Salah satu permasalahan yang dihadapi
oleh pendidik adalah adanya jurang yang cukup dalam antara yang diajarkan
dengan apa yang sebenarnya terjadi (realita). Materi yang diberikan oleh para
pengajar umumnya adalah hanya mendasarkan kepada body of knowledge bukan pada
frontier areas .Kendati sudah ada upaya untuk menerapkan link and match yang
orientasinya kearah praktis atau aplikatis keilmuan tetapi kerangka dasar
konsep keilmuan tidak dijadikan landasan methodologi pengembangan, tentulah
kreativitas keilmuan tidak dapat dikembangkan secara maksimal. Menyadari
kelemahan yang ada maka sangat urgen kiranya bagi pendidikan untuk mendalami
filsafat, terutama filsafat ilmu, sebagai landasan yang pakem meletakkan
landasan yang benar bagi pengembangan keilmuan itu sendiri.
Diakui atau tidak umat Islam era sekarang ini sering terjebak dengan patron Islamisasi ilmu, yang menurut Kuntowijoyo; menyatakan agar umat Islam berusaha untuk tidak begitu saja meniru methode-methode dari luar dengan mengembalikan pengetahuan pada pusatnya yaitu tauhid. Dari tauhid, akan ada tiga macam kesatuan,yaitu kesatuan pengetahuan, kesatuan kehidupan dan kesatuan sejarah. Selama umat Islam tidak mempunyai methodology sendiri maka umat Islam akan selalu dalam bahaya. Dalam kontek sejarah perlu kiranya seorang pendidik mengetahui sejarah perkembangan ilmu dan falsafahnya. Sinergi dengan pernyataan tentang kesatuan sejarah, yang artinya bahwa pengetahuan harus mengabdi pada umat dan manusia. Disinilah perlunya kita tinjau filsafat ilmu dan sejarah perkembangannya secara integral. Dalam mempelajari sejarah perkembangan ilmu tentu saja kita tidak bisa berpaling dari asal filsafat itu sendiri yaitu Yunani, dengan pembagian klasifikasi secara periodik.
Diakui atau tidak umat Islam era sekarang ini sering terjebak dengan patron Islamisasi ilmu, yang menurut Kuntowijoyo; menyatakan agar umat Islam berusaha untuk tidak begitu saja meniru methode-methode dari luar dengan mengembalikan pengetahuan pada pusatnya yaitu tauhid. Dari tauhid, akan ada tiga macam kesatuan,yaitu kesatuan pengetahuan, kesatuan kehidupan dan kesatuan sejarah. Selama umat Islam tidak mempunyai methodology sendiri maka umat Islam akan selalu dalam bahaya. Dalam kontek sejarah perlu kiranya seorang pendidik mengetahui sejarah perkembangan ilmu dan falsafahnya. Sinergi dengan pernyataan tentang kesatuan sejarah, yang artinya bahwa pengetahuan harus mengabdi pada umat dan manusia. Disinilah perlunya kita tinjau filsafat ilmu dan sejarah perkembangannya secara integral. Dalam mempelajari sejarah perkembangan ilmu tentu saja kita tidak bisa berpaling dari asal filsafat itu sendiri yaitu Yunani, dengan pembagian klasifikasi secara periodik.
Karena setiap periode mempunyai ciri
khas tertentu dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Penemuan-penemuan demi
penemuan yang diakukan oleh manusia hingga zaman sekarang ini tidaklah terpusat
di satu tempat atau wilayah tertentu. Penemuan-penemuan itu menyebar dari
babylonia, Mesir, China, India, Irak, Yunani, hingga ke daratan Eropha.
PEMBAHASAN
A. Filsafat Ilmu
a.
Pengertian
Filsafat Ilmu
Istilah filsafat dalam bahasa Indonesia
memiliki padanan kata falsafah (Arab), philosophy (Inggris), philosophia
(Latin), philosophie (Jerman, Belanda, Perancis) Semua istilah itu bersumber
dari pada istilah Yunani philosophia. Istilah Yunani philien berarti mencintai
sedangkan philos berarti teman. Selanjutnya istilah sophos berarti bijaksana,
sedangkan Sophia berarti kebijaksanaan.
Sedangkan kata ilmu merupakan
terjemahan dari kata dalam bahasa Inggris; science. Kata science berasal dari
kata latin scienntia yang berarti pengetahuan. Kata scientia ini berasal dari
kata kerja scire yang artinya mempelajari, mengetahui.
Namun Jujun Suryasumantri mengemukakan bahwa ilmu adalah merupakan suatu pengetatahuan yang mencoba menjelaskan rahasia alam agar gejala alamiah tersebut tidak lagi merupakan misteri. Penjelasan ini memungkinkan kita untuk meramalkan apa yang akan terjadi. Dengan demikian, penjelasan ini memungkinkan kita untuk mengontrol gejala tersebut. Untuk itu ilmu membatasi ruang jelajah kegiatan pada daerah pengalaman manusia. Artinya, obyek penjelajahan keilmuan meliputi segenap gejala yang dapat ditangkap dengan oleh pengalaman manusia lewat pancaindera.
Namun Jujun Suryasumantri mengemukakan bahwa ilmu adalah merupakan suatu pengetatahuan yang mencoba menjelaskan rahasia alam agar gejala alamiah tersebut tidak lagi merupakan misteri. Penjelasan ini memungkinkan kita untuk meramalkan apa yang akan terjadi. Dengan demikian, penjelasan ini memungkinkan kita untuk mengontrol gejala tersebut. Untuk itu ilmu membatasi ruang jelajah kegiatan pada daerah pengalaman manusia. Artinya, obyek penjelajahan keilmuan meliputi segenap gejala yang dapat ditangkap dengan oleh pengalaman manusia lewat pancaindera.
Filsafat ilmu adalah cabang dari ilmu
filsafat. Kalau didefinisikan filsafat ilmu adalah refleksi kegiatan secara
mendasar dan integral, maka filsafat ilmu adalah refleksi mendasar dan integral
mengenai hakekat ilmu pengetahuan itu sendiri. Filsafat ilmu (Philosophy of
Sciensi, Wisssenchaftlehre, Wetenschapsleer) merupakan penerusan dalam
pengembangan filsafat pengetahuan, sebab pengetahuan ilmiah tidak lain adalah
a’higher level dalam perangkat pengetahuan manusia dalam arti umum sebagaimana
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karenanya obyek pengetahuan
disana-sini sering berhimpitan, namun berbeda dalam aspek dan motif
pembahasannya.
b.
Sejarah
Perkembangan Filsafat Ilmu
Dalam sejarah perkembangannya
sebagaimana yang terjadi di dunia Islam dengan kelahiran mu’tazilah yang
mengedepankan akal (rasio) sekitar (abad 2 H/8M), di dunia Eropha juga lahir
gerakan Aufklarung (abad 11 H/17 M). kedua sisi ini hendak merasionalkan agama.
Mu’tazilah menolak adanya sifat-sifat Tuhan dan Aufklarung menolak trinitas
sebagai sifat Tuan. Alam Aufklarung inilah dalam perkembangannya telah membuat
peradaban Eropa menjurus pada pemujaan akal. Mereka berpendapat bahwa antara
ilmu dan agama terjadi pertentangan yang keras, ilmu pengetahuan berkembang
pada dunianya dan agama pada dunia yang lain. Dalam persoalan ini lahirlah
sikap sekuleristik dalam ilmu pengetahuan.
Liberalisasi, emensipasi, otonomi pribadi, dan otoritas rasio yang begitu diagungkan merupakan nilai-nilai kejiwaan yang selalu mewarnai sikap mental manusia Barat semenjak zaman renaissance (abad 15) dan Aufklaerung (abad ke 18) yang memungkinkan mereka melakukan tinggal landas mengarungi dirgantara ilmu pengetahuan yang tiada bertepi dengan hasil-hasil sebagaimana mereka miliki hingga sekarang ini.
Liberalisasi, emensipasi, otonomi pribadi, dan otoritas rasio yang begitu diagungkan merupakan nilai-nilai kejiwaan yang selalu mewarnai sikap mental manusia Barat semenjak zaman renaissance (abad 15) dan Aufklaerung (abad ke 18) yang memungkinkan mereka melakukan tinggal landas mengarungi dirgantara ilmu pengetahuan yang tiada bertepi dengan hasil-hasil sebagaimana mereka miliki hingga sekarang ini.
Tokoh-tokoh renaissance dan Aufklaerung
seperti Copernicus (1473- 1543), Kepler (1571-16300, Galilie (1564-1642),
Descrates (1596-1650), Newton (1643-1727), Immanuel Kant(1724-1804), adalah
sebagaian dari deretan panjang nama-nama yang dalam sejarah kehidupan umat
manusia meupakan pelopor dan peletak dasar ilmu pengetahuan modern. Ilmu
pengetahun sebagai pengejawantahan peradaban manusia telah dan akan terus
berkembang menurut proses dialektis, eksternalisasi, tempat manusia membangun
dunianya, menciptakan alam lingkungannya, objektiivitas, tempat terciptanya
hasil-hail karya manusia secara objektif kemudian terlepas dan akan berkembang
menurut hukum-hukumnya sendiri, internalisasi , struktural dunia objektif ke
dalam kesadaran subjektifnya.
Namun perkembangan fisafat ilmu itu
sendiri berbanding lurus dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Tentang ilmu
terutama amat penting karangan-karangan dan buah pikiran Ibnu Rusyd (Averroism)
sangat berpengaruh atas perkembangan ilmu pada universitas-universitas yang
terkenal di Eropa, seperti Bologna, Napoli, Paris dan lain-lain sehingga
menjadi faktor yang penting dalam bangkitnya sikap pikiran ilmu manusia baru
dizaman renaissance.
Zaman perkembangan ilmu yang palnig
menentukan dasar kemajuan ilmu sekarang ini ialah sejak zaman sekarang ini
ialah sejak abad ke 17 dengan dorongan beberapa hal : pertama : untuk
mengembalikan keputusan dan pernyataan-pernyataan ilmiah lalu menonjolkan
peranan matematik sebagai sarana penunjang pemikiran ilmiah. Dalam angka inilah
mulainya menonjol peranan penggunaan angka Arab di Eropa (angka yang kita kenal
di dunia sekarang) karena dinilai lebih sederhana dan praktis dari pada angka
–angka Romawi. Adapun angka Arab itu sendiri dikembangkan dan berasal dari
kebudayaan India. Faktor yang kedua dalam revolusi ilmu di abad ke 17, ialah
makin gigihnya para ilmuwan menggunakan pengamatan dan eksperimen, dalam
membuktikan kebenaran-kebenaran preposisi ilmu.
Namun J.B.Bury menyangkal bahwa
kemajuan ilmu tidak terdapat pada abad pertengahan bahkan tidak terdapat pada
awal Renaissance ,tetapi baru abad ke -17, sebagai hasil dari rumusan Cartesius
tentang dua aksioma yaitu :
1) berkuasanya akal manusia dan 2) tak berubah-ubahnya
hukum alam.
Perkembangan pemikiran secara teoritis senantiasa mengacu kepada peradaban Yunani .Oleh karena itu periodesasi perkembangan ilmu disusun mulai dari peradaban Yunani kemudian diakhiri pada penemuan-penemuan pada zaman kontemporer. Secara singkat periodesasi perkembangan ilmu dapat digambarkan sebagai berikut :
Perkembangan pemikiran secara teoritis senantiasa mengacu kepada peradaban Yunani .Oleh karena itu periodesasi perkembangan ilmu disusun mulai dari peradaban Yunani kemudian diakhiri pada penemuan-penemuan pada zaman kontemporer. Secara singkat periodesasi perkembangan ilmu dapat digambarkan sebagai berikut :
1.
Pra Yunani Kuno
(abad 15-7 SM)
Dalam sejarah perkembangan peradaban
manusia. Yakni ketika belum mengenal peralatan seperti yang dipakai sekarang
ini. Pada masa itu manusia masih menggunakan batu sebagai peralatan. Masa zaman
batu berkisar antara 4 juta tahun sampai 20.000 tahun sebelum masehi. Sisa
peradaban manusia yang ditemukan pada masa ini antara lain: alat-alat dari
batu, tulang belulang dari hewan, sisa beberapa tanaman, gambar-gambar
digua-gua, tempat-tempat penguburan, tulang belulang manusia purba. Evolusi
ilmu pengetahuan dapat diruntut melalui sejarah perkembangan pemikiran yang
terjadi di Yunani, Babilonia, Mesir, China, Timur Tengah dan Eropa.
2.
Zaman Yunani kuno (abad-7-2 SM)
Zaman Yunani kuno dipandang sebagai zaman keemasan filsafat,
karena pada masa ini orang memiliki kebebasan untuk mengeluarkan ide-ide atau
pendapatnya, Yunani pada masa itu dianggap sebagai gudangnya ilmu dan filsafat,
karena Yunani pada masa itu tidak mempercayai mitologi-mitologi. Bangsa Yunani
juga tidak dapat menerima pengalaman-pengalaman yang didasarkan pada sikap
menerima saja (receptive attitude) tetapi menumbuhkan anquiring attitude
(senang menyelidiki secara kritis).
Sikap inilah yang menjadikan bangsa Yunani
tampil sebagai ahli-ahli pikir yang terkenal sepanjang masa. Beberapa tokoh
yang terkenal pada masa ini antara lain : Thales, Demokrates dan Aristoteles.
3.
Zaman
Pertengahan (Abad 2- 14 SM)
Zaman pertengahan (middle age) ditandai
dengan para tampilnya theolog di lapangan ilmu pengetahuan. Ilmuwan pada masa
ini adalah hampir semuanya para theolog, sehingga aktivitas ilmiah terkait
dengan aktivitas keagamaan. Atau dengan kata lain kegiatan ilmiah diarahkan
untuk mendukung kebenaran agama. Semboyan pada masa ini adalah Anchila
Theologia (abdi agama). Peradaban dunia Islam terutama abad 7 yaitu Zaman bani
Umayah telah menemukan suatu cara pengamatan stronomi, 8 abad sebelum Galileo
Galilie dan Copernicus. Sedangkan peradaban Islam yang menaklukan Persia pada
abad 8 Masehi, telah mendirikan Sekolah kedokteran dan Astronomi di
Jundishapur. Pada masa keemasan kebudayaan Islam, dilakukan penerjemahan
berbagai karya Yunani. Dan bahkan khalifah Al_Makmun telah mendirikan rumah
Kebijaksanaan (House of Wisdom) / Baitul Hikmah pada abad 9. Pada abad
ini Eropa mengalami zaman kegelapan (dark age).
4.
Masa
Renaissance (14-17 M)
Zaman Renaissance ditandai sebagai era
kebangkitan kembali pemikiran yang bebas dari dogma-dogma agama, Renaissanse
adalah zaman peralihan ketika kebudayaan abad pertengahan mulai berubah menjadi
suatu kebudayaan modern. Tokoh-tokohnya adalah : Roger Bacon, Copernicus, Tycho
Brahe, yohanes Keppler, Galilio Galilei. Yang menarik disini adalah pendapat
Roger Bacon, ia berpendapat bahwa pengalaman empirik menjadi landasan utama
bagi awal dan ujian akhir bagi semua ilmu pengetahuan. Matematik merupakan
syarat mutlak untuk mengolah semua pengetahuan. Menurut Bacon, filsafat harus
dipisahkan dari theologi. Agama yang lama masih juga diterimanya. Ia
berpendapat bahwa akal dapat membuktikan adanya Allah. Akan tetapi mengenai
hal-hal yang lain didalam theology hanya dikenal melalui wahyu. Menurut dia
kemenangan iman adalah besar, jika dogma-dogma tampak sebagai hal-hal yang
tidak masuk akal sama sekali.
Sedangkan Copernicus adalah tokoh
gereja ortodok, yang menerangkan bahwa matahari berada di pusat jagat raya, dan
bumi memiliki dua macam gerak, yaitu perputaran sehari-hari pada porosnya dan
gerakan tahunan mengelilingi matahari. Teori ini disebut Heliosentrisme. Namun
teorinya ditentang kalangan gereja yang mempertahankan prinsip Geosentrisme
yang dianggap lebih benar dari pada prinsip Heliosentrisme. Setiap siang kita
melihat semua mengelilingi bumi. Hal ini ditetapkan Tuhan, oleh agama, karena
manusia menjadi pusat perhatian Tuhan, untuk manusialah semuanya, paham
demikian disebut Homosentrisme. dengan kata lain prinsip Geosentrisme tidak
dapat dipisahkan dari prinsip Homosentrisme.
5.
Perkembangan
Filsafat Zaman Modern (17-19 M)
Zaman ini ditandai dengan berbagai
dalam bidang ilmiah, serta filsafat dari berbagai aliran muncul. Pada dasarnya
corak secara keseluruhan bercorak sufisme Yunani. Paham–paham yang muncul dalam
garis besarnya adalah Rasionalisme, Idialisme, dengan Empirisme. Paham Rasionalisme
mengajarkan bahwa akal itulah alat terpenting dalam memperoleh dan menguji
pengetahuan. Ada tiga tokoh penting pendukung rasionalisme, yaitu Descartes,
Spinoza, dan Leibniz.
Sedangkan aliran Idialisme mengajarkan
hakekat fisik adalah jiwa., spirit, Para pengikut aliran/paham ini pada
umumnya, sumber filsafatnya mengikuti filsafat kritisisismenya Immanuel Kant.
Fitche (1762-1814) yang dijuluki sebagai penganut Idealisme subyektif merupakan
murid Kant. Sedangkan Scelling, filsafatnya dikenal dengan filsafat Idealisme
Objektif .Kedua Idealisme ini kemudian disintesakan dalam Filsafat Idealisme
Mutlak Hegel.
Pada Paham Empirisme mengajarkan
bahwa tidak ada sesuatu dalam pikiran kita selain didahului oleh pengalaman.
ini bertolak belakang dengan paham rasionalisme. Mereka menentang para penganut
rasionalisme yang berdasarkan atas kepastian-kepastian yang bersifat apriori.
Pelopor aliran ini adalah Thomas Hobes Jonh locke,dan David Hume.
6.
Zaman
Kontemporer
Yang dimaksud dengan zaman kontemporer
adalah dalam kontek ini adalah era tahun-tahun terakhir yang kita jalani hingga
saat sekarang. Hal yang membedakan pengamatan tentang ilmu pada zaman sekarang
adalah bahwa zaman modern adalah era perkembangan ilmu yang berawal sejak
sekitar abad ke-15, sedangkan kontemporer memfokuskan sorotannya pada berbagai
perkembangan terakhir yang terjadi hingga saat sekarang. Beberapa contoh
perkembangan ilmu kontemporer adalah : Santri, Priyayi, dan Abangan, dalam
kajian ilmu social keagamaan, penelitiannya Clifford Geert yang dalam versi
aslinya berjudul The Religion of Java. Teknologi rekayasa genetika,
teknologi Informasi, adanya teori Partikel Elementer dan kemajuan sains dan
teknologi dibidang-bidang lain .
Lebih lanjut Semenjak tahun 1960
filsafat ilmu mengalami perkembangan yang sangat pesat, terutama sejalan dengan
pesatnya perkembangan ilmu dan teknologi yang ditopang penuh oleh
positivisme-empirik, melalui penelaahan dan pengukuran kuantitatif sebagai
andalan utamanya. Berbagai penemuan teori dan penggalian ilmu berlangsung
secara mengesankan.
Pada periode ini berbagai kejadian dan
peristiwa yang sebelumnya mungkin dianggap sesuatu yang mustahil, namun berkat
kemajuan ilmu dan teknologi dapat berubah menjadi suatu kenyataan. Bagaimana
pada waktu itu orang dibuat tercengang dan terkagum-kagum, ketika Neil Amstrong
benar-benar menjadi manusia pertama yang berhasil menginjakkan kaki di Bulan.
Begitu juga ketika manusia berhasil mengembangkan teori rekayasa genetika
dengan melakukan percobaan cloning pada kambing, atau mengembangkan cyber
technology, yang memungkinkan manusia untuk menjelajah dunia melalui internet.
Belum lagi keberhasilan manusia dalam mencetak berbagai produk nano technology,
dalam bentuk mesin-mesin micro-chip yang serba mini namun memiliki daya guna
sangat luar biasa.
Semua keberhasilan ini kiranya
semakin memperkokoh keyakinan manusia terhadap kebesaran ilmu dan teknologi.
Memang, tidak dipungkiri lagi bahwa positivisme-empirik yang serba matematik,
fisikal, reduktif dan free of value telah membuktikan kehebatan dan memperoleh
kejayaannya, serta memberikan kontribusi yang besar dalam membangun peradaban
manusia seperti sekarang ini.
Namun, dibalik keberhasilan itu,
ternyata telah memunculkan persoalan-persoalan baru yang tidak sederhana, dalam
bentuk kekacauan, krisis dan chaos yang hampir terjadi di setiap belahan dunia
ini. Alam menjadi marah dan tidak ramah lagi terhadap manusia, karena manusia
telah memperlakukan dan mengexploitasinya tanpa memperhatikan keseimbangan dan
kelestariannya. Berbagai gejolak sosial hampir terjadi di mana-mana sebagai
akibat dari benturan budaya yang tak terkendali.
Kesuksesan manusia dalam menciptakan
teknologi-teknologi raksasa ternyata telah menjadi bumerang bagi kehidupan
manusia itu sendiri. Raksasa-raksasa teknologi yang diciptakan manusia itu
seakan-akan berbalik untuk menghantam dan menerkam si penciptanya sendiri,
yaitu manusia.
Berbagai persoalan baru sebagai dampak
dari kemajuan ilmu dan teknologi yang dikembangkan oleh kaum
positivisme-empirik, telah memunculkan berbagai kritik di kalangan ilmuwan
tertentu. Kritik yang sangat tajam muncul dari kalangan penganut “Teori Kritik
Masyarakat”, sebagaimana diungkap oleh Ridwan Al Makasary (2000:3). Kritik
terhadap positivisme, kurang lebih bertali temali dengan kritik terhadap
determinisme ekonomi, karena sebagian atau keseluruhan bangunan determinisme
ekonomi dipancangkan dari teori pengetahuan positivistik. Positivisme juga
diserang oleh aliran kritik dari berbagai latar belakang dan didakwa
berkecenderungan meretifikasi dunia sosial. Selain itu Positivisme dipandang
menghilangkan pandangan aktor, yang direduksi sebatas entitas pasif yang sudah
ditentukan oleh “kekuatan-kekuatan natural”. Pandangan teoritikus kritik dengan
kekhususan aktor, di mana mereka menolak ide bahwa aturan aturan umum ilmu
dapat diterapkan tanpa mempertanyakan tindakan manusia. Akhirnya “ Teori Kritik
Masyarakat” menganggap bahwa positivisme dengan sendirinya konservatif, yang
tidak kuasa menantang sistem yang eksis.
Senada dengan pemikiran di atas,
Nasution (1996:4) mengemukan pula tentang kritik post-positivime terhadap
pandangan positivisme yang bercirikan free of value, fisikal, reduktif dan
matematika.
Aliran post-positivime tidak
menerima adanya hanya satu kebenaran,. Rich (1979) mengemukakan “There is no the truth nor a truth
– truth is not one thing, - or even a system. It is an increasing completely”
Pengalaman manusia begitu kompleks sehingga tidak mungkin untuk diikat oleh
sebuah teori. Freire (1973) mengemukakan bahwa tidak ada pendidikan netral,
maka tidak ada pula penelitian yang netral.
Usaha untuk menghasilkan ilmu sosial yang bebas nilai makin
ditinggalkan karena tak mungkin tercapai dan karena itu bersifat “self
deceptive” atau penipuan diri dan digantikan oleh ilmu sosial yang berdasarkan
ideologi tertentu. Hesse (1980) mengemukakan bahwa kenetralan dalam
penelitian sosial selalu merupakan problema dan hanya merupakan suatu ilusi. Dalam penelitian sosial tidak ada
apa yang disebut “obyektivitas”. “ Knowledge is a’socially contitued’,
historically embeded, and valuationally.
Namun ini tidak berarti bahwa hasil penelitian
bersifat subyektif semata-mata, oleh sebab penelitian harus selalu dapat
dipertanggungjawabkan secara empirik, sehingga dapat dipercaya dan diandalkan.
Macam-macam cara yang dapat dilakukan untuk mencapai tingkat kepercayaan hasil
penelitian. Jelasnya, apabila kita mengacu kepada pemikiran Thomas Kuhn dalam
bukunya The Structure of Scientific Revolutions (1962) bahwa perkembangan
filsafat ilmu, terutama sejak tahun 1960 hingga sekarang ini sedang dan telah
mengalami pergeseran dari paradigma positivisme-empirik, yang dianggap telah
mengalami titik jenuh dan banyak mengandung kelemahan, menuju paradigma baru ke
arah post-positivisme yang lebih etik.
Terjadinya perubahan paradigma ini dijelaskan oleh
John M.W. Venhaar (1999:) bahwa perubahan kultural yang sedang terwujud
akhir-akhir ini, perubahan yang sering disebut purna-modern, meliputi
persoalan-persoalan : (1) antihumanisme, (2) dekonstruksi dan (3) fragmentasi
identitas. Ketiga unsur ini memuat tentang berbagai problem yang
berhubungan dengan fungsi sosial cendekiawan dan pentingnya paradigma kultural,
terutama dalam karya intelektual untuk memahami identitas manusia.
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari pembahasan yang penulis paparkan maka dapatlah
ditarik beberapa kesimpulan :
1.
Bahwa filsafat
ilmu mengalami sejarah yang panjang sejalan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan itu sendiri.
2.
Bahwa
perkembangan ilmu pengetahuan tidak bisa lepas dari perkembangan pemikiran
secara teoritis yaitu senantiasa mengacu kepada peradaban Yunani .Oleh karena
itu periodesasi perkembangan ilmu disusun mulai dari peradaban Yunani kemudian
diakhiri pada penemuan-penemuan pada zaman kontemporer.
3.
Penemuan-penemuan
yang spektakuler terjadi sepanjang zaman dari masa Pra Yunani kuno sampai pada
masa kontemporer tentu saja sangat dipengaruhi oleh tokoh pemikir (filosuf)
yang hidup pada zaman masing- masing dan menambah kekayaan khasanah ilmu
pengetahuan khususnya cabang filsafat yaitu filsafat ilmu.
B. SARAN
Dalam hal ini penulis menyarankan bahwa :
1.
Hendaknya kita
mempelajari filsafat ilmu sebagai landasan untuk menentukan kebenaran sebuah
ilmu yang kita pelajari agar ilmu yang kita pelajari dapat menjadi kontribusi
yang ilmiah untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di masa kini dan
masa yang akan datang .
2.
Hendaknya kita
kita selalu berusaha sekuat tenaga untuk tetap belajar dan belajar sejauh masih
diberi kesempatan, sebagai mana telah dicontohkan oleh para ilmuwan yang telah
lalu.
C. PENUTUP
Alahmdulillah penulis telah dapat menyelesaikan makalah
yang sangat sederhana
Ini, Oleh karena itu kritik, saran dan masukan sangat penulis nantikan . penulissangat menyadari keterbasan penulis. Akhirnya tiada gading yang tak retak. Semoga bermanfaat bagi kita semua. Wallahu “alamu bishawab.
Ini, Oleh karena itu kritik, saran dan masukan sangat penulis nantikan . penulissangat menyadari keterbasan penulis. Akhirnya tiada gading yang tak retak. Semoga bermanfaat bagi kita semua. Wallahu “alamu bishawab.
No comments:
Post a Comment