampuan berpikir
kritis pada subyek didik juga bersumber dari pendidik.[10]
Selanjutnya nasehat Lukman pada puteranya yang diabadikan dalam Al-Qur'an
menjelaskan fungsi pendidik dalam mengarahkan tujuan hidup peserta didik sesuai
dengan fitrahnya.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
1. Fungsi pendidikan islam dapat
berarti memelihara dan mengembangkan fitrah dan sumber daya manusia menuju
terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil) yakni manusia berkualitas sesuai
dengan pandangan islam.
2. Fitrah merupakan istilah bahasa arab
yang berarti asal kejadian manusia, kesucian dan agama yang benar.
Fitrah manusia atau asal kejadiannya sebagaimana diciptakan allah swt, menurut
ajaran islam, adalah bebas dari noda dan dosa seperti bayi baru lahir dari
perut ibunya.
3.
Potensi atau fitrah yang dimiliki setiap insan untuk mencari
atau menemukan kebenaran melalui kegiatan belajar artinya bahwa manusia
membutuhkan pendidikan yakni setiap orang berpotensi untuk didik dan mendidik.
B.
SARAN-SARAN
1.
Hendaknya pemerintah memberikan dukungan untuk terlaksananya
fungsi-fungsi pendidikan Islam.
2.
Perlunya guru melaksanakan kegiatan belajar mengajar yang
menerapkan fungsi-fungsi pendidikan Islam.
3.
Adanya kesadara dari peserta didik untuk menerapkan segala
fungsi pendidikan Islam untuk menjadi manusia yang insane kamil.
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi. 1992. Islam sebagai
Paradigma Ilmu Pendidikan. Yogyakarta : Aditya Media bekerjasama dengan
IAIN Walisongo Press.
Al-Hafid.
M. Radhi. 2000. Tantangan Perguruan
Tinggi Islam di Era Globalisasi. Penerbit Pusat Pengkajian Islam pada
Masyarakat Makassar.
Darajat,
Zakiah dkk. 2006. Ilmu Pendidikan Islam.
Jakarta : Bumi Aksara.
Departemen Agama RI. 1971. Al
Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta : Proyek Pengadaan Kitab Suci Al Qur’an.
Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Ensiklopedi Islam
Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve.
Marimbah, Ahmad D. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung
: PT. Al Ma’arif.
Muhaimin, dkk. 2004. Paradigma
Pendidikan Islam, Upaya mengefektifkan Pendidikan Agama di sekolah. Bandung : Remaja Rosdakarya.
[1]
Ahmad
D. Marimbah, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam (Cet.
VIII;Bandung, PT. Al Ma’arif) h. 23
[2]
Departemen
Pendidikan Nasional, Ensiklopedi Islam (Cet. XI; Jakarta, Ichtiar Baru
Van Hoeve, 2003) h. 20
[3] Muhaimin
dkk, Paradigma Pendidikan Islam, Upaya mengefektifkan Pendidikan Agama
disekolah (Cet. III; Bandung, Remaja Rosdakarya 2004) h. 16
[4] Muhaimin
dkk, Paradigma Pendidikan Islam, Upaya mengefektifkan Pendidikan Agama
disekolah (Cet. III; Bandung, Remaja Rosdakarya 2004) h. 17
[6] Achmadi,
Islam sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan (Cet. I; Yogyakarta Aditya Media
bekerjasam dengan IAIN Walisongo Press 1992) h. 53
[7] Departemen
Agama RI, al Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta Proyek Pengadaan Kitab Suci
al Qur’an 1971) h. 413
[8]
Achmadi, Of. Cit, h. 54
[9]
Zakiah Darajat, dkk. Ilmu Pendidikan Islam (Cet VI. Jakarta :
Bumi Aksara, 2006) h.17
[10] M. Radhi
Al-Hafid .Tantangan Perguruan Tinggi
Islam di Era Globalisasi (Penerbit Pusat Pengkajian Islam pada Masyarakat
Makassar; 2000) h.63.
No comments:
Post a Comment